27 telah divalidasi. Pengujian keseragaman kandungan dengan melakukan penetapan
kadar terhadap 10 tablet Glipizid ER 5 mg dan 10 mg, satu per satu. Tahapan preparasi dilakukan dengan cara mengeprek menggepengkan dengan cara
memukul tablet 5 mg dengan stamper dalam kertas alufoil untuk memastikan tidak ada tablet yang tertinggal di mortir lampiran 1, kemudian dimasukkan
dalam labu tentukur 10 mL dan sisa tablet yang masih ada di alufoil dibilas menggunakan metanol sebagai pelarut kurang lebih 7 mL. Dilakukan sonikasi
untuk mempercepat pelarutan analit selama 30 menit, kemudian ditambahkan metanol sampai tanda. Sampel kemudian disaring menggunakan kertas saring dan
dipindahkan ke dalam vial 10 mL untuk memudahkan pemipetan. Sampel yang sudah disaring, dipipet sebanyak 5 mL dan diencerkan dengan dapar fosfat
sampai 10 mL. Demikian juga dengan sampel glipizid ER 10 mg. Tahap berikutnya adalah ekstraksi fase padat menggunakan sorben HLB. Terlebih
dahulu dilakukan aktivasi terhadap sorben menggunakan metanol 1 mL
conditioning
, air 1 mL, kemudian tahap
laoding
sampel yang sudah diencerkan dengan dapar fosfat sebanyak 1 mL ke dalam sorben. Tahap selanjutnya adalah
pencucian menggunakan air 1 mL untuk melepaskan matriks dan pengotor dari sorben dan terakhir tahap elusi dengan 1 mL metanol untuk mendapatkan glipizid.
Glipizid yang ditampung pada tahap elusi kemudian diencerkan dengan dapar fosfat sampai 5 mL hingga diperoleh konsentrasi akhir 0,05 mgmL, dikocok,
disaring dengan penyaring membran 0,45 µm dan analisis dengan KCKT detektor UV pada panjang gelombang 225 nm.
28
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
Keseragaman kandungan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam tiap satuan sediaan. Untuk memastikan konsistensi dosis glipizid per
unit, masing-masing tablet harus mengandung zat aktif sesuai dengan rentang yang dipersyaratkan dalam label The USP, 2012. Pengembangan prosedur
analisis menggunakan KCKT dilakukan untuk mendapatkan prosedur analisis yang mampu menetapkan keseragaman kandungan tablet glipizid sediaan ER.
Sistem KCKT pada penelitian ini diadopsi dari penetapan kadar glipizid tablet biasa yang tercantum dalam Suplemen I Farmakope Indonesia Edisi IV, tahun
2009 seperti yang tercantum pada tabel V.1.
Tabel V.1. Perbandingan prosedur analisis glipizid IR dan ER
Parameter Kondisi KCKT untuk
Sediaan Tablet Glipizid IR Suplemen I FI IV, 2009
Kondisi Pengembangan Prosedur untuk Sediaan
Tablet Glipizid ER
Kolom L1 3,9 mm x 15 cm, 5 μm C18 150 x 4,6 mm, 5 µm
Fase gerak Dapar natrium fosfat
monobasa 13,8 gramliter : metanol = 55:45
Dapar natrium fosfat monobasa 13,8 gramliter :
metanol = 55:45
pH Fase gerak 6,00±0,05
6,00±0,05 Volum injeksi
20 μL 20 μL
Laju Alir 1 mLmenit
1 mLmenit Panjang gelombang
Suhu kolom UV 225 nm
30 ºC UV 225 nm
30 ºC Preparasi sampel
Dilarutkan langsung dalam fase gerak
Ektraksi fase padat
Percobaan pendahuluan berupa pemilihan jenis ekstraksi yang sesuai untuk memisahkan analit dari matriks tablet. Ekstraksi cair-cair dilakukan dengan
mempertimbangkan sifat fisika kimia analit dan matriks. Penelitian yang sudah pernah dilakukan antara lain glipizid dalam serum yang diekstraksi cair-cair
dengan menggunakan pelarut NaOH dan diklorometan, lapisan organik yang terpisah diuapkan untuk diekstraksi kembali menggunakan n-hexana dan asam
asetat. Lapisan organik diambil dan diuapkan selanjutnya direkonstitusi dengan
29 pelarut yang sesuai dan diukur secara KCKT Venkata R, dkk, 2011. Ekstraksi
glipizid dalam plasma darah manusia juga pernah dilakukan dengan terlebih dahulu mengendapkan protein plasma menggunakan HCl, dilanjutkan ekstraksi
pelarut menggunakan toluen, kemudian fase organik diuapkan dan direkonstitusi dengan fase gerak kemudian diukur secara KCKT Atif, dkk, 2013. Kedua
penelitian tersebut diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan validasi. Hasil dari ekstraksi pelarut menggunakan diklorometan untuk glipizid dengan matriks tablet
ER didapatkan efisiensi ekstraksi di bawah 80 dan hasil perolehan kembali yang tidak konsisten dengan SBR 2.
Selanjutnya dilakukan ekstraksi secara SPE berdasarkan penelitian sebelumnya yang memisahkan campuran delapan obat antidiabetes termasuk salah satunya
glipizid, dalam matriks plasma darah manusia secara SPE dan dilanjutkan dengan KCKT juga diperoleh hasil yang memenuhi persyaratan parameter validasi
Lakshmi dan Rajesh, 2011. Sehingga untuk glipizid dalam matriks tablet ER ini dilakukan ekstraksi secara SPE dan didapatkan hasil efisiensi ekstraksi di atas
80, hasil perolehan kembali yang konsisten dengan SBR 2.
Pengembangan prosedur dilakukan pada tahap SPE yang dimulai dengan pemilihan pelarut plasebo matriks dan jenis sorben yang tepat untuk ekstraksi
fase padat. Optimasi pelarut dilakukan karena pada saat analisis secara KCKT setelah dilakukan diekstraksi dengan kadar baku induk bertingkat dengan pelarut
plasebo berupa metanol, tidak didapatkan hubungan yang linier pada tahap elusi dan persen perolehan kembali masih sangat kecil, tetapi didapatkan hubungan
yang linier pada tahap
loading
. Fenomena
breakthrough
pada analit terjadi karena pelarut organik yang digunakan terlalu besar yang dapat meningkatkan kepolaran
glipizid, sehingga glipizid lolos saat dilewatkan sorben SPE yang bersifat non polar. Pelarut plasebo yang dipilih adalah dapar fosfat dan diperoleh hasil
perolehan kembali pada tahap elusi mendekati 100. Dengan demikian, kondisi optimum pelarut baku induk adalah metanol dan pelarut plasebo adalah dapar
fosfat. Hasil optimasi pelarut bisa dilihat pada gambar V.1.