Angga Permana Putra, 2013 Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Problem Solving Appraisal Dan Cognitive Appraisal
Pada Narapidana Korupsi Studi Korelasi di Lapas Sukamiskin Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
Gambar 3.2. Gambaran Hubungan antara Variabel Independen dan Dependen dengan Pengaruh Mediator
Standar error koefisien a dan b ditulis dengan S
a
dan S
b
, sementara S
ab
menggambarkan besarnya standar error tidak langsung indirect effect. S
ab
dihitung dengan rumus,
√
Keterangan: S
ab
: Standar error tidak langsung a
: Koefisien regresi tidak terstandar yang menggambarkan pengaruh X terhadap M
b : Koefisien regresi tidak terstandar yang menggambarkan pengaruh M
terhadap Y S
a
: Standar error dari koefisien a S
b
: Standar error dari koefisien b
Untuk menguji signifikansi pengaruh tidak langsung, perlu dihitung nilai t dari koefisien ab dengan rumus,
Angga Permana Putra, 2013 Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Problem Solving Appraisal Dan Cognitive Appraisal
Pada Narapidana Korupsi Studi Korelasi di Lapas Sukamiskin Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
Nilai t
hitung
kemudian dibandingkan dengan t
tabel
, jika t
hitung
lebih besar dari nilai t
tabel
+1,96 atau lebih kecil -1,96 maka dapat disimpulkan bahwa terjadi pengaruh mediasi. Tes Sobel dapat dihitung dengan bantuan kalkulator online
yang dapat diakses di http:quantpsy.orgsobelsobel.html dengan memasukkan angka-angka di atas Andanawari, 2013.
Angga Permana Putra, 2013 Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Problem Solving Appraisal Dan Cognitive Appraisal
Pada Narapidana Korupsi Studi Korelasi di Lapas Sukamiskin Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut.
1. Secara umum narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung memiliki
kecenderungan tipe kepribadian introvert. Napi dengan kepribadian introvert cenderung kurang giat dalam bekerja, santai, senang bermalas-
malasan, menyukai situasi yang tenang, dan aktivitas individual seperti membaca. Mereka cenderung sangat berhati-hati dalam mengambil
keputusan, dan sangat berhati-hati dalam menampilkan emosi mereka. 2.
Sebagian besar narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung secara umum memiliki kecenderungan cognitive appraisal yang tinggi. Napi
dengan cognitive appraisal yang tinggi cenderung menilai dan memberikan reaksi yang positif dalam menghadapi berbagai permasalahan di Lapas.
3. Sebagian besar narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung meyakini
dirinya sebagai effective problem solvers. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar napi meyakini dirinya mampu beradaptasi dengan mudah
dalam berbagai kondisi lingkungan seperti apapun, mampu menghadapi berbagai stressor, dan mampu untuk mengembangkan metode yang efektif
untuk meraih berbagai kebutuhan dan tujuan-tujuan hidupnya. 4.
Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang sangat rendah dan tidak signifikan antara tipe kepribadian dengan problem solving appraisal pada
narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung. Artinya napi dengan kecenderungan tipe kepribadian ektrovert belum tentu menilai dirinya
sebagai effective problem solvers. Begitu pula napi dengan kecenderungan tipe kepribadian introvert, mereka juga belum tentu menilai dirinya sebagai
ineffective problem solvers. Hasil ini bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan, dalam hal penelitian ini adalah
lingkungan Lapas.
Angga Permana Putra, 2013 Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Problem Solving Appraisal Dan Cognitive Appraisal
Pada Narapidana Korupsi Studi Korelasi di Lapas Sukamiskin Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
5. Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang rendah dan tidak signifikan
antara tipe kepribadian dengan cognitive appraisal pada narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung. Artinya napi dengan kecenderungan tipe
kepribadian ektrovert belum tentu memiliki cognitive appraisal yang tinggi. Begitupun halnya napi dengan kecenderungan tipe kepribadian introvert
juga belum tentu memiliki cognitive appraisal yang rendah. Hasil ini bisa terjadi karena beberapa faktor, salah satunya adalah faktor lingkungan, dan
dalam hal penelitian ini adalah lingkungan Lapas. 6.
Hasil uji statistik menunjukkan hubungan yang tergolong sedang dan signifikan antara cognitive appraisal dengan problem solving appraisal
pada narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung. Artinya napi dengan kecenderungan cognitive appraisal yang tinggi cenderung menilai
dirinya sebagai effective problem solvers. Sebaliknya napi dengan cognitive appraisal yang rendah cenderung menilai dirinya sebagai ineffective
problem solvers. 7.
Tidak terdapat pengaruh cognitive appraisal sebagai variabel mediator dalam hubungan antara tipe kepribadian dengan problem solving appraisal
pada narapidana korupsi di Lapas Sukamiskin Bandung. Hal ini disebabkan tidak terpenuhinya hubungan kausal antar variabel, dan jumlah sampel yang
dibutuhkan dalam uji model mediasi masih kurang.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka beberapa rekomendasi yang bisa peneliti berikan adalah sebagai berikut.
1. Bagi Napi
a. Memperbanyak aktivitas dan menjalani aktivitas di Lapas dengan lebih
baik, sehingga lebih produktif dan tidak menghabiskan waktu dengan percuma. Selain dapat mengisi waktu, aktivitas tersebut juga bertujuan
untuk menghindarkan napi dari sifat malas, berdiam diri atau melamun, dan menjauhkan napi dari pikiran-pikiran yang dapat menimbulkan
stres.
Angga Permana Putra, 2013 Hubungan Antara Tipe Kepribadian Dengan Problem Solving Appraisal Dan Cognitive Appraisal
Pada Narapidana Korupsi Studi Korelasi di Lapas Sukamiskin Bandung Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
b. Meningkatkan hubungan interpersonal, baik dengan napi lain, atau
petugas Lapas, dengan lebih berusaha untuk mengerti dan memahami mereka agar terhindar dari perilaku antisosial. Dengan lebih memahami
orang lain diharapkan napi dapat lebih memikirkan kepentingan orang lain atau kepentingan bersama, sehingga dapat terhindar dari
terulangnya perilaku korupsi. c.
Lebih bertanggung jawab terhadap berbagai macam hal, tidak hanya pada pekerjaan, tapi juga tanggung jawab moral terhadap jabatan dan
amanah yang telah diberikan, sehingga napi dapat terhindar dari terulangnya perilaku korupsi setelah keluar dari Lapas.
d. Mengikuti semua program yang telah diagendakan oleh Lapas dengan
baik, karena pada dasarnya program-program tersebut bertujuan untuk pembinaan dan pembimbingan dalam upaya meningkatkan kualitas
warga binaan pemasyarakatan dalam hal kualitas ketaqwaan kepada Tuhan YME, kualitas intelektual, kualitas sikap dan perilaku, kualitas
profesionalisme atau keterampilan, dan kualitas kesehatan jasmani dan rohani.
2. Bagi Pihak Lembaga Pemasyarakatan
a. Menggali dan memahami setiap permasalahan-permasalahan yang
dihadapi napi selama berada di Lapas agar dapat dilakukan antisipasi dan usaha penyelesaian permasalahan, sehingga dapat menghindarkan
napi dari kondisi stres. b.
Pihak Lapas diharapkan dapat mengembangkan pelatihan-pelatihan, pembinaan atau pemberian jasa konseling bagi napi. Pelatihan dan
konseling ini diharapkan dapat mencegah berkembangnya berbagai gangguan psikologis yang tidak diharapkan. Selain itu juga sebagai
sarana peningkatan kualitas intelektual, kualitas sikap dan perilaku, serta moral napi agar tindak pidana korupsi tidak terulang lagi di
kemudian hari. c.
Pihak Lapas diharapkan dapat melakukan peningkatan program- program yang sudah ada, karena program-program tersebut dapat