Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Menarche dianggap sebagai peristiwa keluarnya darah dari alat kelamin perempuan. Hal ini sesuai teori di mana 80 aliran menstruasi
adalah darah dan kurang dari 25 mengandung jaringan endometrium, cairan jaringan, dan mukus Andrews, 2009. Bila tidak terjadi kehamilan,
perubahan endometrium mengalami regresi atau kemunduran pada akhir fase luteal dan menyebabkan terjadi peluruhan dan mulainya perdarahan
Greenstein dan Wood, 2010. Pengeluaran darah menstruasi berlangsung antara 3-7 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 50-60 cc tanpa
bekuan darah. Permulaan perdarahan sering tidak teratur karena bentuk menstruasinya anovulatoir atau tanpa pelepasan telur Manuaba dkk, 2009.
Remaja perempuan pada penelitian ini juga mengartikan menarche sebagai peristiwa menuju masa kedewasan. Masa remaja menurut
Soetjiningsih 2007 merupakan masa peralihan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual, yaitu
antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun. Hasil penelitian Goel dan Kundan 2011 yang dilakukan pada remaja perempuan yang berusia 15-
19 tahun di kota Rohtak sejalan dengan hasil penelitian ini yang melaporkan bahwa hampir 30 dari subyek penelitian mengetahui menstruasi sebagai
tanda yang penting untuk mencapai kedewasaan Menarche juga dimaknai sebagai tanda menjadi seorang perempuan di
mana bagi sebagian kecil remaja perempuan, menarche mengingatkannya bahwa ia adalah benar-benar seorang perempuan. Anak perempuan biasanya
mulai memproduksi hormon seks antara usia 8 dan 11 tahun dengan usia rata- rata mulai pubertas sekitar 11 tahun. Permulaan menstruasi atau menarche
biasanya terjadi menjelang akhir pubertas Collins, 2011. Setelah 5 tahun sejak onset menarche, 90 anak perempuan akan mengalami siklus
menstruasi yang teratur Heffner dan Schust, 2008. Remaja perempuan pada penelitian ini ada yang menganggap bahwa menarche menyadarkannya
sebagai seorang perempuan seutuhnya karena sebelumnya ia cenderung bersikap tomboy. Oleh sebab itu, remaja perempuan perlu diberi pengertian
bahwa pada saatnya ia akan mengalami menstruasi pertama dan secara normal akan mengalami siklus menstruasi teratur setiap bulan.
Remaja perempuan juga memaknai menarche sebagai tanda fertilitas yang mana remaja beranggapan bahwa setelah menarche maka mereka pun
dapat mengalami kehamilan. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan yang diungkapkan Liu dalam Kelleer 2013 yang menyatakan bahwa menarche
adalah periode menstruasi pertama, terjadi selama pubertas dan menandai awal tahun reproduksi seorang perempuan. Hal itu juga sejalan dengan
pernyataan Potter dan Perry 2005 dalam bukunya, yaitu meskipun siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan ovulasi mungkin tidak terjadi saat
menstruasi pertama, fertilitas harus selalui diwaspadai kecuali dilakukan hal lain. Dengan demikian, risiko kehamilan dapat terjadi setelah remaja
perempuan mengalami menstruasi pertama dan hal itu menunjukkan bahwa remaja perempuan sudah mulai aktif organ-organ reproduksi seksualnya.
Makna lain yang diutarakan remaja perempuan yakni bahwa menarche merupakan tanda remaja perempuan mulai memikul dosanya
sendiri. Berdasarkan kepercayaan agama Islam yang dianut
remaja perempuan yang terlibat penelitian ini, mereka meyakini bahwa setelah
menarche, ibadah sholat,
wajib untuk dikerjakan dan tidak boleh
ditinggalkan. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Muhammad 2007 yang yang dalam bukunya menyebutkan bahwa jika remaja telah mengalami
menstruasi maka ia sudah baligh meskipun usianya kurang dari dari sepuluh tahun serta pada saat itu ia dibebani kewajiban menjalankan syari’at dan
amalannya pun mulai dicatat. Munir dan Sudarsono 2001 menguatkan bahwa syarat-syarat wajib sholat fardhu, diantaranya islam, baligh, berakal
sehat, seruan, dalam keadaan sadar, mampu melihat dan mendengar, serta suci dari menstruasi dan nifas. Adapun bagi laki-laki adalah ketika ia berumur
15 tahun atau telah keluar sperma atau mani dari kemaluannya sedangkan bagi wanita adalah ketika ia telah mengeluarkan darah menstruasi. Hal itu
sesuai sabda Rasulullah saw, yaitu: “Suruhlah olehmu anak-anak itu untuk shalat apabila ia telah berumur tujuh
tahun dan apabila ia sudah berumur sepuluh tahun, maka hendaklah kamu pukul jika ia meninggalkan shalat” Riwayat Tirmidzi.
Makna menarche bagi remaja perempuan, dengan demikian bervariasi satu sama lain. Hal itu berkaitan dengan persepsi masing-masing remaja
perempuan yang mengalaminya. Untuk itu, bimbingan ataupun pengarahan terhadap remaja perempuan yang telah mengalami
menarche perlu
diperhatikan. Bekal ilmu agama terhadap hal terkait menarche pun perlu diberikan kepada remaja perempuan sejak dini agar terpenuhi kewajiban yang
harus dikerjakan setelah menarche sesuai ajaran agama masing-masing.
Tema 2. Dominasi Perasaan remaja perempuan saat menarche
Masing-masing remaja perempuan menghadapi menarche dengan respon yang berbeda-beda. Perasaan bingung, kaget, takut, panik serta bad
mood saat menarche teridentifikasi dalam penelitian ini. Perasaan senang turut diungkapkan remaja perempuan.
Perasaan bingung, takut, dan kaget merupakan perasaan yang mendominasi remaja perempuan dalam penelitian ini saat mengalami
menarche. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marvan, Morales, dan Iniestra 2006 di Meksiko dengan temuan bahwa perasaan takut
dan bingung merupakan reaksi emosional yang lebih banyak dialami dan hal itu diungkapkan pada respondennya yang berusia 40 hingga responden di atas
usia 65 tahun, yang tidak mengetahui tentang menstruasi sebelum mereka menarche. Penelitian kualitatif yang dilakukan pada 120 remaja perempuan di
Kenya juga menguatkan hasil penelitian yang mana juga terdapat remaja yang merasa kaget saat menghadapi menarche Mason, Nyotach, dan Howard,
2013. Remaja perempuan dalam penelitian ini juga cenderung merasa
badmood sehingga malas untuk beraktivitas. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Mason, Nyotach, dan Howard 2013 yang melaporkan beberapa
remaja yang berpartisipasi dalam penelitiannya juga mendeskripsikan efek emosional saat menstruasi, meliputi perasaan bosan, murung, merasa
kesepian, malu, dan tidak ingin berbicara dengan orang lain. Perasaan badmood dalam penelitian ini salah satunya juga ditunjukkan dengan tidak
ingin berbicara dengan orang lain dan remaja perempuan cenderung lebih
nyaman untuk berdiam diri tanpa melakukan hal apapun dibandingkan beraktivitas.
Selain merasa bingung, takut, kaget, dll, remaja perempuan dalam penelitian ini juga ada yang merasa senang setelah merasakan menarche.
Penelitian Marvan, Morales, dan Iniestra 2006 yang dilakukan di Meksiko juga menemukan adanya reaksi positif yang dilaporkan hanya pada responden
wanita dewasa yang telah memiliki pengetahuan tentang menstruasi sebelum menarche. Hal tersebut berbeda dengan hasil penelitian ini di mana terdapat
remaja perempuan yang sebelumnya juga sudah memiliki pengetahuan seputar menstruasi namun perasaan senang yang dirasakan dikarenakan bahwa ia
merasa sudah sama seperti teman-temannya yang telah merasakan menarche di mana sebelumnya hanya ia sendiri saja yang belum mengalami menarche di
kelasnya. Remaja perempuan dalam penelitian ini, dengan demikian, umumnya
berespon negatif saat mengalami menarche, yang didominasi perasaan bingung, takut, kaget, hingga bad mood. Perasaan yang dirasakan remaja
perempuan pada penelitian ini cenderung dikarenakan masih kurangnya pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan serta adanya kekhawatiran saat
menarche akibat masih kurang mengerti tentang kondisi yang terjadi pada dirinya. Remaja perempuan perlu dibekali pengarahan sejak dini tentang
bagaimana tindakan yang sebaiknya dilakukan saat menarche serta diberi pengertian bahwa menarche secara normal terjadi karena proses fisiologis
sehingga diharapkan remaja perempuan lebih dapat beradaptasi dengan baik sehingga dapat berespon positif saat mengalami menarche.
Tema 3. Kesiapan remaja perempuan dalam menghadapi menarche
Mayoritas remaja perempuan dalam penelitian ini belum siap saat menarche.
Hanya sebagian kecil yang
sudah siap saat menarche.
Ketidaksiapan tersebut tidak lain dikarenakan rata-rata remaja perempuan belum memiliki persiapan yang memadai saat menghadapi menarche.
Ketidaksiapan saat menarche juga dikarenakan sebagian remaja perempuan mengalami menarche di usia 9 tahun dan merasa pada usia
tersebut tergolong cepat bagi mereka untuk mengalami menarche. Mereka pun tidak menyangka akan mengalami menarche di usianya saat itu. Hasil
penelitian tersebut sejalan dengan penelitian terkait kesiapan anak dalam menghadapi menarche yang dilakukan oleh Jayanti dan Purwanti 2012 di
Kabupaten Brebes yang melaporkan bahwa sebesar 48 anak 92,30 tidak siap menghadapi menarche yang mana sebagian besar, yaitu 13 anak berumur
10 tahun, sedangkan yang siap menghadapi menarche sebesar 4 anak 7,69 yang sebagian besarnya, yaitu 3 anak berumur 13 tahun.
Remaja perempuan yang terlibat dalam penelitian ini juga belum memiliki pemahaman secara utuh tentang menstruasi karena terdapat remaja
perempuan yang memiliki gambaran tersendiri tentang menarche. Penelitian kualitatif melalui Focus Group Disscussion FGD yang dilakukan di Kenya
oleh Mason, Nyotach, dan Howard 2013 turut menguatkan hasil penelitian ini yang menyebutkan bahwa persiapan remaja saat menghadapi menarche
masih kurang. Banyak orang tua yang terlibat dalam penelitian itu menyadari bahwa mereka juga tidak mempersiapkan anak perempuan mereka dalam
menghadapi menstruasi.
Remaja perempuan pada penelitian ini
secara umum masih memberikan gambaran dasar ataupun deskripsi yang membingungkan tentang
menarche walaupun rata-rata sudah mendapatkan informasi tentang hal tersebut dari pelajaran sekolah. Pemahaman yang kurang tentang gambaran
menstruasi dapat mempengaruhi kesiapan remaja perempuan dalam menghadapi menarche. Faktor usia juga dapat dikaitkan sebagai faktor yang
mempengaruhi kesiapan remaja perempuan karena dimungkinkan dapat berpengaruh terhadap kesiapan mental remaja perempuan saat menghadapi
menarche. Dengan demikian, remaja perempuan perlu diberikan pemahaman mengenai gambaran menstruasi sejak dini agar mereka dapat siap saat
menghadapi menarche.
Tema 4. Perubahan remaja perempuan setelah menarche
Penelitian ini menghasilkan tema keempat tentang perubahan yang dirasakan remaja perempuan setelah menarche. Remaja perempuan yang
telah mengalami menarche akan menghadapi perubahan fisik maupun perubahan emosional pada dirinya. Respon remaja perempuan terhadap
perubahan tersebut pun bermacam-macam. Remaja perempuan dalam penelitian ini mengungkapkan berat badan
mereka secara perlahan semakin meningkat sehingga merasa semakin besar atau gemuk dan rata-rata juga mengeluhkan adanya perubahan bentuk tubuh
pada dirinya setelah mengalami menarche. Hal ini sejalan dengan penelitian tahun 2009 di Australia yang menyebutkan bahwa ada peningkatan berat
badan pada remaja perempuan setelah menarche dengan kenaikan kecepatan
yang terjadi saat 7-12 bulan setelah periode menstruasi pertama remaja. Perubahan hormonal dikaitkan dengan peningkatan signifikan pada berat
badan dan bentuk tubuh Abraham, Boyd, Lal, dan Taylor, 2009. Penelitian itu juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan pada remaja perempuan di
Amsterdam tahun 2010 yang melaporkan bahwa adanya peningkatan massa lemak dari 12 kg pada saat menarche menjadi 14,9 kg saat satu tahun setelah
menarche. Perbedaan massa lemak pada 3-4 tahun setelah menarche tampak lebih signifikan Vink dkk, 2010.
Perubahan fisik lain yang dirasakan remaja perempuan dalam penelitian ini, yaitu adanya perkembangan payudara, pertumbuhan rambut
pubis, serta perubahan bentuk pinggul. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rubin et.al. 2009 yang menunjukkan sebanyak 12
remaja perempuan pada usia 8 tahun dilaporkan telah mencapai tahap perkembangan payudara sementara 5 telah mencapai tahap pertumbuhan
rambut pubis. Pada usia 13 tahun, lebih dari 95 remaja perempuan melaporkan bahwa mereka mengalami tahap perkembangan payudara dan
rambut pubis dan mayoritas remaja melaporkan setidaknya berada dalam tahap Tanner keempat untuk perkembangan payudara dan pertumbuhan
rambut pubis. Informasi tersebut menguatkan hasil penelitian ini di mana rata-rata remaja perempuan pada penelitian ini yang berusia 13-17 tahun telah
merasakan perkembangan pada payudaranya dan seorang partisipan yang saat ini berusia 13 tahun pun menyatakan telah mengalami pertumbuhan rambut
pubisnya. Diantara remaja perempuan lainnya bahkan ada yang merasakan sakit pada payudaranya jika tersentuh.
Respon perubahan fisik pada remaja perempuan juga dihadapi dengan berbagai macam reaksi. Perasaan malu pada remaja perempuan pun muncul
ketika memakai pakaian yang ketat karena dapat menampilkan bentuk tubuhnya. Selain itu, terdapat pula remaja perempuan yang terlibat penelitian
ini yang merasa canggung ataupun merasa aneh terhadap perubahan bentuk tubuh pada dirinya.
Hal itu sesuai dengan pernyataan Soetjiningsih 2007 yang menyatakan bahwa kematangan seksual mengakibatkan remaja mulai tertarik
terhadap anatomi fisiologi tubuhnya, mulai muncul kecemasan-kecemasan dan pertanyaan-pertanyaan seputar menstruasi, ukuran payudara, dan lain
sebagainya. Anak perempuan yang lebih dahulu mengalami kematangan seksual akan merasa bahwa dirinya terlalu besar bila berada di kelompok
teman sekelasnya. Sebagian remaja ada yang berusaha melakukan diet dan sebagian lagi senam olahraga secara teratur. Penelitian yang dilakukan oleh
Abraham, Boyd, Lal, dan Taylor 2009 di Australia juga menyebutkan
adanya perilaku mengurangi berat badan dan perasaan terkait body image yang meningkat secara signifikan pada remaja. Remaja perempuan pada
penelitian ini tidak menunjukkan adanya perilaku untuk mengurangi berat badan namun cenderung merasa malu saat memakai pakaian yang pas di
tubuh dan remaja perempuan yang mengalami menache pada usia 9 tahun cenderung merasa canggung terhadap perkembangan tubuhnya yang lebih
cepat dan besar dibanding teman-teman seusianya yang lain. Perubahan fisik yang terjadi pada remaja memiliki kecepatan
pertumbuhan berbeda-beda. Oleh karena itu, remaja perempuan akan sangat
baik bila mengetahui bahwa mereka akan mengalami perubahan fisik agar tidak terjadi kebingungan terhadap apa yang terjadi pada dirinya. Selain itu,
perlu diberikan pemahaman bahwa perkembangan pada tubuhnya merupakan proses alamiah akibat pubertas yang dialami sehingga remaja diharapkan
dapat menyesuaikan diri dengan menerima secara positif terhadap perubahan bentuk tubuh yang dialami.
Remaja dalam tahap perkembangannya juga akan mengalami perubahan emosional dalam kehidupannya. Perubahan emosional yang
dirasakan remaja perempuan cenderung menjadi lebih sensitif yang tampak dari sikap mudah marah dan mudah tersinggung. Graber, Brooks-Gunn, dan
Warren 2006 menyebutkan dalam studinya bahwa kematangan dini remaja perempuan dengan kadar adrenal androgen yang tinggi menimbulkan
dorongan emosional yang tinggi dan pengaruh depresi dibandingkan remaja perempuan yang lainnya Santrock, 2008. Santrock 2008 di dalam bukunya
juga menyebutkan bahwa para ahli menyatakan faktor hormon saja bagaimanapun tidak bertanggung jawab terhadap perilaku remaja. Hasil
penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan Hardie 1997 maupun McFarlane dan William 1994 dalam Wade dan Tavris 2008
dengan hasil bahwa para subyek perempuan dalam penelitian itu, mereka mengingat pada saat fase pramenstruasi dan menstruasi, merasa lebih mudah
marah, terganggu, dan lebih depresif. Penelitian deskriptif yang dilakukan oleh Kaur dan Thakur 2008 pun memperkuat hasil penelitian ini di mana
gambaran premenstrual syndrome pada responden, beberapa diantaranya menunjukkan bahwa responden mudah tersinggung dan mengalami fluktuasi
mood. Remaja perempuan yang terlibat pada penelitian peneliti merasakan perubahan emosi yang tinggi saat menstruasi dibandingkan hari-hari
sebelumnya bahkan diantara mereka ada yang melakukan tindakan agresif, seperti mendorong atau menampar temannya. Perasaan depresif akan tetapi
tidak teridentifikasi pada remaja perempuan dalam penelitian ini. Perasaan tertarik dengan lawan jenis juga dirasakan remaja perempuan
pada penelitian ini. Hal itu sesuai dengan pernyataan Soetjiningih 2007 yang menyebutkan bahwa selain tertarik kepada dirinya, juga mulai muncul
perasaan tertarik kepada teman sebaya yang berlawanan jenis, walaupun masih disembunyikan karena mereka menyadari masih terlalu kecil untuk
pacaran. Pada remaja menengah, remaja banyak menggunakan waktunya untuk membuat dirinya lebih menarik sehingga mulai memperhatikan
dandanannya, misalnya pakaian, model rambut dan alat-alat kecantikan. Remaja perempuan dalam penelitian ini terdapat juga yang merasakan adanya
perasaan ketertarikan dengan lawan jenis terutama dirasakan saat berada di sekolah menengah pertama namun ia tidak membuat dirinya agar tampil lebih
menarik dengan berdandan untuk menarik perhatian lawan jenisnya. Dengan demikian, remaja perempuan cenderung memiliki perasaan
yang sensitif, terutama saat masa pubertasnya. Remaja perempuan perlu memahami bahwa hal itu dapat dikaitkan karena adanya perubahan hormonal.
Remaja perempuan
pun diharapkan
dapat mengontrol
aspek emosionalitasnya, terutama saat menstruasi.
Tema 5. Ketidaknyamanan remaja perempuan saat menarche
Ketidaknyamanan yang dirasakan saat menjalani masa menarche banyak dialami oleh remaja perempuan. Hasil penelitian yang telah dilakukan
peneliti menunjukkan bahwa secara umum semua remaja perempuan merasakan nyeri perut saat menarche. Beberapa remaja perempuan pun
mengeluh badan terasa sakit dan nyeri pinggang. Beberapa perempuan mengalami nyeri tajam atau seperti kram.
Dismenore merupakan menstruasi yang sangat nyeri. Banyak perempuan yang merasakan ketidaknyamanan pada awitan menstruasi tetapi tingkat
ketidaknyamanan dismenore jauh lebih tinggi dengan nyeri yang sering kali dirasakan di punggung bawah dan menjalar ke bawah hingga bagian atas
tungkai. Gejala yang terkait dismenore hebat, yakni adanya mual atau muntah, pucat atau lemas, sakit kepala atau migrain, gangguan usus, sertai
iritabilitas kandung kemih Andrews, 2009. Dismenore dibagi menjadi dua, yaitu dismenore primer dan sekunder. Dismenore primer tidak berhubungan
dengan patologi panggul dan dianggap sebagai akibat produksi prostaglandin yang berlebihan oleh uterus Norwitz dan Schorge, 2008. Dismenor sekunder
dikaitkan dengan gangguan yang didapat, seperti penyakit radang panggul, endometriosis, dan adenomiosis endometriosis yang terjadi di miometrium.
Pengobatannya bergantung pada temuan penyebab nyeri tersebut Andrews, 2009.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Eryilmaz dan Ozdemir 2009 pada siswa sekolah menengah atas di Turkey yang melaporkan nyeri
menstruasi yang menginisiasi siswa saat onset menstruasi lebih besar
dibandingkan dengan satu hari sebelum menstruasi. Penelitian serupa yang dilakukan oleh Adinma dan Adinma 2009 pada 1.408 remaja sekolah di
Onitsha juga melaporkan bahwa masalah yang sering dijumpai saat menstruasi yaitu nyeri perut 66,2 dan diikuti dengan nyeri pinggang
38,5. Sakit kepala juga dialami oleh remaja perempuan dalam penelitian ini
saat menarche. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Aegidus et.al. 2011 di Norway menyatakan bahwa sakit kepala umum terjadi pada pada perempuan
dengan usia menarche ≤12 tahun. Penelitian Mason, Nyotach, dan Howard 2013 di Kenya juga menyebutkan bahwa gejala fisik yang dirasakan remaja
pada penelitiannya meliputi sakit kepala, nyeri perut, sakit punggung, dan kelelahan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan peneliti di
mana terdapat remaja perempuan yang mengalami sakit kepala namun hanya sebagian kecil yang mengalami menarche pada usia ≤12 tahun.
Ketidaknyaman lain yang dialami oleh remaja perempuan yaitu adanya rasa mual saat menarche. Perasaan mual yang dirasakan pun akan
tetapi tanpa disertai dengan muntah. Hasil yang serupa juga didapat pada penelitian yang dilakukan Eryilmaz dan Ozdemir 2009 di Turkey dengan
responden sebanyak 252 orang melaporkan adanya rasa mual dan muntah yang dikaitkan dengan gejala akibat nyeri saat menstruasi.
Berkurangnya nafsu makan saat masa awal mengalami menarche juga dirasakan oleh sebagian remaja perempuan pada penelitian ini. Penelitian
yang dilakukan Adinma dan Adinma 2009 di Onitsha melaporkan bahwa dalam penelitian tersebut masalah yang dijumpai saat menstruasi salah
satunya, yaitu peningkatan nafsu makan 1,1. Hasil penelitian tersebut tidak sesuai dengan hasil penelitian ini yang mana remaja perempuan
mengungkapkan bahwa nafsu makannya berkurang terutama saat masa awal menstruasi pertama.
Ketidaknyamanan fisik saat mulai mengalami menarche merupakan kondisi fisiologis yang dikaitkan akibat hormon. Oleh karena itu, remaja
perempuan perlu mengetahui bahwa ketidaknyamanan fisik yang dirasakan saat menarche, seperti adanya nyeri perut, sakit kepala, ataupun mual bukan
merupakan kondisi patologis namun hal itu bisa merupakan suatu penyakit bila mengalami masalah pada organ reproduksi. Remaja perempuan pun perlu
memeriksakan diri jika dirasa ketidaknyamanan yang dialami semakin mengganggu aktivitas.
Remaja perempuan dalam penelitian ini, selain mengeluhkan
ketidaknyamanan fisik, juga mengeluhkan perasaan tidak nyaman saat situasi- situasi tertentu. Ketidaknyamanan situasional tersebut, salah satunya terjadi
saat memakai pembalut yang menimbulkan ketidaknyamanan karena ada perasaan mengganjal. Di samping itu, ketidaknyamanan situasional dirasakan
ketika darah menstruasi keluar berlebih, terutama dirasa saat berpindah posisi dari duduk ke berdiri. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian kualitatif di
Kenya yang menunjukkan bahwa selain menggunakan pembalut, beberapa remaja diantaranya, menggunakan pakaian tua, selimut, kain, kapas, atau tisu
sebagai item pengganti pembalut. Pemakaian alternatif item tersebut memberi kendala pada remaja karena ketidaknyamanan yang mempengaruhi mereka
untuk terlibat dalam kegiatan sekolah dan dilaporkan juga mempengaruhi saat sedang bermain dan bahkan berjalan Mason, Nyotach, dan Howard, 2013
. Ketidaknyamanan yang dirasakan remaja perempuan merupakan hal
yang sering dikeluhkan, terutama saat mulai menstruasi. Remaja perempuan pun perlu beradaptasi terhadap kondisi atau situasi tertentu yang dirasakan
setelah mengalami menarche. Remaja perempuan, seriring berjalannya waktu, diharapkan semakin dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap
kondisi tersebut.
ema 6. Upaya Remaja Perempuan dalam Mengatasi Ketidaknyamanan saat
Menarche
Setiap orang memiliki cara tersendiri dalam mengatasi suatu ketidaknyamanan yang dirasakan, begitu pula yang dilakukan remaja
perempuan dalam penelitian ini. Mayoritas dari mereka mencari tindakan pengobatan untuk mengurangi nyeri perut saat
menarche dengan
mengkonsumsi obat. Selain itu, tindakan distraksi juga dilakukan untuk mengurangi ketidaknyamanan yang dirasakan.
Tindakan untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi dua, yaitu tindakan peredaan nyeri nonfarmakologis dan terapi nyeri farmakologis. Tindakan
peredaan nyeri secara nonfarmakologis dapat dilakukan dengan distraksi, yaitu mengalihkan perhatian seseorang ke hal yang lain dan dengan demikian
menurunkan kewaspadaan terhadap nyeri. Salah satu distraksi yang efektif adalah musik, yang dapat menurunkan nyeri fisiologis, stres, dan kecemasan.
Selain itu, hipnosis diri dapat juga dilakukan dengan mengubah persepsi nyeri
melalui pengaruh sugesti positif. Terapi farmakologis dengan menggunakan beberapa agens farmakologi juga membantu menangani nyeri. Analgesik
merupakan metode yang paling umum untuk mengatasi nyeri Potter dan Perry, 2005. Dismenore primer dapat diobati menggunakan inhibitor anti-
prostaglandin sintetase, seperti asam mefenamat, asam fulfenamat, atau naproksen untuk mengurangi nyeri dan pengobatan pun harus dimulai segera
setelah menstruasi mulai terjadi Andrews, 2009. Remaja perempuan yang terlibat penelitin ini mengkonsumsi obat
untuk mengurangi nyeri perut saat menarche, baik dari resep dokter ataupun inisiatif sendiri tanpa mengetahui kesesuaian obat yang diminum namun
mereka merasa nyeri berkurang setelah mengkonsumsi obat tersebut. Selain itu, upaya distraksi juga dilakukan, diantaranya jalan-jalan, mendengarkan
musik, menonton televisi, ataupun bercanda dengan teman. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Erylmaz dan Ozdemir 2009 di
Turkey yang melaporkan hanya 8,9 yang mengkonsultasikan diri ke dokter untuk mengatasi nyeri. Metode nonfarmakologi yang dilakukan subyek
penelitian tersebut, meliputi penggunaan kompres air hangat 16,5, tidur 31,0, berjalan 11,3, massaging 11,0, mendengarkan musik 7,6,
penggunaan kompres air dingin 0,7. Strategi lain yang digunakan yaitu menjaga diri tetap hangat, menggunakan aromaterapi, dan mengkonsumsi
suplemen 24,4. Upaya untuk mengatasi ketidaknyamanan terhadap pengeluaran darah
menstruasi yang berlebih juga diatasi dengan memakai dua pembalut. Remaja perempuan lainnya memilih untuk memakai dua lapis celana dibanding
memakai dua pembalut. Hal itu sejalan dengan penelitian yang dilakukan Mason, Nyotach, dan Howard 2013 di Kenya yang menyebutkan beberapa
partisipan dalam penelitiannya selain menggunakan pembalut, juga
menggunakan bahan penyerap lain, seperti pakaian tua, selimut, potongan kasur tidur, kaos kaki, handuk, kapas atau tisu, ataupun beberapa pasang
celana yang dipakai saat menstruasi. Pemakaian pembalut double oleh remaja perempuan dalam penelitian ini dilakukan terutama pada saat menstruasi hari
pertama karena dirasa lebih mengeluarkan darah menstruasi yang banyak dibandingkan hari-hari setelahnya.
Upaya dalam mengatasi ketidaknyamanan saat menstruasi berbeda- beda antara remaja satu dengan yang lain. Upaya tersebut dilakukan, baik atas
inisiatif diri sendiri maupun diperoleh dari orang tua. Ketidaknyamanan yang dirasakan remaja perempuan perlu dikomunikasikan juga dengan orang tua
agar remaja perempuan dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang tepat dalam mengatasi hal tersebut, sebagai contoh dengan berobat ke dokter
dengan didampingi ibu pada saat merasakan dismenore hebat. Remaja perempuan sebaiknya mengkonsumsi obat sesuai anjuran dokter karena tidak
semua obat juga dapat tepat berperan mengatasi nyeri perut saat menstruasi.
Tema 7. Dukungan Remaja Perempuan saat menarche
Remaja perempuan dalam penelitian ini mendapatkan berbagai macam dukungan, seperti dukungan emosional maupun instrumental dari keluarga
serta dukungan informasional yang didapat dari berbagai pihak. Rels dan Sprecher 2008 dalam bukunya yang berjudul Encyclopedia of Human
Relatioships menyebutkan pernyataan Schetter dan Brooks yang menyatakan bahwa para peneliti membagi dukungan sosial dengan fungsi atau tipe yang
berbeda, yaitu sebagai sumber dukungan emosional, instrumental, dan informasional. Dukungan emosional berhubungan dengan tindakan
mendengarkan, merasa empati dan memahami, serta menunjukkan kasih sayang. Dukungan yang paling sederhana dari semua bentuk dukungan yaitu
dukungan instrumental yang juga dikenal sebagai tangible support yang mengacu pada penyediaan sumber daya material atau bantuan tindakan.
Dukungan lain yaitu dukungan informasional yang berhubungan dengan informasi, bimbingan, atau nasihat sebagai bentuk dukungan dalam
pemecahan masalah. Selain tiga jenis tipe tersebut, para peneliti telah mempelajari tipe dukungan lainnya, yaitu dukungan penghargaan yang juga
dikenal sebagai esteem support dan didefinisikan sebagai penyediaan informasi tentang sesuatu yang berharga dan bernilai. Penegasan tersebut
terkait erat dengan dukungan emosional dan sering dimasukkan ke dalam kategori yang sama.
Penelitian ini menunjukkan adanya dukungan emosional dari ibu, yang tampak dari kepedulian sang ibu dalam mendengarkan pengalaman
menarche partisipan serta mengarahkannya. Namun, partisipan cenderung hanya menceritakan pengalaman menarchenya. Selain itu, dukungan lainnya
juga diperoleh dari kakak sepupu dan teman. Remaja perempuan dalam penelitian ini, beberapa diantaranya cenderung lebih suka untuk berdiskusi
tentang menstruasi kepada temannya yang mana mereka dapat saling bertukar cerita terhadap pengalamannya masing-masing. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian Goel dan Kundan 2011 pada institusi pendidikan di kota Rohtak yang juga melaporkan lebih dari setengah remaja membahas masalah
menstruasi kepada ibu, sepertiga remaja suka berdiskusi dengan teman-teman mereka, dan enam remaja juga membahas masalah menstruasi kepada
ayahnya. Penelitian kualitatif yang diteliti oleh Mason, Nyotach, dan Howard 2013 di Kenya pun melaporkan bahwa pada beberapa remaja merasa dapat
membagi cerita kepada perempuan lain, yaitu biasa bercerita kepada ibu atau kerabat terdekat bibi, nenek, di samping guru perempuan dan teman. Salah
seorang partisipan dalam penelitian itu juga ada yang merasa takut untuk menceritakan bahwa ia telah mengalami menstruasi kepada ayahnya karena
takut ayahnya akan mempunyai pikiran negatif sehingga timbul hal-hal yang tidak diinginkan. Remaja perempuan dalam penelitian ini tidak menceritakan
pengalaman menarche kepada sang ayah karena menganggap bahwa ayahnya adalah seorang laki-laki dan tidak merasakan sendiri bagaimana menarche itu
sehingga mereka pun malu untuk menceritakan pengalamannya. Dukungan informasional terkait menstruasi dalam penelitian ini,
selain didapat dari ibu, kakak sepupu, dan teman juga didapat dari sekolah, nenek, bibi, serta dari pengajian. Penelitian yang dilakukan oleh Jayanti dan
Purwanti 2012 di SDN 1 Kretek, Paguyungan, memperkuat hasil penelitian ini, dengan melaporkan bahwa sumber informasi tentang menarche diperoleh
dari teman dan keluarga namun dalam penelitian tersebut sebagian besar sumber informasi tentang menarche diperoleh dari kelompok teman sebaya
yaitu sebanyak 27 anak 51,92 sedangkan 9 anak 17,30 didapat dari keluarga. Penelitian Mason, Nyotach, dan Howard 2013 di Kenya juga
menyebutkan bahwa informasi tentang menstruasi biasanya didapatkan dari anggota keluarga perempuan. Namun, pada penelitiannya, salah satu
partisipan mendapatkan informasi dari pamannya tentang usia menarche yang dimulai pada usia 8 tahun dan menjelaskan juga untuk membatasi bergaul
dengan laki-laki karena dapat berisiko hamil. Remaja perempuan dalam penelitian ini memperoleh dukungan, baik
dari keluarga, teman, kerabat nenek, bibi, kakak sepupu, sekolah, dan tempat pengajian. Ibu merupakan anggota keluarga yang cukup berperan
penting dalam membantu remaja perempuan saat menghadapi menarche. Bagi beberapa remaja perempuan pada penelitian ini, teman juga dianggap
sebagai tempat curhat yang nyaman seputar menstruasi. Dengan demikian, orang tua, terutama ibu, berperan penting dalam memfasilitasi remaja
perempuannya saat menghadapi menarche dengan pemberian informasi maupun bimbingan atau pengarahan. Dukungan dari teman, kerabat keluarga,
maupun sekolah juga berperan penting agar remaja perempuan dapat melewati masa menarche dengan baik.
Tema 8. Perawatan Diri Remaja Perempuan saat Menstruasi
Remaja perempuan perlu menjaga kebersihan dirinya saat sedang menstruasi. Perawatan diri yang teridentifikasi dalam penelitian ini, yaitu
dengan menjaga kebersihan tubuh dan melakukan penggantian pembalut setiap hari. Sebagian besar remaja perempuan membersihkan tubuhnya
mandi dengan intensitas yang sering pada saat masa awal menstruasi pertama dan durasi saat mandi pun cenderung menjadi bertambah lama. Hal
ini sesuai dengan penelitian Mason, Nyotach, dan Howard 2013 di Kenya yang melaporkan bahwa salah satu partisipan mengatakan bahwa ia sering
mandi dan sulit menyembunyikan hal itu saat menstruasi. Beberapa remaja yang terlibat dalam penelitiannya pun disebutkan bahwa mereka bersaing
dengan anggota keluarga mengenai penggunaan sabun dan air berlebih yang dapat menyebabkan konflik, bahkan dengan ibu. Kekurangan sabun dan air
berdampak dalam menjaga kebersihan celana dalam atau pembalut. Perawatan lainnya, yaitu dilakukan dengan mengganti pembalut yang
dipakai setiap harinya. Jumlah pembalut yang diganti setiap harinya terbilang cukup saat masa awal menstruasi pertama pada remaja dalam penelitian ini
namun terdapat pula yang mengganti pembalut hingga lima kali dalam
sehari. Hasil penelitian Mason, Nyotach,
dan Howard 2013 pun mengungkapkan beberapa remaja mengakui bahwa mereka tidak selalu
memiliki pembalut sehingga pada suatu kesempatan, mereka pun memakai kain. Hanya satu remaja menyatakan bahwa dia lebih menyukai memakai
kain di mana dia bisa mencucinya setelah digunakan dari pada membuang pembalut yang diproduksi. Penelitian yang dilakukan Sumpter dan Torondel
2013 yang berjudul A Systematic Review of the Health and Social Effects of Menstrual Hygiene Managent melaporkan bahwa penggunaan pembalut
sekali pakai dianggap sebagai praktik higienis yang baik. Kain yang dipakai dengan penggunaan berulang dianggap sebagai praktik yang buruk jika
dibandingkan dengan pembalut sekali pakai pada beberapa studi yang diidentifikasi Sumpter dan Torondel. Satu studi yang juga diidentifikasi pada
penelitian tersebut melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara
penggunaan pembalut dan infeksi saluran reproduksi, akibat efek negatif dari penggunaan pembalut atau praktik higienisitas saat menstruasi. Remaja
perempuan dalam penelitian ini juga memperhatikan kebersihan pembalut yang dipakainya dan mayoritas memakai pembalut sekali pakai dengan rata-
rata mengganti pembalutnya sebanyak 3-4 kali per hari. Remaja perempuan perlu mengetahui bagaimana perawatan diri saat
menstruasi karena dapat mempengaruhi kesehatannya, terutama kesehatan reproduksi. Perawatan diri yang penting untuk diperhatikan remaja
perempuan adalah menjaga kebersihan pembalut. Remaja perempuan perlu mengetahui bagaimana managemen penggantian pembalut setiap harinya dan
perlu jeli dalam memilih pembalut yang digunakan agar tidak memberikan efek negatif bagi kesehatannya.
Tema 9. Mitos-mitos Menstruasi yang Menghantui remaja perempuan
Cremers 1997 dalam Endraswara 2009 menyatakan bahwa mitos adalah cerita suci berbentuk simbolik yang mengisahkan serangkaian
peristiwa nyata dan imajiner menyangkut asal-usul dan perubahan-perubahan alam raya dan dunia, dewa-dewi, kekuatan-kekuatan atas kodrati, manusia,
pahlawan, dan masyarakat. Salah satu mitos yang berkaitan dengan seorang perempuan adalah mitos mengenai menstruasi. Mitos yang terdapat pada
penelitian ini, beberapa diantaranya berupa larangan. Beberapa mitos seputar menstruasi dalam penelitian ini, yaitu larangan untuk menggunting kuku dan
menyisir rambut di depan kaca saat malam hari, larangan tidur siang saat sedang menstruasi. Mitos lain yang diungkapkan, yakni bahwa minum soda
saat haid dapat menyebabkan membuat darah menstruasi banyak keluar, serta jika jempol kaki diinjak teman yang sedang menstruasi maka orang yang
terinjak akan ikut menstruasi. Hal itu sesuai dengan pernyataan Subhan 2004 dalam bukunya yang
juga mengemukakan bahwa ada juga mitos pada golongan masyarakat kita yang mempunyai kepercayaan bahwa perempuan yang sedang menstruasi
dilarang mencuci rambut atau memotong kuku, bahkan larangan-larangan semacam ini diyakini sebagai ajaran agama. Perempuan yang sedang
menstruasi harus mengundurkan diri serta menjauhi aktivitas dan harus tinggal di dalam rumah saja. Kepercayaan yang telah berakar ini disebabkan
keyakinan bahwa segala yang dikerjakan akan menjadi sesuatu yang tidak dikehendaki. Subhan 2004 dalam bukunya juga mengungkapkan bahwa
dalam cerita tradisi keagamaan, pandangan filsuf, kebudayaan, bahkan biomedis Barat, perempuan yang sedang menstruasi banyak dicerca. Ia pun
mengutip dalam buku Natural History karya Pliny yang mengungkapkan perempuan yang sedang menstruasi jika menyentuh anggur maka anggur
tersebut akan menjadi busuk, tanaman menjelang panen yang didatanginya menjadi gabug, tanaman-tanaman cangkokkan mati, biji-biji di kebun
mengering, buah-buahan di pohon berjatuhan, mata baja dan kilau gading menjadi buram, lebah madu mati, bahkan perunggu dan besi segera menjadi
karat, dsb. Anggapan bahwa perempuan yang sedang menstruasi di atas tampak sebagai suatu kutukan. Penelitian yang dilakukan oleh Goel dan
Kundan 2011 di kota Rothak juga melaporkan hasil penelitiannya yang menyebutkan anggapan remaja perempuan seputar menstruasi, yaitu lebih
dari 16 subyek penelitiannya berpikir bahwa menstruasi sebagai onset suatu penyakit dan tidak lebih dari 7 berpikir bahwa menstruasi merupakan
sebuah kutukan. Empat puluh lima persen subyek tidak diperbolehkan masuk ke dapur dan hampir seperempatnya diikuti pembatasan diet.
Mitos yang juga diungkapkan remaja perempuan dalam penelitian ini yaitu bahwa jika membuang pembalut sebelum dicuci saat sedang menstruasi
maka kelak akan dihantui makhluk halus dan jika buang air tidak bersih saat menstruasi kelak dijilat setan. Subhan 2004 dalam bukunya juga
menyatakan dalam Islam tidak ditemukan mitos atau takhayul menyangkut masalah menstruasi. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan Sudiarja
2006 yang menyatakan bahwa mitos boleh dikata merupakan pengungkapan awal mengenai kenyataan sejauh dipersepsikan oleh manusia sederhana.
Makna-makna mitos baru diketahui kemudian hari ketika ilmu agama mulai berkembang. Mitos-mitos diterima secara spontan, alamiah, dan turun-
temurun. Mitos-mitos yang didapat remaja perempuan dalam penelitian ini pun dapat dipengaruhi oleh kepercayaan, tradisi atau kebudayaan yang
mengakar di daerahnya. Remaja perempuan, oleh karena itu, perlu memahami secara utuh
tentang proses menstruasi dan perlu menelaah mitos mengenai menstruasi. Mitos-mitos menstruasi yang telah disebutkan di atas perlu diketahui remaja
bahwa hal itu merupakan anggapan-anggapan yang ada di masyarakat dan kebenaran akan hal tersebut belum tentu benar sehingga remaja perempuan
perlu membentengi diri agar tidak terpengaruhi dengan mitos-mitos terkait menstruasi di masyarakat.