8 produksi yang dialami oleh petani memberi dampak kerugian, sehingga perlu
dikaji untuk mengetahui sumber risiko, dampak yang ditimbulkan, dan cara mengatasi risiko tersebut. Fluktuasi produktivitas jamur tiram putih milik Bapak
Ramadin dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1. Produktivitas Jamur Tiram Putih di Kumbung Jamur Bapak Ramadin
Sumber : Pemilik Usaha 2012
Berdasarkan gambaran kegiatan usaha budidaya jamur tiram yang telah dipaparkan, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apa yang menjadi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih pada
usaha milik Bapak Ramadin? 2.
Berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam kegiatan usaha budidaya milik Bapak Ramadin?
3. Bagaimana alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sumber
risiko produksi yang terjadi pada usaha milik Bapak Ramadin?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan dari
penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi sumber risiko produksi budidaya jamur tiram putih milik
Bapak Ramadin.
9 2.
Menganalisis berapa besar probabilitas dan dampak dari sumber risiko produksi dalam kegiatan usaha budidaya jamur tiram putih milik Bapak
Ramadin. 3.
Menganalisis alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi sumber risiko produksi yang terjadi pada usaha budidaya jamur tiram putih milik
Bapak Ramadin.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan harapan sebagai berikut : 1.
Bagi pemilik usaha, sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan pengambilan keputusan dalam mengelola usaha budidaya jamur tiram putih
agar lebih waspada dalam menghadapi risiko dan dapat mengurangi kerugian yang diterima.
2. Bagi penulis, sebagai pembelajaran dalam menganalisis dan memberikan
alternatif solusi dari permasalahan yang ada. 3.
Bagi akademisi, penelitian ini sebagai informasi dan bahan pembanding untuk penelitian selanjutnya.
4. Bagi pembaca, sebagai informasi dan rujukan untuk menambah wawasan.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
Penelitian terdahulu mengenai risiko khususnya risiko produksi diperlukan sebagai informasi bagi penulis dalam melakukan penelitian. Hasil penelitian
tersebut diperlukan sebagai bahan pembelajaran untuk melakukan penelitian selanjutnya. Beberapa penelitian yang menganalisis risiko produksi jamur tiram
putih yaitu Ginting 2009, Parengkuan 2011, Sumpena 2011, dan Siregar 2012.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ginting 2009, Parengkuan 2011, dan Sumpena 2011 sumber risiko produksi pada jamur tiram putih yaitu
cuaca atau perubahan suhu, hama, dan sterilisasi atau pengukusan. Selain itu, keterampilan tenaga kerja dan penyakit juga menjadi sumber risiko produksi pada
penelitian Ginting 2009, Parengkuan 2011, dan Siregar 2012. Sumpena 2011 menyebutkan teknologi inkubasi sebagai sumber risiko produksi jamur
tiram putih. Terdapat kesamaan pada pengukuran sumber risiko produksi yang
dilakukan oleh Parengkuan 2011, Sumpena 2011, dan Siregar 2012 yaitu menggunakan alat analisis Z-score dan VaR. Berbeda dengan penelitian Ginting
2009 yang menggunakan alat analisis variance, standard deviation dan coefficient variation
. Pada penelitian Siregar 2012 terdapat tambahan alat analisis selain Z-score dan VaR yaitu variance, standard deviation dan coefficient
variation .
Hasil penelitian yang dilakukan Ginting 2009 menggunakan coefficient variation
diperoleh hasil sebesar 0,32. Artinya, untuk setiap satu satuan hasil yang diperoleh dari kegiatan budidaya jamur tiram putih, maka risiko yang dihadapi
adalah sebesar 0,32. Setiap satu kilogram hasil yang diperoleh akan mengalami risiko sebanyak 0,32 kg pada saat terjadi risiko produksi. Parengkuan 2011
memperoleh yaitu probabilitas dan dampak risiko terbesar ada pada sumber risiko kesalahan penanganan pada saat proses sterilisasi log dengan nilai sebesar 45,2
persen, sedangkan perubahan suhu merupakan sumber risiko yang memberikan dampak terbesar dengan nilai Rp.17.053.516. Pada penelitian Sumpena 2011,
hasil analisis diperoleh probabilitas kegagalan produksi akibat serangan hama sebesar 20,90 persen, perubahan cuaca sebesar 17,90 persen, teknologi
11 pengukusan sterilisasi sebesar 9,30 persen, kurangnya keterampilan tenaga kerja
sebesar 4,60 persen, dan teknologi inkubasi yang kurang tepat sebesar 7,10 persen. Dampak kegagalan produksi akibat serangan hama adalah Rp. 303.698,34,
akibat perubahan cuaca adalah Rp. 412.830,07, akibat teknologi pengukusan sterilisasi adalah Rp. 386.172,75, akibat kurangnya keterampilan tenaga kerja
adalah Rp. 376.110,75, dan akibat teknologi inkubasi yang kurang tepat adalah Rp. 391.443,75. Berdasarkan penelitian Siregar 2012 menggunakan variance,
standard deviation dan coefficient variation diketahui usaha budidaya jamur tiram
putih mengalami risiko produksi sebesar 0,10. Hal ini berarti setiap satu satuan rupiah yang diperoleh akan menghasilkan risiko sebesar 0,10 atau sebesar 10.
Nilai probabilitas sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan sterilisasi yaitu sebesar 46,4 , diikuti oleh sumber keterampilan tenaga kerja
41,7 penyakit sebesar 35,2 , dan sumber risiko hama sebesar 33,7 . Nilai dampak sumber risiko yang tertinggi adalah teknologi pengukusan sterilisasi
yaitu sebesar Rp 138.625.507,40 diikuti oleh sumber risiko keterampilan tenaga kerja sebesar Rp 83.156.725,33 sumber risiko akibat penyakit sebesar Rp
41.587.652,21 serta hama sebesar Rp 13.862.550,73. Strategi pengelolaan risiko Ginting 2009 dan Sumpena 2011 yaitu
meningkatkan perawatan, membersihkan kumbung, merencanakan pembibitan dengan bahan berkualitas, mengembangkan sumber daya manusia, dan
menggunakan peralatan steril. Menurut Parengkuan 2011 strategi penanganan risiko yang dilakukan yaitu mengembangkan sumber daya manusia, memperbaiki
fasilitas fisik, dan penggabungan usaha dengan pembudidaya jamur tiram putih di wilayah lain. Siregar 2012 menyebutkan strategi pengelolaan risiko yaitu
perencanaan pembibitan dengan baik, menambah intensitas pemeriksaan terhadap baglog yang sudah dipanen, dan teknik penyimpanan baglog di dalam ruang
pemeliharaan lebih ditata dengan baik. Strategi mitigasi yang dapat dilakukan yaitu membeli autoclave yang baru untuk mengganti penggunaan drum pengukus,
pengawasan oleh pemimpin pada saat proses pengukusan, pemimpin melakukan tindakan tegas dalam mengarahkan dan membimbing tenaga kerja dan
keterampilan tenaga kerja dapat ditingkatkan dengan mengikuti penyuluhan atau pelatihan.
12 Penelitian yang dilakukan memiliki kesamaan topik dan komoditas namun
berbeda lokasi dengan penelitian sebelumnya. Penelitian Siregar 2012, Parengkuan 2011, dan Ginting 2009 berlokasi di Kabupaten Bogor, sedangkan
penelitian yang akan dilakukan sama dengan Sumpena 2011 di Kota Bogor. Kesamaan lainnya dengan Parengkuan 2011, Sumpena 2011, dan Siregar
2012 adalah dalam alat analisis yang digunakan yaitu metode Z-score dan VaR. Perbedaan dengan penelitian Ginting 2009 yaitu tidak menggunakan variance,
standard deviation dan coefficient variation. Penentuan alat analisis yang
digunakan oleh peneliti disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan yaitu menganalisis probabilitas dan dampak dari masing – masing sumber risiko
produksi.
13
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoristis