Upacara Menggali Tulang-belulang Mangokal Holi

paralang-alanganmate punu , telah berumah tangga dengan meninggalkan anak- anaknya yang masih kecil mate mangkar, telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kimpoi, namun belum bercucu mate hatungganeon , telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum menikah mate sari matua, dan telah bercucu tidak harus dari semua anak- anaknya mate saur matua. Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari klasifikasi upacara adat kematian suku Batak Toba, karena meninggal ketika semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung meninggal ketika semua anak- anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan.

2.5.9. Upacara Menggali Tulang-belulang Mangokal Holi

Dalam adat Batak Toba, status kehormatan yang dimiliki oleh suatu roh tidaklah bersifat statis. Status dan kehormatan dapat ditingkatkan lagi lebih ke atas. Peningkatan kemuliaan akan didapatkan oleh roh itu apabila dia memiliki status “sumangot”. Status sumangot akan dimilikinya apabila para keturunannya telah membuatkan sebuah makan permanen yang dipahat dari batu atau dibuat dari semen yang kemudian dihiasi dengan keramik dengan segala kemegahannya. Di tempat yang baru itu kemudian dimasukkan tulang belulang. Tulang-belulang itu digali dari kuburan di dalam tanah melalui upacara yang dinamakan “mangongkal holi ” menggali tulang belulang. Acara ini ditandai dengan pelaksanaan pesta yang besar. Penaikkan tulang-belulang dari dalam tanah kepada tempat yang tersedia dimakam batu itu merupakan lambang pemberian Universitas Sumatera Utara penghormatan yang lebih tinggi kepada roh orang tua. Kemegahan sebuah kuburan merupakan lambang kemuliaan yang diterima oleh roh orang tua di dunia orang mati. Bagi keturunannya, kemegahan makam itu merupakna simbol gengsi sosial di tengah-tengah masyarakat Batak Toba lainnya. Kuburan itu juga merupakan tanda ikatan persekutuan antara roh orangtua dengan keturunannya. Di dalam pelaksanaan upacara adat Batak Toba ada alat penyembahan yang selalu harus dipakai untuk menyempurnakan upacara tersebut yaitu “Ulos”. Ulos adalah kain untuk upacara dengan berbagai fungsi dan tenunannya. Jaman dahulu ulos Batak Toba selalu diawali dengan permohonan kepada seorang ahli tenun untuk membuatkan satu jenis ulos tertentu. Si pemesan harus menyediakan tiga lembar daun sirih serta tiga rupa “itak” tepung beras yang dikepal yang tigawarna putih, kuning, merah ditempatkan dalam bakul kecil beserta uang enam rupiah batu. Sesajian sesajen ini didoakan secara animistis barulah ditentukan hari yang baik untuk memulai menenun ulos itu. Tetapi sekarang pembuatan ulos sama dengan pembuatan pakaian, tidak ada mantra-mantra atau sesajen . Menurut fungsinya dalam upacara adat Batak Toba dikenal bermacam-macam ulos dengan kegunaannya, antara lain: Ulos Tondi. Ulos yang dipakaikan kepada seorang calon ibu yang mengandung tujuh bulan bayi pertamanya. Dengan dipakaikan ulos tondi ini, diharapkan bayi itu lahir dengan selamat. Ulos tondi adalah jaminan keselamatan ibu dan bayi. Ulos Parompa. Ulos yang diberikan kepada bayi yang baru lahir. Ulos ini diberikan oleh “tulang” paman si bayi, khusus untuk menggendong bayi itu. Universitas Sumatera Utara Ulos Sampetua. Ulos yang diberikan kepada seseorang yang baru saja mengalami musibah atau sakit berat, dengan harapan agar ia berusia lanjut. Ulos Saput. Ulos yang diberikan khusus pada acara kematian, biasanya digunakan untuk menutupi peti mati. Ulos Tujung. Ulos yang diberikan kepada seorang perempuan yang suaminya baru meninggal, dikenakan selama jangka waktu tertentu. Ulos Holong. Ulos yang diberikan kepada anak yang baru lahir setelah proses pemandian. Universitas Sumatera Utara BAB 3 KERANGKA KONSEPTUAL