Analisis dampak pemekaran wilayah terhadap pengelompokkan kecamatan berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008

(1)

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH

TERHADAP PENGELOMPOKKAN KECAMATAN

BERDASARKAN BEBERAPA PEUBAH SOSIAL EKONOMI

DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008

OLEH

RA. LEISA TRIANA H14094003

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(2)

Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008 (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).

Dalam mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah guna meningkatkan dan mempercepat pembangunan daerah, pembangunan dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah. Pembangunan lintas wilayah mencakup upaya pengembangan wilayah untuk mendayagunakan potensi dan kemampuan daerah dengan berbagai alat kebijakan yang mendukung perkembangan perekonomian daerah, berkembangnya pemukiman, perkotaan, pedesaan, wilayah cepat tumbuh, perbatasan dan wilayah tertinggal, serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan hidup dan kehidupannya. Pemekaran wilayah menjadi suatu pilihan yang dilakukan pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan daerah.

Kabupaten Bogor sebelum otonomi daerah terdiri dari 30 kecamatan kini dimekarkan menjadi 40 kecamatan. Strategi pembangunan dilakukan dengan pendekatan per wilayah pembangunan yaitu wilayah pembangunan Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Namun dirasakan adanya ketimpangan pembangunan yang tercermin dari potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi yang tidak merata di Kabupaten Bogor.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengelompokkan kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor berdasarkan kondisi sarana sosial ekonomi dan potensi yang dimiliki sebagai suatu alternatif dalam menetapkan kebijakan pembangunan wilayah tersebut menjadi lebih operasional dan terarah. Pada penelitian ini, untuk mengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor digunakan analisis faktor dan analisis cluster dengan metode hierarki. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data agregat yang diolah dari potensi desa/kelurahan 2008 dan Publikasi Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2009.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam mengelompokkan wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragaman antar kecamatan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu: (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; (2) faktor produksi padi. Kemudian dengan menggunakan metode hierarki menurut jarak Euclidian didapatkan sebelas cluster kecamatan. Kesebelas cluster kecamatan tersebut terdiri dari cluster VII, VIII, IX, X, XI yang masing-masing beranggotakan satu kecamatan. Cluster I, II, III, IV, V, VI masing-masing beranggotakan sepuluh, tujuh, lima, lima, empat dan empat kecamatan. Kesebelas cluster dikelompokkan kembali menjadi empat wilayah yang masing-masing berisi beberapa cluster kecamatan yang dianggap mempunyai ciri faktor yang sama yaitu wilayah pertama adalah cluster kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai dan


(3)

produksi padinya cukup baik. Wilayah ini terdiri dari sembilan kecamatan. Wilayah kedua adalah cluster kecamatan yang potensi penduduk dan sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai terdiri dari lima kecamatan, wilayah ketiga adalah cluster kecamatan yang produksi padinya cukup baik terdiri dari sembilan kecamatan dan wilayah keempat adalah kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi kurang memadai dan produksi padinya cukup rendah yang terdiri dari 17 kecamatan. Berdasarkan wilayah pembangunan dengan menggunakan peubah yang sama maka wilayah pembangunan Bogor Timur memiliki potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai dan produksi padinya cukup baik, Bogor Tengah memiliki potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang cukup memadai sementara wilayah pembangunan Bogor Barat produktivitas padinya cukup baik.

Adapun perbedaan penelitian pada Tahun 1999 dan Tahun 2008 adalah jumlah peubah yang digunakan pada Tahun 1999 sebanyak 13 peubah dan pada Tahun 2008 sebanyak 12 peubah. Faktor yang terbentuk adalah lima faktor pada tahun 1999 dan dua faktor pada Tahun 2008. Banyaknya cluster yang terbentuk adalah sepuluh cluster pada Tahun 1999 dan 11 cluster pada Tahun 2008. Berkurangnya jumlah faktor dari lima pada tahun 1999 menjadi dua pada tahun 2008 dapat dijelaskan dari keragaman antar peubah dan korelasi erat antar peubah dengan faktornya. Penambahan jumlah cluster dari sepuluh cluster di tahun 1999 menjadi 11 cluster pada tahun 2008 dengan komposisi kecamatan berbeda dalam tiap kelompoknya disebabkan oleh jarak kedekatan antar peubahnya yang membuat beberapa kecamatan yang memiliki ciri yang sama berada pada satu cluster. Penambahan jumlah kecamatan yang disebabkan oleh pemekaran wilayah juga dimungkinkan dapat menambah cluster karena kecamatan-kecamatan hasil pemekaran memiliki ciri yang sama sehingga membentuk satu cluster baru. Kecamatan-kecamatan hasil pemekaran wilayah tergabung ke dalam satu cluster yang sama dimana rata-rata semua faktornya berada di bawah rata-rata kabupaten. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan. pembangunan ekonomi dan pembangunan sarana sosial ekonomi hendaknya diprioritaskan pada kecamatan yang termasuk pada Wilayah IV. Untuk wilayah yang berpotensi dalam produksi padi diharapkan dapat dikembangkan industri yang mengolah hasil pertanian baik itu industri besar sedang maupun industri kecil dan kerajinan rumah tangga.


(4)

Oleh

RA. LEISA TRIANA H14094003

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(5)

Judul Skripsi : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008 Nama Mahasiswa : RA. Leisa Triana

Nomor Registrasi Pokok : H14094003

Program Studi : Ilmu Ekonomi

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si NIP. 19730424 200604 2 006

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

RA. Leisa Triana H14094003


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama RA. Leisa Triana lahir pada tanggal 16 April 1976 di Jakarta. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan H.RM. Inuni Pasha Ayub Bachtiar (Alm) dan Hj. F. Hanidah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada SDN Curug I pada Tahun 1988, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cimanggis dan lulus pada tahun 1991. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMA Negeri 39 Jakarta.

Pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan Diploma III di Akademi Tinggi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, Kemudian penulis menamatkan pendidikan Diploma IV jurusan Statistik Sosial Kependudukan dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2001 Statistik (STIS). Pada saat ini penulis sedang menjalani Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.


(8)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul ”Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan segenap waktu, ilmu dan perhatiannya dalam membimbing penulis baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kuliah seperjuangan yang telah sangat membantu memberikan kritik dan saran pada saat Seminar Hasil Penelitian skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Annazri yang telah memberi kesempatan, perhatian dan dorongan, Bapak Dedi Supriadi yang terus memberikan motivasi agar pantang menyerah, rekan-rekan BPS Kabupaten Bogor, rekan-rekan BPS Propinsi Jawa Barat dan semua pihak atas segala penyediaan dan pengolahan data yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta, seluruh keluarga besar Cisalak, seluruh keluarga besar Purwokerto, atas kesabaran, dorongan, nasehat dan doa yang dipanjatkan sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ini. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Kuntarto Purnomo, serta mutiara-mutiara hidupku, Mayang dan Ahsan. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar


(9)

artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2009

RA. Leisa Triana H14094003


(10)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Tinjauan Teori-teori ... 9

2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 9

2.1.2. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah .. 10

2.2. Ketimpangan Pembangunan ... 14

2.3. Pembangunan Wilayah ... 15

2.4. Penelitian Sebelumnya ... 18

2.5. Kerangka Pemikiran ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 25

3.2.1. Analisis Faktor ... 25

3.2.2. Analisis Cluster ………...……. 31

3.3. Definisi Operasional Variabel ... 32

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR... 34

4.1. Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor ... 34

4.2. Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor ... 34


(11)

ANALISIS DAMPAK PEMEKARAN WILAYAH

TERHADAP PENGELOMPOKKAN KECAMATAN

BERDASARKAN BEBERAPA PEUBAH SOSIAL EKONOMI

DI KABUPATEN BOGOR TAHUN 2008

OLEH

RA. LEISA TRIANA H14094003

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(12)

Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008 (dibimbing oleh FIFI DIANA THAMRIN).

Dalam mengimplementasikan kebijakan otonomi daerah guna meningkatkan dan mempercepat pembangunan daerah, pembangunan dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah. Pembangunan lintas wilayah mencakup upaya pengembangan wilayah untuk mendayagunakan potensi dan kemampuan daerah dengan berbagai alat kebijakan yang mendukung perkembangan perekonomian daerah, berkembangnya pemukiman, perkotaan, pedesaan, wilayah cepat tumbuh, perbatasan dan wilayah tertinggal, serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan hidup dan kehidupannya. Pemekaran wilayah menjadi suatu pilihan yang dilakukan pemerintah daerah untuk mempercepat pembangunan daerah.

Kabupaten Bogor sebelum otonomi daerah terdiri dari 30 kecamatan kini dimekarkan menjadi 40 kecamatan. Strategi pembangunan dilakukan dengan pendekatan per wilayah pembangunan yaitu wilayah pembangunan Bogor Barat, Bogor Tengah dan Bogor Timur. Namun dirasakan adanya ketimpangan pembangunan yang tercermin dari potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi yang tidak merata di Kabupaten Bogor.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengelompokkan kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor berdasarkan kondisi sarana sosial ekonomi dan potensi yang dimiliki sebagai suatu alternatif dalam menetapkan kebijakan pembangunan wilayah tersebut menjadi lebih operasional dan terarah. Pada penelitian ini, untuk mengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor digunakan analisis faktor dan analisis cluster dengan metode hierarki. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa data agregat yang diolah dari potensi desa/kelurahan 2008 dan Publikasi Kabupaten Bogor dalam Angka tahun 2009.

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa dalam mengelompokkan wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragaman antar kecamatan yang disebabkan oleh dua faktor yaitu: (1) faktor potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi; (2) faktor produksi padi. Kemudian dengan menggunakan metode hierarki menurut jarak Euclidian didapatkan sebelas cluster kecamatan. Kesebelas cluster kecamatan tersebut terdiri dari cluster VII, VIII, IX, X, XI yang masing-masing beranggotakan satu kecamatan. Cluster I, II, III, IV, V, VI masing-masing beranggotakan sepuluh, tujuh, lima, lima, empat dan empat kecamatan. Kesebelas cluster dikelompokkan kembali menjadi empat wilayah yang masing-masing berisi beberapa cluster kecamatan yang dianggap mempunyai ciri faktor yang sama yaitu wilayah pertama adalah cluster kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai dan


(13)

produksi padinya cukup baik. Wilayah ini terdiri dari sembilan kecamatan. Wilayah kedua adalah cluster kecamatan yang potensi penduduk dan sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai terdiri dari lima kecamatan, wilayah ketiga adalah cluster kecamatan yang produksi padinya cukup baik terdiri dari sembilan kecamatan dan wilayah keempat adalah kecamatan yang potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi kurang memadai dan produksi padinya cukup rendah yang terdiri dari 17 kecamatan. Berdasarkan wilayah pembangunan dengan menggunakan peubah yang sama maka wilayah pembangunan Bogor Timur memiliki potensi penduduk, sarana prasarana sosial ekonomi cukup memadai dan produksi padinya cukup baik, Bogor Tengah memiliki potensi penduduk dan sarana sosial ekonomi yang cukup memadai sementara wilayah pembangunan Bogor Barat produktivitas padinya cukup baik.

Adapun perbedaan penelitian pada Tahun 1999 dan Tahun 2008 adalah jumlah peubah yang digunakan pada Tahun 1999 sebanyak 13 peubah dan pada Tahun 2008 sebanyak 12 peubah. Faktor yang terbentuk adalah lima faktor pada tahun 1999 dan dua faktor pada Tahun 2008. Banyaknya cluster yang terbentuk adalah sepuluh cluster pada Tahun 1999 dan 11 cluster pada Tahun 2008. Berkurangnya jumlah faktor dari lima pada tahun 1999 menjadi dua pada tahun 2008 dapat dijelaskan dari keragaman antar peubah dan korelasi erat antar peubah dengan faktornya. Penambahan jumlah cluster dari sepuluh cluster di tahun 1999 menjadi 11 cluster pada tahun 2008 dengan komposisi kecamatan berbeda dalam tiap kelompoknya disebabkan oleh jarak kedekatan antar peubahnya yang membuat beberapa kecamatan yang memiliki ciri yang sama berada pada satu cluster. Penambahan jumlah kecamatan yang disebabkan oleh pemekaran wilayah juga dimungkinkan dapat menambah cluster karena kecamatan-kecamatan hasil pemekaran memiliki ciri yang sama sehingga membentuk satu cluster baru. Kecamatan-kecamatan hasil pemekaran wilayah tergabung ke dalam satu cluster yang sama dimana rata-rata semua faktornya berada di bawah rata-rata kabupaten. Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan. pembangunan ekonomi dan pembangunan sarana sosial ekonomi hendaknya diprioritaskan pada kecamatan yang termasuk pada Wilayah IV. Untuk wilayah yang berpotensi dalam produksi padi diharapkan dapat dikembangkan industri yang mengolah hasil pertanian baik itu industri besar sedang maupun industri kecil dan kerajinan rumah tangga.


(14)

Oleh

RA. LEISA TRIANA H14094003

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2009


(15)

Judul Skripsi : Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008 Nama Mahasiswa : RA. Leisa Triana

Nomor Registrasi Pokok : H14094003

Program Studi : Ilmu Ekonomi

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Fifi Diana Thamrin, SP, M.Si NIP. 19730424 200604 2 006

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dedi Budiman Hakim, Ph.D. NIP. 19641022 198903 1 003


(16)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Oktober 2009

RA. Leisa Triana H14094003


(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama RA. Leisa Triana lahir pada tanggal 16 April 1976 di Jakarta. Penulis anak ketiga dari empat bersaudara, dari pasangan H.RM. Inuni Pasha Ayub Bachtiar (Alm) dan Hj. F. Hanidah. Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar pada SDN Curug I pada Tahun 1988, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 1 Cimanggis dan lulus pada tahun 1991. Tiga tahun kemudian yaitu pada tahun 1994 penulis menamatkan pendidikan menengah di SMA Negeri 39 Jakarta.

Pada tahun 1997 penulis menamatkan pendidikan Diploma III di Akademi Tinggi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, Kemudian penulis menamatkan pendidikan Diploma IV jurusan Statistik Sosial Kependudukan dengan gelar Sarjana Sains Terapan (S.ST) pada Tahun 2001 Statistik (STIS). Pada saat ini penulis sedang menjalani Program Pra-S2 (Matrikulasi/Alih Jenjang S1) sebagai salah satu syarat melanjutkan studi di Sekolah Pasca Sarjana Mayor Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.


(18)

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan judul ”Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pengelompokkan Kecamatan Berdasarkan Beberapa Peubah Sosial Ekonomi di Kabupaten Bogor Tahun 2008”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Fifi Diana Thamrin yang telah memberikan segenap waktu, ilmu dan perhatiannya dalam membimbing penulis baik teknis maupun teoritis dalam proses pembuatan skripsi ini. Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Ibu Wiwiek Rindayanti yang telah menguji hasil karya ini. Semua saran dan kritikan beliau merupakan hal sangat berharga dalam penyempurnaan skripsi ini. Segala kesalahan yang terjadi dalam penelitian ini, sepenuhnya merupakan tanggung jawab penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kuliah seperjuangan yang telah sangat membantu memberikan kritik dan saran pada saat Seminar Hasil Penelitian skripsi ini. Penulis juga berterimakasih kepada Bapak Annazri yang telah memberi kesempatan, perhatian dan dorongan, Bapak Dedi Supriadi yang terus memberikan motivasi agar pantang menyerah, rekan-rekan BPS Kabupaten Bogor, rekan-rekan BPS Propinsi Jawa Barat dan semua pihak atas segala penyediaan dan pengolahan data yang telah banyak membantu dalam penyelesaian penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada ibunda tercinta, seluruh keluarga besar Cisalak, seluruh keluarga besar Purwokerto, atas kesabaran, dorongan, nasehat dan doa yang dipanjatkan sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ini. Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada suami tercinta, Kuntarto Purnomo, serta mutiara-mutiara hidupku, Mayang dan Ahsan. Kesabaran dan dorongan mereka sangat besar


(19)

artinya dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga karya ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Oktober 2009

RA. Leisa Triana H14094003


(20)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Kegunaan Penelitian ... 7

1.5. Ruang Lingkup ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9

2.1. Tinjauan Teori-teori ... 9

2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi ... 9

2.1.2. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah .. 10

2.2. Ketimpangan Pembangunan ... 14

2.3. Pembangunan Wilayah ... 15

2.4. Penelitian Sebelumnya ... 18

2.5. Kerangka Pemikiran ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 25

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 25

3.2. Metode Analisis ... 25

3.2.1. Analisis Faktor ... 25

3.2.2. Analisis Cluster ………...……. 31

3.3. Definisi Operasional Variabel ... 32

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN BOGOR... 34

4.1. Kondisi Kependudukan Kabupaten Bogor ... 34

4.2. Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor ... 34


(21)

ii

4.4. Kondisi Ekonomi Kabupaten Bogor ... 37

4.4.1. Struktur Ekonomi ... 37

4.4.2. Pertumbuhan Ekonomi ... 38

4.4.3. Pendapatan per Kapita ... 39

V.HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1. Analisis Deskriptif ... 41

5.1.1. Potensi Wilayah ……….. 41

5.1.2. Sarana Pendidikan dan Kesehatan………... 42

5.2. Hasil Analisis Faktor ... 44

5.3. Hasil Analisis Cluster ... 47

5.4. Analisis Wilayah Pembangunan ... 58

5.5. Analisis Dampak Pengelompokkan Wilayah Kecamatan Sebelum dan Setelah Pemekaran Wilayah ... 66

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... 76

6.1. Kesimpulan ... 76

6.2. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79


(22)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

4.1. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin

Tahun 2007 ... 35 4.2. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Bogor dan

Komponennya Tahun 2005-2008 ... 36 4.3. Struktur Ekonomi Kabupaten Bogor Menurut Kelompok Sektor

Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2008 ... 37 4.4. Laju Pertumbuhan PDRB Kabupaten Bogor Menurut Kelompok

Sektor Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2005-2008 ... 39 4.5. Perkembangan Pendapatan per Kapita Penduduk Kabupaten

Bogor Tahun 2005-2008 ... 40 5.1. Nilai Akar Ciri, Persentase Keragaman Data dan Persentase

Kumulatif Keragaman Data ... 44 5.2. Rotasi Faktor ... 45 5.3. Rata-rata Skor Faktor Tiap Cluster ... 48 5.4. Cluster Kecamatan Menurut Wilayahnya

Di Kabupaten Bogor ... 55 5.5. Rata-rata Skor Faktor Tiap Wilayah Pembangunan ... 59 5.6. Jumlah Peubah dan Hasil Penelitian Pengelompokan

Kecamatan Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah

di Kabupaten Bogor ... 67 5.7. Daftar Kecamatan Menurut Cluster Sebelum dan Sesudah

Pemekaran Wilayah di Kabupaten Bogor ... 71 5.8. Daftar Kecamatan Menurut Potensi Wilayah Tahun 1999


(23)

iv

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

2.1. Model Interaksi Kependudukan , Lingkungan

dan Pembangunan ... 21 2.2. Kerangka Pikir Penelitian ... 23


(24)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Kepadatan Penduduk dan Rumah Tangga Miskin di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 81 2. Produksi Padi Sawah, Jumlah Sarana Perdagangan

Jumlah Industri Besar Sedang, Jumlah IKKR, Jumlah Hotel dan Jumlah Objek Wisata di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 82 3. Jumlah SLTP dan Jumlah Puskesmas di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 83 4. Daftar Skor Faktor Tiap Kecamatan di Kabupaten Bogor ... 84 5. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana

Sosial Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 85 6. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana

Sosial Ekonomi per Cluster Kecamatan di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 87 7. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana

Sosial Ekonomi per Wilayah di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 91 8. Data Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana Prasarana

Sosial Ekonomi per Wilayah Pembangunan di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 93 9. Data Z Score Peubah yang Mewakili Sumber Daya dan Sarana

Prasarana Sosial Ekonomi per Kecamatan di Kabupaten Bogor

Tahun 2008 ... 95 10.Hasil Analisis Faktor ... 97 11.Hasil Analisis Cluster ... 101 12.Dendogram ... 102


(25)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha dan kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, memperluas lapangan kerja, memeratakan distribusi pendapatan, meningkatkan hubungan ekonomi regional dan mengusahakan pergeseran kegiatan ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Pembangunan dilakukan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi, dan institusional dimana terpenuhinya seluruh kebutuhan dasar manusia, meningkatnya standar hidup dan tersedianya pilihan pilihan ekonomis dan sosial bagi setiap individu.

Pembangunan ekonomi dalam kerangka perekonomian daerah, Arsyad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal.

Untuk itu pemerintah mengeluarkan kebijakan Otonomi Daerah melalui Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah


(26)

sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, didalamnya daerah diberikan hak dan kewenangan sesuai dengan prinsip otonomi yang luas, nyata dan bertanggungjawab serta berhak mengatur seluruh kewenangannya, baik berupa urusan wajib maupun urusan pilihan, mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 juga mengatur penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelaksanaan desentralisasi.

Konsep pembangunan yang dicantumkan dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas 2000-2004) untuk meningkatkan dan mempercepat pembangunan daerah dilakukan dengan konsep pembangunan lintas wilayah. Pembangunan lintas wilayah mencakup upaya pengembangan wilayah untuk mendayagunakan potensi dan kemampuan daerah dengan berbagai alat kebijakan yang mendukung perkembangan perekonomian daerah, berkembangnya pemukiman, perkotaan, pedesaan, wilayah cepat tumbuh, perbatasan dan wilayah tertinggal, serta pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kapasitas masyarakat, meningkatkan hidup dan kehidupannya. Secara khusus Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 mengatur ketentuan mengenai pembentukan daerah dan kawasan khusus yang dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih dengan syarat yang diatur perundang-undangan. Hal ini menjelakan bahwa pemerintah pusat


(27)

3

telah mengakomodir keinginan pemerintah dan masyarakat daerah melalui pemekaran wilayah, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Sebelum otonomi daerah diberlakukan, wilayah di Kabupaten Bogor terdiri dari 30 kecamatan kemudian setelah otonomi daerah diberlakukan maka dengan Perda No. 3 Tahun 2003 tentang pembentukan dan Perda No. 40 Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja (OTK) Kecamatan, telah terbentuk 10 kecamatan baru hasil pemekaran wilayah yaitu Kecamatan Sukajaya, Tanjungsari, Tajurhalang, Leuwisadeng, Rancabungur, Tamansari, Cigombong, Tenjolaya, Klapanunggal dan Ciseeng, sehingga saat ini Kabupaten Bogor terdiri atas 40 kecamatan. Adanya pemekaran wilayah kecamatan di Kabupaten Bogor ini diharapkan perekonomian Kabupaten Bogor dapat berkembang pesat yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk membangun suatu daerah sebaiknya kebijakan yang diambil harus sesuai dengan masalah, kebutuhan dan potensi daerah yang bersangkutan. Hal ini ditekankan karena setiap daerah memiliki potensi yang berbeda-beda baik dari sisi potensi sosial ekonomi, kandungan sumber daya alam, kondisi geografis maupun potensi khas daerah lainnya.

Terkait dengan pentingnya identifikasi kebutuhan dan potensi dalam proses perencanaan pembangunan daerah, maka berbagai pendekatan model perencanaan pembangunan daerah dapat dilakukan untuk menentukan arah dan bentuk kebijakan yang diambil. Sebelum merumuskan kebijakan pembangunan wilayah hendaknya terlebih dahulu perlu ditetapkan pengelompokkan wilayah pembangunan dengan memperhatikan kondisi dan potensi wilayah bersangkutan.


(28)

Maka perumusan kebijakan akan lebih tepat, sesuai dengan kondisi, permasalahan dan potensi wilayah. Salah satunya adalah pengelompokkan wilayah yang memiliki karakteristik sosial ekonomi yang sama (homogenous region).

Rencana Strategis (Renstra) Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2003-2008 yang tertuang pada Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 2 Tahun 2004 berisi tentang ditetapkannya visi, misi, tujuan dan sasaran serta strategi pembangunan. Strategi pembangunan yang dirumuskan berupa serangkaian kebijakan dan program yang memfokuskan pada penyusunan kegiatan dan pengalokasian sumberdaya, terdiri dari strategi pembangunan perwilayahan pembangunan dan strategi urusan pemerintahan. Strategi perwilayahan pembangunan dikelompokkan ke dalam strategi percepatan pembangunan di wilayah Bogor Barat, pengendalian pembangunan di Bogor Tengah dan strategi pemantapan pembangunan di wilayah Bogor Timur.

Pembangunan berdasarkan wilayah pembangunan ini diharapkan dapat mencapai tujuan yang diinginkan tiap wilayah pembangunan secara lebih terarah. Namun saat ini masih dirasakan adanya ketimpangan pembangunan pada beberapa wilayah kecamatan yang dapat dilihat dari perbedaan tingkat kesejahteraan dan perkembangan ekonomi antar wilayah. Berdasarkan indeks Williamson dengan data tahun 2005 didapatkan indeks ketimpangan wilayah pembangunan Bogor Barat 0,27, Bogor Tengah 0,23 dan Bogor Timur 0,06. Hal ini menunjukkan bahwa ketimpangan pembangunan ekonomi pada tiap wilayah pembangunan cukup rendah berarti cukup merata pada tiap wilayah pembangunan. Namun bila dibandingkan antar wilayah pembangunan,


(29)

5

ketimpangan pembangunan ekonomi di wilayah Bogor Barat lebih tinggi dibandingkan wilayah pembangunan yang lainnya. Jumlah rumah tangga miskin hasil pendataan BPS tahun 2008 menunjukkan bahwa di Kecamatan Gunung Putri berjumlah 2.773 rumah tangga miskin sedangkan di Kecamatan Leuwiliang mencapai 11.429 rumah tangga miskin (lampiran 1). Ketimpangan pelayanan sosial dasar yang tersedia, seperti pendidikan dan kesehatan juga terjadi antar wilayah, dari data terlihat jumlah SLTP di Kecamatan Cibinong berjumlah 39 SLTP sementara di Kecamatan Sukajaya hanya ada 3 SLTP. Kondisi yang sama juga terlihat pada jumlah puskesmas dimana di Kecamatan Cibinong ada 10 puskesmas sementara di Kecamatan Parung dan Tajurhalang hanya ada 2 puskesmas (lampiran 3).

Bila dilihat dari wilayah pembangunan yang ada terdapat perbedaan potensi kecamatan dalam satu wilayah pembangunan. Wilayah pembangunan Bogor Barat terdiri dari kecamatan-kecamatan yang berpotensi dalam sektor pertanian. Sementara untuk wilayah pembangunan Bogor Timur terdiri dari kecamatan kecamatan yang sebagian berpotensi di sektor pertanian dan sebagian lagi berpotensi pada sektor industri dan untuk Bogor Tengah terdiri dari kecamatan-kecamatan yang sebagian berpotensi pada sektor perdagangan dan jasa, sebagian lagi berpotensi pada sektor industri.

Sumber daya manusia di Kabupaten Bogor persebarannya juga yang tidak merata antar kecamatan. Hal ini ditandai dengan kepadatan penduduk yang berbeda cukup tinggi yaitu di atas 5.000 jiwa per kilometer persegi di Kecamatan Ciomas, Bojonggede dan Cibinong serta terendah di Kecamatan Tanjungsari dan


(30)

Jasinga yang kepadatannya kurang dari 500 jiwa per kilometer persegi. Banyak faktor yang menyebabkan persebaran penduduk ini tidak merata. Salah satunya adalah keterkaitan manusia dengan lingkungan hidup yang ditempatinya, baik lingkungan fisik, sosial dan komponen keluarga, tetangga, organisasi sosial, serta lingkungan budaya. Semua komponen ini amat berpengaruh dalam penyebaran penduduk dan pergerakan manusia untuk mencapai tujuan hidup yang diidealkannya. Pengaruh potensi sosial ekonomi pada setiap kecamatan juga sangat berperan dalam mewujudkan terjadinya ketidakmerataan persebaran penduduk.

Bila ditelaah lebih lanjut kecamatan yang kepadatannya kurang dari 500 jiwa per kilometer persegi adalah kecamatan yang sebagian besar wilayahnya adalah daerah pertanian dan perkebunan. Pembangunan sarana dan prasarana sosial ekonomi di daerah yang berpotensi pertanian ini masih dirasakan kurang memadai. Sementara di kecamatan yang padat penduduknya sarana dan prasarana sosial ekonomi yang sebenarnya sudah memadai masih terus bertambah jumlahnya misalnya jumlah sarana kesehatan dan jumlah sarana perdagangan. Tentunya akan sangat berarti bila dalam merencanakan pembangunan terlebih dahulu mengetahui potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi antar kecamatan. Pembangunan yang dilaksanakan diharapkan lebih terarah sehingga merangsang terciptanya pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development). Untuk itu perlu dibuat suatu pengelompokkan wilayah kecamatan yang memiliki kesamaan potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi


(31)

7

sebagai suatu alternatif bagi pemerintah daerah dalam merumuskan kebijakan pembangunan.

1.2. Perumusan Masalah

Sejalan dengan latar belakang dan uraian sebelumnya, maka penulis mencoba melakukan pengelompokkan wilayah baru yang berdasarkan potensi wilayah dan kondisi sarana-prasarana sosial ekonomi. Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. faktor-faktor apa saja yang mewakili kesamaan karakteristik dari potensi wilayah dan kondisi sarana prasarana sosial ekonomi;

2. pengelompokkan baru wilayah Kabupaten Bogor berdasarkan faktor tersebut.

1.3. Tujuan Penelitian

Secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. menganalisis dan mengidentifikasi faktor-faktor yang mewakili kesamaan karakteristik dari potensi wilayah yang dilihat dari sarana prasarana sosial ekonomi yang telah dibangun di wilayah Kabupaten Bogor;

2. menganalisis hasil pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor yang memiliki kesamaaan karakteristik sosial ekonominya.

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu:


(32)

2. pengelompokkan wilayah kecamatan dapat menjadi masukan dan bahan evaluasi bagi Pemerintah Kabupaten Bogor dalam rangka penyusunan perencanaan pembangunan;

3. hasil penelitian ini dapat pula digunakan sebagai bahan acuan untuk penelitian-penelitian serupa selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor. Objek penelitian adalah 40 kecamatan di Kabupaten Bogor dengan menggunakan data agregat 12 peubah untuk mewakili variabel kependudukan, kondisi lingkungan, sarana prasarana ekonomi dan non ekonomi yang ada di wilayah Kabupaten Bogor.


(33)

II.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Tinjauan Teori-teori

2.1.1. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi

Pembangunan ekonomi adalah usaha-usaha untuk meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang seringkali diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil perkapita. Tujuan pembangunan ekonomi adalah meningkatkan pendapatan nasional riil dan meningkatkan produktivitas. Todaro (2000) mendefinisikan pembangunan ekonomi sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup perubahan struktur, sikap hidup dan kelembagaan, selain mencakup peningkatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan pemberantasan kemiskinan.

Menurut Jhingan (1988), beberapa ahli ekonomi seperti Schumpeter dan Ursula Hicks, telah membuat perbedaan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Pertumbuhan menurut Schumpeter merupakan perubahan secara spontan dan terputus dalam keadaan stasioner yang senantiasa mengubah dan mengganti situasi keseimbangan yang ada sebelumnya.

Namun pembangunan yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi telah membuat kekhawatiran akan rusaknya lingkungan hidup, khususnya lingkungan alam yang dapat mendukung pembangunan secara berkelanjutan. Untuk itu konsep pembangunan berkelanjutan merupakan jawaban terhadap kritik konsep pembangunan yang lebih menekankan pertumbuhan ekonomi.


(34)

Komisi Brundtland PBB (1987) mendefinisikan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah model pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi masa kini maupun masa depan secara harmonis. Definisi ini membawa beberapa konsekuensi yang antara lain menuntut adanya kesadaran dan kemauan nasional untuk melaksanakan proses pembangunan agar berjalan seimbang dengan proses pelestarian kualitas lingkungan dan pembaharuan sumber daya agar dapat menjamin tercapainya pemerataan antar generasi dan tidak hanya sekedar mencapai sasaran material semata-mata atau pertumbuhan ekonomi saja, tetapi juga terpenuhinya aspirasi berbagai masyarakat.

Sumber daya manusia, sumber daya alam, dan teknologi adalah tiga faktor pembangunan yang pokok. Sumber daya manusia adalah jumlah, komposisi, karakteristik dan persebaran penduduk. Sumber daya alam adalah semua sumber daya yang disediakan oleh alam meliputi sumber daya yang dapat diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui.

2.1.2. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Arsyad (1999) menyatakan bahwa pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi daerah. Untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi daerah tersebut dibutuhkan kebijakan pembangunan yang didasarkan pada


(35)

11

kekhasan daerah (endogenous development), dengan menggunakan potensi sumberdaya lokal.

Untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, kebijaksanaan utama yang perlu dilakukan adalah mengusahakan semaksimal mungkin agar prioritas pembangunan daerah sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini perlu diusahakan karena potensi pembangunan yang dihadapi oleh masing-masing daerah sangat bervariasi. Karena itu, bila prioritas pembangunan daerah kurang sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing daerah, maka sumber daya yang ada kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Keadaan tersebut mengakibatkan relatif lambatnya proses pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dikatakan berjalan jika ditandai dengan adanya pertumbuhan ekonomi.

Menurut Sjafrizal (2008) dalam konteks pembangunan ekonomi daerah maka konsep wilayah (region) digunakan sebagai representasi dari unsur ruang (space) yang diartikan sebagai suatu kesatuan ruang yang dikelompokkan berdasarkan unsur tertentu (berupa kondisi sosial ekonomi maupun keterkaitan antar wilayah) tergantung dari tujuan analisa. Berdasarkan beberapa unsur utama tersebut secara umum terdapat 4 bentuk wilayah, yaitu:

a. homogeneous region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan kesamaan karakteristik sosial ekonomi dalam wilayah yang bersangkutan;

b. nodal region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk dengan memperhatikan keterkaitan sosial ekonomi yang erat antar daerah;


(36)

c. planning region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk untuk tujuan perencanaan pembangunan;

d. administrative region, yaitu kesatuan wilayah yang dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan dan kebutuhan administrasi pemerintahan.

Sasaran pembangunan ekonomi daerah adalah mewujudkan kemakmuran wilayah dan kemakmuran masyarakatnya. Kemakmuran wilayah adalah terwujudnya kondisi fisik daerah yang maju meliputi sarana dan prasarana perumahan dan lingkungan pemukiman, kegiatan ekonomi masyarakat, fasilitas pelayanan sosial dibidang pendidikan dan kesehatan, kualitas lingkungan hidup dan lain-lainnya. Kemakmuran masyarakat adalah terwujudnya sumberdaya manusia yang berkualitas baik dari sisi pendidikan maupun kesehatan. Guna tercapainya tujuan tersebut, pemerintah daerah dan masyarakat harus bersama-sama mengambil inisiatif memanfaatkan seluruh potensi yang ada secara optimal dalam membangun daerah untuk kesejahteraan masyarakat.

Teori-teori pembangunan daerah banyak membahas penggunaan alat analisis dan metode statistik dalam menganalisis perekonomian suatu daerah serta teori tentang berbagai faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi daerah. Todaro (2000) mengatakan bahwa ada tiga faktor atau komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi. Pertama, akumulasi modal yang meliputi semua bentuk dan jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia. Kedua, pertumbuhan penduduk yang beberapa tahun selanjutnya dengan sendirinya membawa pertumbuhan angkatan kerja dan ketiga adalah kemajuan teknologi.


(37)

13

Kemudian Jhingan (1999) mengatakan bahwa suatu perekonomian dikatakan mengalami pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi daripada yang telah dicapai pada masa sebelumnya. Artinya perkembangan baru tercipta apabila jumlah barang dan jasa yang dihasilkan (tingkat output) dalam perekonomian tersebut menjadi bertambah besar pada tahun-tahun berikutnya.

Menurut Syafrizal (2008), teori pertumbuhan ekonomi daerah digunakan untuk menjelaskan cepat-lambatnya suatu daerah mengalami pertumbuhan dan terjadinya ketimpangan antar wilayah. Ada empat model yang dihasilkan dari teori yang berkembang selama ini. Pertama, model basis ekspor (ekspor base models) yang dipelopori oleh Douglas C. North pada tahun 1956. Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah ditentukan oleh keuntungan kompetitif yang dimiliki oleh daerah bersangkutan. Bila daerah yang bersangkutan dapat mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang mempunyai keuntungan kompetitif sebagai basis untuk ekspor, maka pertumbuhan daerah yang bersangkutan akan dapat ditingkatkan.

Kedua, model interregional income, dikembangkan oleh Harry W. Richardson menggunakan alur pemikiran ala Keynes. Ekspor diasumsikan sebagai faktor yang berada dalam sistem yang ditentukan oleh perkembangan kegiatan perdagangan antar wilayah yang terdiri atas barang konsumsi dan barang modal serta dimasukkan pula unsur pengeluaran dan penerimaan pemerintah daerah dan kegiatan investasi.


(38)

Menurut model ini, pertumbuhan ekonomi suatu daerah akan sangat ditentukan oleh kemampuan daerah tersebut utuk meningkatkan kegiatan produksinya. Sedangkan kegiatan produksi suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi daerahnya, tetapi juga ditentukan oleh mobilitas tenaga kerja dan mobilitas modal antar daerah.

Keempat, model penyebab berkumulatif (cumulative causation models). Teori ini dipelopori oleh Nikolas Kaldor pada tahun 1970. Menurut model ini, ketimpangan pembangunan regional hanya akan dapat dikurangi melalui program pemerintah. Bagaimanapun pemerintah perlu melakukan campur tangan secara aktif dalam bentuk program pembangunan wilayah, terutama untuk daerah yang tergolong masih terbelakang.

2.2 Ketimpangan Pembangunan

Menurut Sjafrijal (2008) ketimpangan pembangunan antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan sumberdaya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing masing wilayah.

Ketimpangan pembangunan di Indonesia selama ini berlangsung dan berwujud dalam bentuk, aspek, atau dimensi. Ketimpangan antar daerah dapat diungkap melalui berbagai variabel selain pendapatan yaitu variabel non ekonomi. Diawali dengan mengenali berbagai ketimpangan dalam variabel-variabel non ekonomi dapat tersingkap adanya kesenjangan sosial. Adanya ketimpangan


(39)

15

pembangunan dan hasil-hasilnya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor ketidaksetaraan anugrah awal diantara pelaku-pelaku ekonomi. Kondisi ini disebabkan adanya ketidaksamaan sumber daya alam, kapital, keahlian, bakat atau potensi atau sarana dan prasarana antar daerah. Kedua, strategi pembangunan yang lebih bertumpu pada aspek pertumbuhan tanpa pernah menetapkan target mengenai tingkat kemerataan.

Ketimpangan pembangunan juga dijelaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009. Ketimpangan pembangunan antar wilayah ditandai dengan rendahnya aksesibilitas pelayanan sarana dan prasarana ekonomi dan sosial terutama masyarakat di perdesaan, wilayah terpencil, perbatasan serta wilayah tertinggal. Ketimpangan antara kawasan perkotaan dan perdesaan ditunjukkan oleh rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat desa, tertinggalnya pembangunan kawasan perdesaan dibanding dengan perkotaan, dan tingginya ketergantungan kawasan perdesaan terhadap kawasan perkotaan. Hal ini disebabkan oleh minimnya akses pada permodalan, lapangan kerja, informasi, teknologi pendukung, dan pemasaran hasil-hasil produksi di perdesaan.

2.3. Pembangunan Wilayah

Sebelum menentukan kebijakan pembangunan wilayah terlebih dahulu perlu ditetapkan pengelompokkan wilayah pembangunan dengan memperhatikan kondisi dan potensi wilayah tersebut agar penetapan kebijakan pembangunan wilayah tersebut menjadi lebih operasional dan terarah. Menurut Sugandhy (1984)


(40)

kebijaksanaan pembangunan dengan pendekatan perwilayahan akan mempunyai beberapa amanat salah satu diantaranya adalah untuk mengetahui potensi dan faktor-faktor pembatas yang ada pada setiap wilayah. Pengembangan wilayah merupakan suatu cara pendekatan dalam meratakan segala aspek sosial ekonomi dalam kaitannya dengan perataan ruang wilayah sebagai wadah keterpaduan program-program pembangunan yang sangat diperlukan baik dalam skala makro maupun mikro.

Menurut Sjafrizal (2008) penetapan wilayah pembangunan dapat dilakukan dengan memperhatikan 4 aspek utama yaitu :

1. kesamaan kondisi, permasalahan dan potensi umum wilayah, sosial dan geografi. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai homogenous region. Aspek ini sangat penting agar kebijakan dapat ditetapkan sesuai dengan kondisi dan potensi utama wilayah yang bersangkutan;

2. keterkaitan yang erat antara daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan. Hal ini diketahui melalui data tentang kegiatan perdagangan antar daerah dan mobilitas penduduk. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai nodal region. Aspek ini sangat penting agar kebijakan yang ditetapkan dapat mendorong keterpaduan dan sinergi pembangunan antar daerah dalam wilayah yang bersangkutan;


(41)

17

3. kesamaan karakteristik geografis antar daerah-daerah yang tergabung dalam wilayah pembangunan tersebut. Meliputi jenis daerah, kesuburan, kesesuaian lahan dan potensi sumber daya alam. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai Wilayah Fungsional. Aspek ini sangat penting agar kebijakan yang ditetapkan akan dapat didukung oleh kondisi geografis dan potensi sumber daya alam;

4. kesatuan wilayah administrasi pemerintahan yang tergabung dalam wilayah pembangunan yang bersangkutan. Bila aspek ini dijadikan pertimbangan utama dalam pembentukan wilayah pembangunan maka wilayah tersebut dikategorikan sebagai Wilayah Perencanaan (Planning Region). Aspek ini sangat penting agar kebijakan yang ditetapkan dapat terjamin pelaksanaannya karena sesuai dengan kewenangan yang dimiliki sehingga dapat dilakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pembangunan.

John Glasson dalam bukunya Pengantar Perencanaan Regional yang diterbitkan pada tahun 1977 menyatakan pemecahan persoalan kemerosotan ekonomi dapat mencakup penentuan batas-batas formal dengan menggunakan kriteria tertentu yang relevan dan pemecahan persoalan yang terlampau banyak dapat mencakup penentuan batas-batas daerah fungsional. Pada saat data yang memadai tidak tersedia dapat digunakan cara pendekatan intuitif yang bersifat kualitatif tetapi pendekatan ini cenderung membuat batas-batas daerah menjadi sangat kabur. Hal ini membuat orang beralih pada pendekatan yang lebih kuantitatif mengenai identifikasi daerah. Selanjutnya dikatakan bahwa penentuan


(42)

batas-batas daerah formal berarti mengelompok dan unit-unit lokal yang mempunyai ciri-ciri serupa menurut kriteria tertentu dengan definisi yang jelas. Namun berbeda secara nyata dengan unit-unit yang ada dikelompok lain sesuai dengan kriteria yang dipilih. Daerah formal yang didefinisikan seperti itu memang tidak pernah homogen secara sempurna, tetapi haruslah homogen di dalam batas-batas tertentu yang didefinisikan secara jelas (Vincentius, 1985).

Menurut Sjafrizal (2008), bila upaya pembangunan wilayah diarahkan untuk peningkatan kemakmuran masyarakatnya yang berarti meningkatkan kualitas sumberdaya manusia biasanya laju pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja cenderung akan bertumbuh lebih lambat dibandingkan bila upayanya diarahkan untuk peningkatan kemakmuran wilayah. Hal ini terjadi karena upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemakmuran masyarakat lebih ditekankan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan pemberdayaan manusia yang biasanya memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan upaya pembangunan fisik wilayah. Sehingga pertumbuhan ekonomi dan penyediaan lapangan kerja daerah cenderung menjadi lebih rendah yang berimplikasi pada kinerja pembangunan daerah akan cenderung lebih lambat pula.

2.4. Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Vincentius (1985) memperlihatkan bahwa dalam mengelompokkan wilayah Indonesia berdasarkan beberapa peubah sosial ekonomi, telah terjadi keragamaan antar propinsi yang disebabkan oleh dua komponen yaitu pendapatan dan pengeluaran perkapita konsumsi kalori dan


(43)

19

protein serta fasilitas pelayanan kesehatan. Kemudian dengan menggunakan teknik pengelompokkan sidik jarak minimum D2 Mahalanobis didapatkan tiga kelompok propinsi di Indonesia yang masing-masing mempunya ciri umum. Kelompok pertama terdiri dari 14 propinsi, kelompok kedua tujuh propinsi dan kelompok ketiga lima propinsi. Berdasarkan adanya keragaman tersebut dibutuhkan suatu perencanaan pembangunan yang berbeda untuk tiap kelompok.

Penulis pun telah melakukan penelitian pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor pada tahun 1999 berdasarkan peubah sarana-prasarana sosial ekonomi dan sumber daya manusia, sebelum diberlakukannya otonomi daerah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis faktor dan analisis cluster. Hasil dari penelitian tersebut adalah ada lima faktor yang digunakan untuk pengelompokkan kecamatan di Kabupaten Bogor. Adapun kelima faktor tersebut adalah faktor sarana pendidikan dan industri, faktor sarana sektor perdagangan, faktor sarana dan prasarana transportasi, faktor sumber daya manusia dan prasarana kesehatan dan faktor produktivitas dan tenaga pelayanan kesehatan. Berdasarkan kelima faktor tersebut terbentuk sepuluh cluster kecamatan, dengan melihat persamaan ciri yang ada antar cluster maka potensi wilayah Kabupaten Bogor dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu kelompok pertama adalah kecamatan berpotensi bagus terdiri empat kecamatan, kelompok kedua adalah kecamatan yang berpotensi sedang (non ekonomi) terdiri dari 10 kecamatan, kelompok ketiga adalah kecamatan yang berpotensi sedang (ekonomi) terdiri dari 10 kecamatan sedang (ekonomi) terdiri dari enam kecamatan, dan


(44)

kelompok keempat adalah kecamatan yang berpotensi rendah terdiri dari 10 kecamatan.

Selanjutnya dalam penelitian kali ini dilakukan pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor setelah adanya pemekaran wilayah sebagai bagian dari dijalankannya otonomi daerah. Metode analisis yang digunakan masih sama dengan penelitian sebelumnya yaitu analisis faktor dan analisis cluster. Penghitungan dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Sience (SPSS) 12 for Windows. Peubah yang mewakili sarana prasarana sosial ekonomi yang digunakan kali ini dalam bentuk agregat dan sedikit berbeda dengan penelitian sebelumnya karena ada beberapa peubah yang sudah tidak lagi berkorelasi, sehingga peubah tersebut diganti dengan peubah baru yang dianggap mewakili sarana prasarana sosial ekonomi dan berkorelasi cukup tinggi dengan peubah yang lain.

2.5. Kerangka Pemikiran

Menurut Emil Salim (1991) dalam melaksanakan pembangunan harus ada perhatian atas interaksi yang dinamis antara variabel-variabel kependudukan, lingkungan dengan model atau strategi pembangunan. Tim Peneliti pada Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada memformulasikan model interaksi Kependudukan (K) – Lingkungan (L) – Pembangunan Ekonomi (PE) yang mengonseptualisasikan kualitas hidup (physical quality of life) dan daya dukung wilayah sebagai pencerminan dari kondisi keberlanjutan pembangunan dimana tingkat keberlanjutan pembangunan maupun daya dukung wilayah akan


(45)

21

berubah sesuai kondisi lingkungan alam dan kualitas penduduk yang dapat berubah karena pengaruh kebijaksanaan dan strategi pembangunan ekonomi serta teknologi. Model interaksi antara K, L, dan PE dapat dilihat pada gambar 2.1. Kebijaksanaan pembangunan dapat pula diarahkan pada peningkatan kualitas penduduk.

Gambar 2.1. Model Interaksi Kependudukan, Lingkungan, Dan Pembangunan Peningkatan kualitas penduduk dapat dilakukan melalui penerapan teknologi kesehatan dan pendidikan dengan demikian kemampuan untuk

Sumber : Universitas Gajah Mada, Pusat Penelitian Kependudukan. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi Kependudukan, Sumber Daya dan Pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta. Laporan Penelitian 1991

Lingkungan -Kondisi Lingkungan

Pembangunan

Strategi Pembangunan dan Teknologi

Tingkat Keberlanjutan

Interaksi

Daya dukung wilayah

Kualitas hidup

Kependudukan -Kualitas penduduk


(46)

memanfaatkan lingkungan alam menjadi meningkat dan menyebabkan daya dukung wilayah meningkat. Suatu tipologi daya dukung wilayah yang dirumuskan dengan menggunakan variabel kualitas penduduk dan variabel kondisi lingkungan hidup dapat menjadi alat analisis yang cukup baik dan bermanfaat bagi perumus kebijaksanaan dan perencanaan pembangunan. (Laporan Penelitian : Sofian Effendi).

Rencana dan strategi pembangunan yang menerapkan konsep pembangunan wilayah salah satu aspek utamanya dalam penetapan wilayah pembangunan adalah kesamaan kondisi (homogenous region) dan karakteristik wilayah agar kebijakan yang ditetapkan sesuai dengan kondisi dan potensi utama wilayah yang bersangkutan. Berdasarkan Laporan Pertanggungjawaban Bupati Kabupaten Bogor Tahun 2007 pembangunan yang dilakukan sudah disesuaikan dengan potensi wilayah di kecamatan yang bersangkutan. Namun hasilnya dirasakan masih kurang optimal.

Penelitian ini mencoba mengelompokkan wilayah berdasarkan variabel kependudukan, variabel kondisi lingkungan (potensi wilayah) dan sarana prasarana ekonomi dan sosial. Beberapa peubah yang digunakan ditransformasi menjadi beberapa faktor dengan tidak kehilangan informasi yang ada sebelumnya (analisis faktor) dilakukan pengelompokkan secara hierarki (analisis cluster). Hasil yang diperoleh mampu menerangkan keragaman antar kecamatan semaksimal mungkin dan kelompok yang terbentuk terdiri dari kecamatan yang mempunyai potensi yang sama dan sangat berbeda secara signifikan dengan kelompok lainnya.


(47)

23

Berdasarkan keadaan dan kondisi Kabupaten Bogor serta untuk mempermudah pengembangan wilayah maka perlu dilakukan pembagian wilayah pembangunan, dengan pertimbangan sebagai berikut :

a. terkonsentrasinya pembangunan di wilayah tengah Kabupaten Bogor;

b. menyadari bahwa fungsi wilayah Kabupaten Bogor dalam konteks regional Jabotabek sebagai daerah penyangga ibukota, namun perlu diperhatikan juga aspek kebutuhan dan kemampuan daerah Kabupaten Bogor untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan pengembangan ekonomi masyarakatnya;

Gambar 2.2. Kerangka Pikir Penelitian

Ketimpangan Pembangunan

Wilayah Pembangunan Berdasarkan Daya Dukung Wilayah (Potensi Sumber Daya dan Kondisi Lingkungan) Sebelum dan Sesudah Pemekaran Wilayah

Identifikasi Faktor Pengelompokkan Wilayah

Analisis Faktor

Analisis Cluster


(48)

c. adanya persamaan dan perbedaan yang relatif kondisi dan potensi antara wilayah yang satu dengan lainnya;

d. pengerahan semua sumber daya publik dan sumber daya privat untuk sebesar-besarnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.


(49)

III.

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diolah dari Potensi Desa/Kelurahan 2008 dan Publikasi Kabupaten Bogor dalam Angka (KBDA) 2009. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Social Science (SPSS) 12 for windows.

3.2. Metode Analisis

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis faktor dan analisis cluster. Analisis secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat potensi wilayah dan sarana prasarana sosial ekonomi yang ada di Kabupaten Bogor dan membandingkan hasil pengelompokkan dengan pengelompokkan wilayah di Kabupaten Bogor yang terbagi dalam wilayah pembangunan.

3.2.1. Analisis Faktor

Analisis faktor merupakan salah satu teknik statistik untuk menyederhanakan deskripsi dari suatu set data (peubah) yang banyak dan saling berkorelasi menjadi set data yang ringkas dan tidak lagi berkorelasi. Analisis faktor ini berguna untuk meneliti keterkaitan peubah-peubah dalam satu set data.


(50)

Analisis faktor pada dasarnya bertujuan untuk mendapatkan sejumlah kecil faktor (komponen utama) yang memiliki sifat berikut (Jhonson & Winchern, 1982) :

1. mampu menerangkan semaksimum mungkin keragaman data; 2. terdapat kebebasan antar factor;

3. tiap faktor dapat diinterprestasikan sejelas-jelasnya. Model analisis faktor :

X1 - µ1 = I11F1 + I12F2 + …+ I1mFm + ε1 (1) X1 - µ2 = I21F1 + I22F2 + …+ I2mFm + ε2 (2) Xp - µp = Ip1F1 + Ip2F2 + …+ IpmFm + εp (3)

atau dalam notasi matriks :

X - µ = L F + ε (4)

(p x 1) (p x m) (m x 1) (p x 1) dimana :

X = vektor peubah asal

µ = vektor rata-rata peubah asal L = matrik loading faktor F = vektor faktor umum

ε = vektor faktor spesifik

Model faktor dapat menjelaskan peubah-peubah Xi dipengaruhi secara linier oleh faktor-faktor umum dan faktor spesifik.

Asumsi yang dipakai adalah : 1. E (F) = 0,


(51)

27

2. Cov (F) = E (FF’) = I (mxm) 3. E(ε) = 0,

(px1)

4. Cov (ε) = E (εε’) = ψ (pxp)

5. Cov (ε,F’) = E (εF’) = 0, sehingga F dan E independen. dimana,

Struktur covarians untuk model faktor orthogonal : 1. Cov (X) = LL’ + atau

Var ( ) = = (5)

Cov ( , ) = (6)

2. Cov (X,F) = L atau

Cov ( , ) = (7)

dimana :

= komunalitas ke-i (bagian dari total varian yang disebabkan oleh faktor-faktor umum)

= spesifitas yaitu bagian dari total varian yang disebabkan oleh faktor-faktor spesifik

Langkah-langkah dalam analisis faktor adalah sebagai berikut :

1. menghitung matrik korelasi ρ antara semua peubah yang digunakan dan ditaksir dengan matriks korelasi R;


(52)

rumus dugaan koefisien korelasi :

dalam bentuk matriks R :

R =

2. melakukan uji KMO (Kaiser Meyer Olkin);

sebelum menganalisis faktor lebih lanjut terlebih dahulu data yang digunakan diuji KMO untuk mendapatkan suatu nilai yang menunjukkan keeratan hubungan antar semua peubah dalam set data.

Rumus koefisien korelasi KMO :

dimana

: koefisien korelasi sederhana antara peubah i dan j : koefisien korelasi parsial antara peubah i dan j

Adapun penilaian uji KMO dari matrik antar peubah adalah sebagai berikut :

0,9 ≤ KMO ≤ 1,0 = data sangat baik untuk dianalisis faktor 0,8 ≤ KMO ≤ 0,9 = data dinyatakan baik untuk dianalisis faktor 0,7 ≤ KMO ≤ 0,8 = data dinyatakan agak baik untuk dianalisis faktor 0,6 ≤ KMO ≤ 0,7 = data dinyatakan lebih dari cukup dianalisis faktor

(8)


(53)

29

0,5 ≤ KMO ≤ 0,6 = data dinyatakan cukup layak untuk dianalisis faktor

KMO ≤ 0,5 = data dinyatakan tidak layak untuk diuji lebih lanjut dengan analisis faktor (Joseph F. Hair. Jr., et al, 1987);

3. menduga koefisien faktor umum (loading factor) dengan menggunakan analisis komponen utama. Tujuan utama dari analisis komponen utama adalah untuk memilih sejumlah peubah baru (yang disebut komponen utama) yang menjelaskan total variasi dalam set data sebesar-besarnya (maksimum). Walaupun jumlah peubah baru berkurang dari peubah asalnya, tetapi informasi mengenai permasalahan yang diteliti tidak terlalu banyak yang hilang. Secara umum, komponen utama ke-i adalah kombinasi linier terbobot peubah asal yang mampu menerangkan keragaan data ke-i, bisa ditulis sebagai berikut :

Apabila komponen utama yang diambil adalah q buah, dimana q p, maka proporsi keragaman data yang bisa diterangkan adalah :

Nilai ini diharapkan semaksimum mungkin.

(10)

(11)

(12)


(54)

Banyaknya komponen utama yang digunakan sebagai analisis dapat ditentukan dengan cara memilih akar ciri yang nilainya lebih besar dari satu ( ) atau dapat juga dengan memilih Var . (Joseph F. Hair, Jr., et al, 1987). Hasil dari analisis komponen utama, faktor-faktor (komponen utama) yang diperoleh masih belum tepat apabila langsung diinterprestasikan karena dikhawatirkan masih adanya korelasi yang tinggi antara satu faktor dengan faktor lainnya. Maka harus dilakukan transformasi pada matriks loading. Dari faktor awal sebanyak m, maka diberi bobot sehingga membangkitkan peubah baru (loading factor) yang memiliki peubah bersama, agar diperoleh daya interpretasi yang tinggi di mana suatu faktor hanya berkorelasi dengan peubah tertentu saja. Transformasi ini menggunakan metode rotasi tegak lurus varimaks dimana matriks L ditransformasikan menjadi L*.

Dimana T adalah matriks transformasi yag dipilih sehingga :

Adalah matriks faktor penimbang yang telah dirotasikan.

Berdasarkan perumusan di atas terlihat jelas bahwa rotasi merupakan suatu upaya untuk menghasilkan faktor penimbang baru yang lebih mudah untuk diinterpretasikan dengan cara mengalikan faktor penimbang awal dengan suatu matrik transformasi yag bersifat orthogonal. Meskipun telah mengalami rotasi, matriks kovarian (korelasi) tidak berubah karena


(55)

31

Selanjutnya, varian spesifik , dan tentunya communality , juga tidak berubah. Rotasi faktor yang sering digunakan adalah rotasi yang orthogonal yaitu rotasi varimax. Rotasi varimax merupakan rotasi yang membuat jumlah varian faktor loading dalam masing-masing faktor akan menjadi maksimum. Dimana nantinya setiap peubah asal hanya akan mempunyai korelasi yang tinggi kuat dengan faktor tertentu saja (korelasinya mendekati 1) dan tentunya memiliki korelasi yang lemah dengan faktor lainnya (korelasi mendekati 0).

3.2.2. Analisis Cluster

Analisis cluster merupakan salah satu teknik statistik untuk mengelompokkan individu-individu atau objek menjadi beberapa kelompok yang mempunyai sifat berbeda antar kelompok. Individu-individu dalam satu kelompok lebih homogen dibandingkan dengan individu yang ada dalam kelompok lain.

Sebelum melakukan pengelompokkan terlebih dahulu harus ditentukan jarak kedekatan antar peubah dengan menggunakan jarak euclidian.

Jarak euclidian dinyatakan dengan : d(x,y) =

dimana x adalah amatan pertama dan y adalah amatan kedua.

Metode pengelompokan yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode pengelompokan hierarki karena banyaknya kelompok yang dibentuk belum diketahui sebelumnya. Metode yang digunakan untuk menentukan jarak antar kelompok adalah metode pautan rataan (average linkage) yang dipilih


(56)

karena metode ini bertujuan untuk meminimumkan rataan jarak semua pasangan dari dua kelompok yang digabungkan. Jarak ini dinyatakan dengan :

dimana

= jarak antara objek ke-i dalam kelompok (uv) dan objek ke-k dalam kelompok w

dan = jumlah amatan dalam kelompok uv dan w

3.3. Definisi Operasional Variabel

Peubah-peubah yang digunakan dalam skripsi ini berasal dari beberapa indikator dan agregat tentang kondisi, sarana dan prasarana serta potensi wilayah yang dianggap cukup mewakili dalam menggambarkan keadaan dan potensi Kabupaten Bogor. Adapun peubah-peubah tersebut adalah sebagai berikut :

1. jumlah penduduk adalah banyaknya penduduk laki-laki dan perempuan yang tinggal di suatu wilayah;

2. jumlah dokter adalah banyaknya dokter praktek umum, spesialis dan gigi; 3. jumlah petugas kesehatan adalah banyaknya petugas kesehatan yang terdiri

dari dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan dan bidan praktek swasta; 4. jumlah puskesmas dan pustu adalah banyaknya sarana kesehatan puskesmas

dan puskesmas pembantu;

5. jumlah sekolah SLTP adalah banyaknya sekolah lanjutan tingkat pertama baik berstatus negeri dan swasta;


(57)

33

6. jumlah sekolah SLTA adalah banyaknya sekolah lanjutan tingkat atas baik berstatus negeri dan swasta;

7. jumlah KUD adalah banyaknya koperasi unit desa;

8. jumlah toko dan mini market adalah banyaknya toko dan mini market;

9. jumlah restoran adalah banyaknya restoran. Restoran adalah perusahaan/usaha yang menyajikan dan menjual makanan dan minuman bagi umum ditempat usahanya yang bertempat di sebagian atau seluruh bangunan permanen, dilengkapi peralatan dan perlengkapan proses pemuatan penyimpanan dan penyajian. Proses pembuatan dari bahan baku menjadi bahan jadi dilakukan ditempat usahanya;

10. jumlah industri besar dan sedang adalah banyaknya perusahaan industri yang memiliki tenaga kerja lebih dari 20 orang;

11. luas wilayah adalah besarnya areal wilayah yang biasanya diukur dalam satuan hektar atau kilometer persegi;

12. produksi padi adalah banyaknya produksi padi yang dihasilkan baik padi sawah maupun padi ladang dan diukur dalam ton;


(58)

Jumlah penduduk Kabupaten Bogor menurut hasil Sensus Penduduk 2000 adalah 3.508.826 jiwa dan kini di tahun 2008 telah meningkat menjadi 4.340.520 jiwa dengan laju pertumbuhan rata-rata 2,69 persen per tahunnya. Bila diperhatikan berdasarkan kecamatannya terlihat adanya persebaran penduduk yang tidak merata (lampiran 1). Kecamatan Cibinong memiliki jumlah penduduk terbesar, mencapai 251.562 jiwa sementara Kecamatan Cariu berpenduduk paling sedikit yaitu 47.234 jiwa. Kepadatan penduduk pun berbeda cukup tinggi yaitu diatas 5.000 jiwa per kilometer persegi di Kecamatan Ciomas, Bojonggede dan Cibinong serta terendah di Kecamatan Tanjungsari dan Jasinga yang kepadatannya kurang dari 500 jiwa per kilometer persegi.

4.2. Kondisi Ketenagakerjaan Kabupaten Bogor

Partisipasi Angkatan Kerja merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk 15 tahun lebih. Tahun 2007 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Kabupaten Bogor untuk laki-laki 84,39 persen dan perempuan 35,75 persen dan secara total TPAK Kabupaten Bogor sebesar 60,87 persen. Jumlah pengangguran di Kabupaten Bogor sebanyak 231.696 orang terdiri dari 138.753 laki-laki dan 92.943 perempuan.

Dari sisi sektoral tampak bahwa tenaga kerja di Kabupaten Bogor terserap hampir merata pada seluruh sektor kecuali sektor jasa kemasyarakatan hanya


(59)

35

13,86 persen. Sektor perdagangan menyerap paling banyak tenaga kerja yaitu sebesar 26,41 persen disusul sektor industri pengolahan sebesar 20,98 persen.

Tabel 4.1. Penduduk berumur 15 tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin Tahun 2007

Lapangan Usaha Utama Laki-laki Perempuan Jumlah %

(1) (2) (3) (4) (5)

1 Pertanian, Kehutanan 194,528 73,534 268,062 19.24

Perburuan dan Perikanan

2 Industri Pengolahan 210,635 81,624 292,259 20.98

3 Perdagangan Besar, Eceran, 237,836 130,096 367,932 26.41

Hotel & Restoran

4 Jasa Kemasyarakatan 122,148 70,977 193,125 13.86

5 Lainnya 259,164 12,368 271,532 19.49

Jumlah 1,024,311 368,599 1,392,910 100.00

Sumber : Kabupaten Bogor dalam Angka Tahun 2008

4.3. Kondisi Sosial Kabupaten Bogor

Indikator sosial penduduk dapat dilihat dari komponen pembentuk Indeks Pembangunan Manusia. Tabel 4.2. memperlihatkan bahwa angka harapan hidup penduduk Kabupaten Bogor dari tahun 2005-2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 angka harapan hidup penduduk sebesar 67,10 tahun kemudian meningkat menjadi 67,28 tahun pada tahun 2006, meningkat kembali pada tahun 2007 menjadi 67,63 tahun dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 68,03 tahun. Kondisi ini mengindikasikan bahwa derajat kesehatan penduduk Kabupaten Bogor semakin membaik.


(1)

Lampiran 10. Hasil Analisis Faktor

Descriptives

Descriptive Statistics

40 2 10 4.63 1.580

40 16 102 48.18 21.249

40 6 183 37.40 32.427

40 3 39 11.85 6.569

40 0 17 3.60 3.095

40 0 189 22.70 38.695

40 187 42509 12179.90 10598.679

40 47234 251562 108513.00 46925.423

40 12 2066 631.13 474.547

40 0 118 22.93 26.633

40 2 242 35.57 57.917

40 16.31 208.07 66.5958 42.72397

40 Jumlahpuskesmas/ Jumlahpet kes kud jmlsltp jmlslta jmlibs

prod padi sawah jml pddk

mini market restoran dokter luas_wilayah Valid N (listwise)

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Factor Analysis

KMO and Bartlett's Test

.861

419.782 66 .000 Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling

Adequacy.

Approx. Chi-Square df

Sig. Bartlett's Test of

Sphericity

Anti-image Matrices

.420 -.011 -.074 -.015 .030 -.001 -.119 -.037 .099 .038 -.009 -.140 -.011 .204 -.042 .030 -.016 -.017 .015 -.087 .076 .009 -.001 -.043 -.074 -.042 .107 -.030 -.067 .007 .080 .004 -.062 -.023 .000 .061 -.015 .030 -.030 .172 -.074 .048 -.032 -.047 .073 -.006 -.037 -.033 .030 -.016 -.067 -.074 .190 -.027 -.074 .026 -.029 .037 .005 .014 -.001 -.017 .007 .048 -.027 .132 .010 .001 .064 -.027 -.072 -.048 -.119 .015 .080 -.032 -.074 .010 .476 -.018 -.091 .052 .021 -.161 -.037 -.087 .004 -.047 .026 .001 -.018 .141 -.045 -.053 -.014 .028 .099 .076 -.062 .073 -.029 .064 -.091 -.045 .376 .006 -.073 -.134 .038 .009 -.023 -.006 .037 -.027 .052 -.053 .006 .332 -.017 -.010 -.009 -.001 .000 -.037 .005 -.072 .021 -.014 -.073 -.017 .067 .028 -.140 -.043 .061 -.033 .014 -.048 -.161 .028 -.134 -.010 .028 .607 .870a -.038 -.349 -.057 .107 -.004 -.267 -.154 .249 .101 -.052 -.277 -.038 .904a -.286 .162 -.083 -.102 .047 -.511 .273 .033 -.011 -.121

-.349 -.286 .871a -.219 -.468 .062 .356 .030 -.307 -.123 -.006 .239

-.057 .162 -.219 .872a -.407 .322 -.110 -.302 .286 -.024 -.344 -.101

.107 -.083 -.468 -.407 .882a -.171 -.247 .162 -.107 .146 .043 .042 -.004 -.102 .062 .322 -.171 .833a .041 .005 .288 -.129 -.763 -.171

-.267 .047 .356 -.110 -.247 .041 .713a -.069 -.216 .131 .116 -.300 -.154 -.511 .030 -.302 .162 .005 -.069 .905a -.197 -.247 -.141 .095

.249 .273 -.307 .286 -.107 .288 -.216 -.197 .750a .016 -.461 -.280 .101 .033 -.123 -.024 .146 -.129 .131 -.247 .016 .960a -.115 -.022

-.052 -.011 -.006 -.344 .043 -.763 .116 -.141 -.461 -.115 .845a .137 -.277 -.121 .239 -.101 .042 -.171 -.300 .095 -.280 -.022 .137 .550a

Zscore:

Jumlahpuskesmas Zscore: Jumlahpet Zscore(kud) Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore(jmlibs) Zscore: prod padi Zscore: jml pddk Zscore: mini marke Zscore(restoran) Zscore(dokter) Zscore(luas_wilaya Zscore:

Jumlahpuskesmas Zscore: Jumlahpet Zscore(kud) Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore(jmlibs) Zscore: prod padi Zscore: jml pddk Zscore: mini marke Zscore(restoran) Zscore(dokter) Zscore(luas_wilaya Anti-image Covar Anti-image Corre Zscore: Jumlahpu skesmas/ Zscore: Jumlahpet kes Zscore(kud) Zscore(j mlsltp) Zscore(j mlslta) Zscore(j mlibs)

Zscore: prod padi sawah Zscore: jml pddk Zscore: mini market Zscore(re storan) Zscore(d okter) Zscore(luas_ wilayah)

Measures of Sampling Adequacy(MSA) a.


(2)

Communalities

1.000 .603 1.000 .758 1.000 .862 1.000 .771 1.000 .719 1.000 .724 1.000 .771 1.000 .850 1.000 .465 1.000 .678 1.000 .883 1.000 .692 Zscore:

Jumlahpuskesmas/ Zscore: Jumlahpet kes Zscore(kud)

Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore(jmlibs)

Zscore: prod padi sawah Zscore: jml pddk Zscore: mini market Zscore(restoran) Zscore(dokter) Zscore(luas_wilayah)

Initial Extraction

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Total Variance Explained

7.152 59.601 59.601 7.152 59.601 59.601 6.890 57.413 57.413

1.623 13.522 73.123 1.623 13.522 73.123 1.885 15.710 73.123

.791 6.595 79.718

.713 5.938 85.656

.384 3.202 88.858

.347 2.894 91.753

.305 2.539 94.291

.280 2.331 96.623

.190 1.581 98.204

.093 .775 98.979

.077 .640 99.619

.046 .381 100.000

Component 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Total % of Variance Cumulative % Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings Rotation Sums of Squared Loadings

Extraction Method: Principal Component Analysis.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Component Number

0 2 4 6 8

E

ige

nv

a

lue


(3)

Component Matrixa

.939 -.029

.927 -.040

.921 .041

.870 -.016

.866 .146

.848 -.064

.835 .151

.801 -.192

.654 .418

.634 .251

-.173 .814

-.371 .796

Zscore(dokter) Zscore(kud) Zscore: jml pddk Zscore: Jumlahpet kes Zscore(jmlsltp)

Zscore(jmlibs) Zscore(jmlslta) Zscore(restoran) Zscore:

Jumlahpuskesmas/ Zscore: mini market Zscore(luas_wilayah) Zscore: prod padi sawah

1 2

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. 2 components extracted.

a.

Rotated Component Matrixa

.910 -.233

.908 -.161

.896 -.241

.877 -.046

.847 -.035

.846 -.205

.814 -.248

.740 -.361

.730 .266

.674 .107

-.189 .858

.008 .832

Zscore(dokter) Zscore: jml pddk Zscore(kud) Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta)

Zscore: Jumlahpet kes Zscore(jmlibs)

Zscore(restoran) Zscore:

Jumlahpuskesmas/ Zscore: mini market Zscore: prod padi sawah Zscore(luas_wilayah)

1 2

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.

Rotation converged in 3 iterations. a.

Component Transformation Matrix

.976 -.218 .218 .976 Component

1 2

1 2

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.


(4)

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 Component 1

-1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0

C

o

m

p

o

n

e

n

t

2 ZJumlahpuskesmas

ZJumlahpet_kes Zkud Zjmlsltp Zjmlslta

Zjmlibs Zprod_padi_sawah

Zjml_pddk Ztoko_n_mini_market

Zrestoran Zluas_wilayah

Component Plot in Rotated Space

Component Score Coefficient Matrix

.145 .232

.117 -.036

.121 -.052

.138 .062

.134 .065

.107 -.065

.056 .490

.131 -.003

.120 .132

.084 -.140

.124 -.046

.086 .495

Zscore:

Jumlahpuskesmas/ Zscore: Jumlahpet kes Zscore(kud)

Zscore(jmlsltp) Zscore(jmlslta) Zscore(jmlibs)

Zscore: prod padi sawah Zscore: jml pddk

Zscore: mini market Zscore(restoran) Zscore(dokter) Zscore(luas_wilayah)

1 2

Component

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Component Scores.

Component Score Covariance Matrix

1.000 .000

.000 1.000

Component 1

2

1 2

Extraction Method: Principal Component Analysis. Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization. Component Scores.


(5)

Lampiran 11.

Hasil Analisis

Cluster

Proximities

Case Processing Summarya

40 100.0% 0 .0% 40 100.0%

N Percent N Percent N Percent

Valid Missing Total

Cases

Squared Euclidean Distance used a.

Cluster

Average Linkage (Between Groups)

Agglomeration Schedule

8 16 .002 0 0 10

9 17 .002 0 0 6

12 34 .006 0 0 10

10 33 .008 0 0 8

19 21 .012 0 0 19

9 14 .013 2 0 11

36 38 .016 0 0 16

10 11 .018 4 0 23

5 13 .023 0 0 15

8 12 .025 1 3 13

9 15 .037 6 0 25

29 31 .038 0 0 23

8 30 .065 10 0 21

3 7 .068 0 0 28

5 6 .070 9 0 22

4 36 .075 0 7 20

18 24 .079 0 0 24

2 40 .107 0 0 22

1 19 .125 0 5 29

4 22 .132 16 0 33

8 32 .155 13 0 25

2 5 .159 18 15 30

10 29 .164 8 12 28

18 39 .174 17 0 27

8 9 .213 21 11 32

20 37 .226 0 0 27

18 20 .426 24 26 30

3 10 .441 14 23 32

1 35 .564 19 0 33

2 18 .788 22 27 34

26 28 .853 0 0 36

3 8 .980 28 25 34

1 4 1.264 29 20 37

2 3 1.341 30 32 37

23 25 1.877 0 0 36

23 26 2.621 35 31 38

1 2 5.205 33 34 38

1 23 6.439 37 36 39

1 27 18.608 38 0 0

Stage 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39

Cluster 1 Cluster 2 Cluster Combined

Coefficients Cluster 1 Cluster 2 Stage Cluster First

Appears


(6)

Lampiran 12.

Dendrogram

* * * * * * H I E R A R C H I C A L C L U S T E R A N A L Y S I S * * * * * * Dendrogram using Average Linkage (Between Groups)

Rescaled Distance Cluster Combine

C A S E 0 5 10 15 20 25

Label Num +---+---+---+---+---+ Dramaga 8 

Megamendung 16 

Cigombong 12 

Gunung Sindur 34 

Kemang 30 

Parung 32 

Ciomas 9  

Sukaraja 17  

Ciawi 14  

Cisarua 15  

Leuwisadeng 3  

Tenjolaya 7  

Tamansari 10 

Ciseeng 33  

Cijeruk 11  

Tajurhalang 29   

Rancabungur 31   

Cibungbulang 5   

Caringin 13   

Ciampea 6  

Leuwiliang 2   

Parung Panjang 40   

Babakan Madang 18   

Klapanunggal 24    

Tenjo 39   

Cariu 20   

Sukajaya 37   

Cigudeg 36   

Jasinga 38   

Pamijahan 4   

Jonggol 22     

Sukamakmur 19    

Tanjungsari 21    

Nanggung 1   

Rumpin 35   

Citeureup 26   

Bojonggede 28   

Cileungsi 23  

Gunung Putri 25  