Indikator Kinerja Latar Belakang

47 a. Mencatat dan membukukan dalam buku kas tunai, mempertanggungjawabkan dan melaporkan dalam format Surat Pernyataan Tanggung Jawab Belanja SPTB. b. Tata cara dan syarat pengajuan dana: 1. Menyampaikan rencana kegiatan sesuai POA hasil Lokakarya Mini. 2. Dalam pengajuan dana, atasan langsung pengelola dana BOK dalam hal ini kepala Puskesmas mengajukan surat permohonan dana kepada Kuasa Pengguna AnggaranPejabat Pembuat Komitmen dengan melampirkan Kerangka Acuan Kerja atau Term of Reference TOR. 3. Dana diberikan kepada pengelola dana paling cepat 2 hari sebelum kegiatan dimulai.

2.7.3 Indikator Kinerja

Sesuai dengan Petunjuk Teknis BOK maka untuk mengukur kinerja kabupatenkota dan Puskesmas dalam pemanfaatan BOK ditetapkan indikator sebagai berikut: a. Indikator Monitoring Indikator yang sensitif yakni persentase penyerapan dana BOK tiap kabupaten kota. Monitoringpemantauan indikator ini dilakukan oleh tiap level administrasi pemerintahan termasuk Setditjen Bina Gizi dan KIA. Universitas Sumatera Utara 48 b. Indikator Evaluasi Sebagai upaya pengawasan dan untuk mengevaluasi kinerja Dinas Kesehatan KabupatenKota dan Puskesmas, ditetapkan indikator evaluasi yang dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan dan BPKP. Indikator Input: 1 100 defisit anggaran POA dipenuhi oleh BOK. 2 100 dana BOK yang dicairkan Dinkes KabupatenKota disalurkan kepada Puskesmas yang mengajukan surat permintaan uang SPU. Indikator Proses : 100 dana BOK tersalurkan tepat waktu sesuai POA Indikator Output: 1 100 dana BOK digunakan untuk upaya promotif dan preventif sesuai mini lokakarya. 2 100 dana BOK di Dinas Kesehatan KabupatenKota dimanfaatkan untuk pengelolaan BOK. 2.8. Standar Pelayanan Minimal SPM Bidang Kesehatan Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh Universitas Sumatera Utara 49 setiap warga negara secara minimal .Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan KabupatenKota, 2008. Standar Pelayanan Minimal bidang Kesehatan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741MENKESPERVII2008 adalah merupakan tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan daerah KabupatenKota. Menurut Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah bahwa bidang kesehatan merupakan urusan wajib yang harus dilaksanakan oleh KabupatenKota.Penyelenggaraan urusan wajib oleh daerah ini merupakan perwujudan otonomi yang bertanggungjawab, yang pada intinya merupakan pengakuanpemberian hak dan kewenangan Daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul daerah. Maka untuk menjamin terselenggaranya urusan wajib daerah yang berhubungan dengan hak dan pelayanan dasar setiap warga negara, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Meskipun telah menjadi urusan wajib daerah dalam pelaksanaan pembangunan, namun Pemerintah Pusat tetap bertanggungjawab secara nasional atas keberhasilan pelaksanaan otonomi. Hal ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah daerah Propinsi dan Pemerintah daerah KabupatenKota yang merumuskan peran pemerintah pusat di era desentralisasi ini lebih banyak bersifat menetapkan kebijakan makro, norma, standarisasi, pedoman, kriteria, Universitas Sumatera Utara 50 serta pelaksanaan supervisi, monitoring, evaluasi, pengawasan dan pemberdayaan ke daerah, sehingga otonomi dapat berjalan secara optimal. Maka dalam rangka memberikan panduan untuk menyelenggarakan pelayanan dasar di bidang kesehatan kepada masyarakat di daerah, pemerintah pusat menetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 741 MENKESPERVII2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di KabupatenKota. Peraturan ini diharapkan dapat memberikan panduan kepada daerah dalam melaksanakan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian, serta pengawasan dan pertanggungjawaban penyelenggaraan standar pelayanan minimal bidang kesehatan di KabupatenKota. Dalam penerapannya SPM harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah daerah sesuai dengan ukuran- ukuran yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, baik dalam perencanaan maupun penganggaran, wajib diperhatikan prinsip-prinsip SPM yaitu sederhana, konkrit, mudah diukur, terbuka, terjangkau dan dapat dipertanggungjawabkan serta mempunyai batas pencapaian yang dapat diselenggarakan secara bertahap sehingga kinerja penyelenggaraan pemerintahan daerah khususnya penanganan bidang kesehatan tetap sejalan dengan tujuan nasional Petunjuk Teknis SPM Bidang Kesehatan Kabupaten Kota,2008. Selanjutnya di dalam petunjuk teknis SPM bidang kesehatan ini juga disebutkan bahwa SPM Bidang Kesehatan disusun dengan prinsip-prinsip. Universitas Sumatera Utara 51 a. Diterapkan pada urusan wajib, sehingga SPM merupakan bagian integral dari Pembangunan Kesehatan yang berkesinambungan, menyeluruh, terpadu sesuai Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. b. Berlaku untuk seluruh daerah KabupatenKota. SPM harus mampu memberikan pelayanan kepada publik tanpa kecuali tidak hanya untuk masyarakat miskin, dalam bentuk, jenis,tingkat dan mutu pelayanan yang esensial dan sangat dibutuhkan oleh masyarakat. c. Menjamin akses masyarakat mendapat pelayanan dasar tanpa mengorbankan mutu dan mempunyai dampak luas pada masyarakat Positive Health Externality. d. Merupakan indikator kinerja bukan standar teknis, dikelola dengan manajerial professional sehingga tercapai efisiensi dan efektifitas penggunaan sumber daya. e. Bersifat dinamis f. Ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar. Indikator kinerja Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan beserta target untuk tahun 2010-2015 adalah sebagai berikut: a. Pelayanan Kesehatan Dasar 1 Cakupan kunjungan ibu hamil K4 dengan target 95 pada tahun 2015. 2 Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80 pada tahun 2015. 3 Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 90 pada tahun 2015. Universitas Sumatera Utara 52 4 Cakupan pelayanan nifas 90 pada tahun 2015. 5 Cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani 80 pada tahun 2010. 6 Cakupan kunjungan bayi 90 pada tahun 2010. 7 Cakupan DesaKelurahan Universal Child Immunization UCI 100 pada tahun 2010. 8 Cakupan pelayanan anak balita 90 pada tahun 2010. 9 Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6-24 bulan keluarga miskin 100 pada tahun 2010. 10 Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100 pada tahun 2010. 11 Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat 100 pada tahun 2010. 12 Cakupan peserta KB aktif 70 pada tahun 2010. 13 Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit 100 pada tahun 2010. 14 Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100 pada tahun 2015. b. Pelayanan Kesehatan Rujukan 1 Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat miskin 100 pada tahun 2015. 2 Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan sarana kesehatan RS di KabupatenKota 100 pada tahun 2015. Universitas Sumatera Utara 53 c. Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa KLB Cakupan DesaKelurahan mengalami KLB yang dilakukan penyelidikan epidemiologi 24jam 100 pada tahun 2015. d. Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Cakupan Desa Siaga Aktif 80 pada tahun 2015 2.9. Landasan Teori Suatu kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah adalah merupakan upaya pemecahan masalah publik yang timbul. Program BOK yang dibuat oleh pemerintah adalah salah satu upaya pemerintah untuk membantu Puskesmas yang diharapkan dapat berperan sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan dengan paradigma sehat yang memprioritaskan pada upaya promotif dan preventif. Sehingga dengan meningkatnya kemampuan Puskesmas dalam melaksanakan fungsinya, maka pembangunan kesehatan yang dilakukan dapat mencapai target sesuai Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan dan mempercepat pencapaian Millenium Development Goals MDGs tahun 2015. Setelah suatu kebijakan diformulasikan atau ditetapkan selanjutnya akan memasuki tahap implementasi kebijakan, yang dianggap sebagai tahap yang paling menentukan dalam proses suatu kebijakan. Menurut Akib 2010 bahwa implementasi kebijakan merupakan aktifitas yang terlihat setelah dikeluarkan Universitas Sumatera Utara 54 pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcome bagi masyarakat. Keberhasilan implementasi suatu kebijakan dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Edwards III 1984 yang dikutip oleh Tangkilisan 2003, ada 4 faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan dalam implementasi kebijakan yakni faktor sumber daya, birokrasi, komunikasi dan disposisi. Keempat faktor tersebut tidak berdiri sendiri namun saling berkaitan dalam memengaruhi proses implementasi sebagaimana digambarkan dalam bagan berikut. Gambar 2.2 Model Implementasi Menurut George Edwards III Sumber: Subarsono 2005 Setiap kebijakan publik yang telah diimplementasikan semestinya memerlukan evaluasi untuk mengukur sejauh mana efektifitas dan efisiensinya. Komunikasi Struktur Birokrasi Sumberdaya Sikap Implementasi Universitas Sumatera Utara 55 Hal ini sesuai dengan pendapat Tuckman 1985 yang mengemukakan bahwa evaluasi adalah suatu proses untuk mengetahui menguji apakah suatu kegiatan,proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kegiatan yang telah ditentukan. Hal ini juga didukung oleh pendapat Rossi 2004 yang dikutip oleh Harris 2010 yang menyatakan bahwa evaluasi adalah penggunaan pengujian atau penelitian untuk mengetahui efektifitas suatu program. Penilaian efektifitas suatu program perlu dilakukan untuk mengetahui sejauhmana dampak dan manfaat yang dihasilkan oleh program tersebut, karena efektifitas merupakan gambaran keberhasilan dalam mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Melalui penilaian efektifitas juga dapat menjadi pertimbangan kelanjutan suatu program. Efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr. 1986 yang dikutip oleh M.Fazhrin 2012, adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya OA dengan output realisasi atau sesungguhnya OS, jika OS OA disebut efektif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran implementasi kebijakan Bantuan Operasional Kesehatan BOK di Kota Sibolga dan faktor- faktor yang memengaruhinya, serta untuk mengetahui efektifitas dana Bantuan Operasional Kesehatan BOK terhadap pencapaian target Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan di Kota Sibolga. Untuk menganalisa faktor-faktor yang memengaruhi implementasi kebijakan, peneliti menggunakan teori George Edwards III yang menyatakan bahwa ada 4 faktor yang memengaruhi Universitas Sumatera Utara 56 keberhasilan dan kegagalan implementasi kebijakan yaitu: 1.Komunikasi, 2 Sumber daya, 3. Disposisi dan 4. Struktur birokrasi. Untuk mengevaluasi kebijakan BOK ini peneliti mengambil salah satu indikator menurut William Dunn yaitu efektifitas. Penilaian efektifitas dilakukan peneliti dengan menggunakan pendekatan efektifitas menurut Martani dan Lubis 1987,yaitu: a Pendekatan Sumber Resource Approach yakni mengukur efektifitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun non fisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi agar dapat menjadi efektif. Pengukuran efektifitas dengan pendekatan sumber ini mampu memberikan alat ukur yang sama dalam mengukur efektifitas berbagai lembaga yang jenis dan programnya berbeda dan tidak dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sasaran. b Pendekatan Proses Process Approach adalah untuk melihat sejauh mana efektifitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. c Pendekatan Sasaran Goals Approach memusatkan perhatian pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai output yang sesuai dengan rencana. Evaluasi efektifitas kebijakan dilakukan dengan menilai output dari program yakni pencapaian target Standar Pelayanan Minimal bidang kesehatan. Universitas Sumatera Utara 57

2.10. Kerangka Pemikiran