Sejarah Batak Toba Kekerabatan Suku Batak Toba

lagi asupan gizi yang masuk ke tubuhnya atau mengganggu jadwal makan yang normal, disebabkan nafsu makan yang berkurang. Hal ini lah yang juga memperburuk kondisi tubuh mereka, asupan yang dikonsumsi tidak sesuai dengan kebutuhan tubuh akan zat-zat gizi sehingga semakin lama hal itu terus berlangsung terjadilah masalah gizi yaitu kurang gizi kurus. Sedangkan penikmat tuak yang pada dasarnya kurang gizi disertai dengan penyakit semakin memperparah keadaannya dan berujung pada kematian. Jika para pecandu tuak tetap mengkonsumsi tuak dengan frekuensi dan kuantitas tinggi serta telah dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama, pastinya akan mempengaruhi status gizi pecandu alkohol tersebut, dan dapat mengakibatkan terjadinya penyakit-penyakit kronis lain yang dapat mengganggu proses metabolisme dalam tubuh dan akhirnya dapat menurunkan fungsi organ tubuh.

2.5. SUKU BATAK TOBA

2.5.1. Sejarah Batak Toba

Menurut kepercayaan masyarakat Batak Toba, asal orang Batak Toba dimulai dari Si Raja Batak leluhur orang batak yang bermukim di Kaki Pusuk Buhit, terletak di sebelah barat Pulau Samosir. Si Raja Batak mempunyai 2 dua orang putra yakni Guru Tatean Bulan dan Si Raja Isumbaon. Guru Tatean Bulan mempunyai 4 empat orang putra yakni Saribu Raja, Limbong Mulana, Sagala Raja dan Malau Raja. Sementara Si Raja Isumbaon mempunyai 3 tiga orang putra yakni Tuan Sorimangaraja, Si Raja Asiasi, dan sungkar Somalindang. Kemudian keturunannya ini berpencar mendiami daerah-daerah tertentu di Universitas Sumatera Utara Sumater Utara, terutama berdiam di kabupaten Tapanuli Utara yang wilayahnya meliputi Ajibata berbatasan dengan parapat, pulau Samosir, Pakkat serta Sarulla.

2.5.2. Kekerabatan Suku Batak Toba

Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilinieal. Orang Batak Toba mempunyai marga nama keluarga yang biasanya dicantumkan diakhir namanya. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah patrilineal yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus. Aspek Kehidupan Batak Toba dikelompokkan dalam 9 sembilan nilai budaya kekerabatan, yaitu: Kekerabatan yang mencakup hubungan kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu. Dalihan Natolu merupakan ikatan kekerabatan adat istiadat pada masyarakat Batak Toba. Falsafah adat DalihanNatolu yakni Somba Marhulahula hormat pada pihak keluarga ibuistri, Elek Marboru ramah pada keluarga saudara perempuan dan Manat Mardongan Tubu kompak dalam hubungan semarga. Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Batak Toba. Religi, mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya. Hagabeon, banyak keturunan dan panjang umur. Satu ungkapan tradisional Batak Toba yang terkenal yang disampaikan pada saat upacara pernikahan adalah ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniakan putra 17 Universitas Sumatera Utara dan putri 16. Sumber daya manusia bagi orang Batak sangat penting. Kekuatan yang tangguh hanya dapat dibangun dalam jumlah manusia yang banyak. Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon disebut Saur Matua Bulung seperti daun, yang gugur setelah tua. Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang Batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut. Hasangapon, kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang memberi dorongan kuat untuk meraih kejayaan. Hamoraon, kaya raya salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorong orang Batak Toba untuk mencari harta benda yang banyak. Hamajuon, kemajuan yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Nilai budaya hamajuon ini sangat kuat mendorong orang Batak Toba bermigrasi ke seluruh pelosok tanah air. Hukum, nilai hukum patik dohot dan uhum, budaya menegakkan kebenaran, merupakan budaya yang harus dipegang oleh Batak Toba. Pengayoman, dalam kehidupan sosio-kultural orang Batak Toba kurang kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang disebutkan terdahulu. Hal ini mungkin disebabkan kemandirian yang berkadar tinggi. Kehadiran pengayoman, pelindung, pemberi kesejahteraan, hanya diperlukan dalam keadaan yang sangat mendesak. Konflik, sumber konflik pada orang Batak Toba menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber konflik yang abadi bagi orang Batak Toba. Universitas Sumatera Utara

2.5.3. Upacara-Upacara Adat pada Suku Batak Toba