2.5.6. Upacara Permandian dan Pemberian Nama Martutu aek
Upacara yang dilakukan di rumah yang mendapat kelahiran seorang anak, atau pemberian nama kepada anak. Upacara ini dilakukan pada hari ketujuh
setelah bayi lahir, dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang disebut dengan pesta martutu aek yang dipimpin oleh pimpinan agama yaitu ulu punguan.
Sebelum dibawa bepergian bayi tersebut harus terlebih dahulu diperkenalkan dengan bumi terutama air untuk membersihkan dan ini dilaksanakan dengan
membawa anak tersebut ke umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa. Setelah bayi dimandikan biasanya dipupus. Pupus adalah
mengunyah 1 lembar daun sirih, 1 buah kemiri, 1 biji ladak putih,1 iris jarango. Selesai dikunyah ditempelkan ke ubun-ubun bayi dan sebahagian diolesi
keseluruh tubuh bayi dengan tujuan untuk memelihara tubuh bayi agar kuat dantetap sehat, untuk menjauhkan bayi dari penyakit-penyakit demam, angin-
angin dan sekaligus mengobatinya, untuk menjaga agar tidak mudah terserang
penyakit. Pada upacara itu anak juga mendapat ulos parompa. Ulos ini diberikan
oleh “tulang” paman si bayi, khusus untuk menggendong bayi itu.
2.5.7. Upacara Menyulangi Memberi makan Manulangi
Sebelum orang mati, upacara adat yang dilakukan oleh keturunannya dinamai “manulangi” memberi makan, menyulangi. Upacara ini bertujuan untuk
mempersiapkan seorang yang sudah tua dan diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal, sehingga jika orang tersebut sudah meninggal rohnya dapat memasuki
persekutuan dengan roh-roh leluhurnya dengan selamat. Upacara ini dilakukan
Universitas Sumatera Utara
kepada seseorang yang akan meninggal dalam dalam kondisi minimal sarimatua telah memiliki cucu laki-laki dan perempuan.
2.5.8. Upacara Kematian Hamatean
Upacara kematian dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah pengurasan jenazah menjelang pemakaman, kedua adalah pasahat tondi. Pemberangkatan
jenazah dipimpin oleh Ihutan atau Ulupunguan dengan upacara doa “Borhat ma ho tu habangsa panjadianmu
”, artinya berangkatlah engkau ke tempat kejadianmu. Satu minggu setelah pemakaman, keluarga yang ditinggal
mengadakan pangurason di rumah. Satu bulan setelah pemakaman, dilanjutkan dengan Upacara Pasahat Tondi yaitu upacara mengantar roh dalam hati harfiah.
Dalam tradisi Batak Toba, orang yang meninggal akan mengalami perlakuan khusus, dalam sebuah upacara adat kematian. Upacara adat kematiantersebut
diklasifikasi berdasarkan usia dan status orang yang meninggal. Meninggal ketika masih di dalam kandungan mate di bortian belum mendapatkan perlakuan adat
langsung dikubur tanpa peti mati, tetapi jika meninggal ketika masih bayi mate poso-poso,
meninggal ketika anak-anak mate dakdanak, meninggal ketika remaja mate bulung, dan meninggal ketika sudah dewasa tapi belum menikah
mate ponggol, keseluruhan kematian tersebut mendapat perlakuan adat : mayatnya ditutupi selembar ulos kain tenunan khas masyarakat Batak Toba
sebelum dikuburkan. Ulos penutup mayat untuk mate poso-poso berasal dari orang tua yang meninggal sedangkan untuk mate dakdanak dan mate bulung
berasal dari tulang saudara laki-laki ibu yang meninggal. Upacara adat kematian akan berbeda, jika telah berumah tangga namun belum mempunyai anak mate di
Universitas Sumatera Utara
paralang-alanganmate punu , telah berumah tangga dengan meninggalkan anak-
anaknya yang masih kecil mate mangkar, telah memiliki anak-anak yang sudah dewasa, bahkan sudah ada yang kimpoi, namun belum bercucu mate
hatungganeon , telah memiliki cucu, namun masih ada anaknya yang belum
menikah mate sari matua, dan telah bercucu tidak harus dari semua anak- anaknya mate saur matua. Mate Saurmatua menjadi tingkat tertinggi dari
klasifikasi upacara adat kematian suku Batak Toba, karena meninggal ketika semua anaknya telah berumah tangga. Memang masih ada tingkat kematian
tertinggi di atasnya, yaitu mate saur matua bulung meninggal ketika semua anak- anaknya telah berumah tangga, dan telah memberikan tidak hanya cucu, bahkan
cicit dari anaknya laki-laki dan dari anaknya perempuan.
2.5.9. Upacara Menggali Tulang-belulang Mangokal Holi