Standarisasi dimensional roller chains

Har di Sudjana ƒ‰‡ͷʹͷ Penyetelan ketegangan pada rantai akan mempengaruhi kepada umur pakai dari transmisi ini, oleh karena itu pemeriksaan dan penyetelan ketegangan rantai ini perlu untuk diperhatikan. Beberapa instalasi system transmisi rantai ini distel ketegangannya dengan cara menggeser salah satu poros Lihat gambar 12.37. Gambar 12.37 : Penyet elan dengan pergeseran poros Namun apabila penyetelan dengan cara menggeser salah satu poros tidak memungkinkan maka dapat juga dilakukan dengan menambah sebuah sprocket diantara kedua sprocket Driver dan Driven yakni sprocket yang disebut sebagai adjustable idler wheel. Lihat gambar 12.38. . Ukuran idler secara umum memiliki jumlah gigi yang sama dengan jumlah gigi pinion agar tidak terjadi kecepatan putaran yang berlebihan, biasanya ditentukan paling sedikit 3 gigi dari idler sprocket yang kontak dengan rantai. Penyetelan ketegangan dilakukan sebagaimana biasa, dengan diberikan jarak kelonggaran yang memadai yakni sejarak pertengahan A, Gambar 12.39. dimana : A = Total gerakan B = Jarak antara sumbu horizontal J R Gambar 12.38: Penyet elan dengan Idler Gambar 12.39 : Perhit ungan jarak kelonggaran Har di Sudjana ƒ‰‡ͷʹ͸ Maka jarak A dapat dihitung dengan : Jarak total gerakan = Jarak sumbu horizontal mm K Atau : ܣ ൌ ܤ ܭ ሺ݉݉ሻ Dimana : K = adalah nilai tetapan dengan ketentuan : K = 25 untuk putaran halus smooth K = 50 untuk putaran kasar shock drives Contoh : Lakukan penyetelan ketegangan rantai pada transmisi speda motor jika jarak antara sumbu roda belakang terhadap gear pemutar diketahui adalah 500 mm. dan berapakah total kelonggaran yang dibolehkan. Perhitungan : Gerakan putaran pada speda motor dapat dikategorikan sebagai putaran kasar sehingga nilai konstanta K ditentukan sebesar 50, maka jika : ܣ ൌ ܤ ܭሺ݉݉ሻ ܣ ൌ ͷͲͲ ͷͲ ሺ݉݉ሻ ܣ ൌ ͳͲሺ݉݉ሻ Gambar 12.40 : Jarak kelonggaran A mm. Har di Sudjana ƒ‰‡ͷʹ͹ d Ukuran rantai transmisi Pengukuran rantai dapat dilakukan secara lang- sung dan merupakan hubungan dalam penen- tuan kelebihan panjang, untuk menentukan hal ini maka diperlukan pengu- kuran dengan langkah sebagai berikut : Gambar 12.41 : Pengukuran rant ai Chain x Bentangkan rantai yang telah terlepas sambuangannya diatas plat datar yang dilengkapi dengan pengait serta penarik pegas penyeimbang lihat gambar12.41. x Dengan menggunakan turnbuckle berikan penegangan dengan : P 2 X 0,079 kg untuk simple Chain P 2 X 0,158 kg untuk duplex Chain P 2 X 0,237 kg untuk Triplex Chain P = Pitch. lihat table Dengan demikian maka jarak ukur Pitch dari rantai akan diketahui yaitu batas beban breaking load dikali dengan Pitch, penerapan ukuran beban itu sama dengan “Short-Pitch” dari rantai tersebut. Sebagai alternative dari penggunaan Turnbuckle dan spring balance dapat juga digunakan pemberat tentunya dengan salah satu ujung rantai diposisikan lebih rendah dari ujung yang lainnya. x Pengukuran panjang M lihat gambar 12.41 dalam millimeter dari dimana prosentase perpanjangan yang diinginkan dalam pemakaian, dan dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : ‡”…‡–ƒ‰‡ ‡š–‡•‹‘ ൌ ୑ ି ሺଡ଼ ୶ ୔ሻ ଡ଼ ୶ ୔ š ͳͲͲ X = Harga ukur Pitch Ketentuan umum kedaan ujung rantai dan rantai dapat dipasang kembali ialah apabila perpanjangan mencapai 2 dalam kasus ini rantai terlalu panjang sebesar 1. Untuk gerak dengan tanpa syarat penyetelan batas kesalahannya lebih rendah tergantung pada kecepatan dan konstruksinya. Har di Sudjana ƒ‰‡ͷʹͺ Rantai ini juga dibuat dengan bentuk dan konfigurasi yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya. Lihat gambar 12.42. ROLLER CHAIN STAINLESS STEEL CHAIN CHAIN COUPLING LEAF CHAIN DOUBLE PITCH CHAIN ATTACHMENT CONVEYOR CHAIN Gambar 12.42 : Berbagai jenis dan karakt erist ik rant ai chains

8. Silent Chains and Toothed belt

a. Silent Chains Disamping rantai-rantai yang telah dibahas pada uraian tadi terdapat juga jenis rantai yang berbentuk rack yang dapat melilit pada roda gigi, setiap mata rantai berhubungan dengan satu sisi dan bila disusun bersama akan menyerupai sabuk bergigi. Didalam pusat rantai terdapat mata rantai dengan bentuk datar dan akan menempati alur dari roda gigi. Har di Sudjana ƒ‰‡ͷʹͻ Bentuk gigi dari roda gigi dan rantai adalah evolvente sehingga jika rantai ini dan roda gigi ini berpasangan, rantai akan melingkar dan memberikan gerakan “silent”. Lihat gambar 12.43. Gambar 12.43 : Silent chains b. Toothed belt Belt sabuk ini merupakan pengembangan dari “Silent Chain” dan pada beberapa instalasi telah berganti dari Silent Chain kesabuk jenis ini, sabuk dengan gigi dibagian dalamnya dan dibuat dari karet sintetitis dengan lapisan baja dibagian intinya. Bentuk serta ukurannya dibuat berdasarkan standar, sifatnya yang lembut menjadikan sabuk ini lebih banyak digunakan pada system transmisi. Gambar 12.44 Gambar 12.44 : Toothed belt Gambar 14.45 berikut memperlihatkan berbagai profil dari sabuk yang diperdagangkan . Gambar 12.45 : Berbagai jenis dan bent uk profil yang diperdagangkan. Har di Sudjana ƒ‰‡ͷ͵Ͳ Rangkuman : Pesawat kerja merupakan suatu sistem yang terdiri atas berbagai elemen yang berfungsi sebagai pengubah energy dari sumber daya menjadi sistem kerja mekanik menjadi energy yang berguna energy mekanik System pesawat kerja merupakan rangkaian dari elemen-elemen yang terdiri atas : unit tenaga power pack, sistem kendali unit control,sistem transmisi transmission system dan elemen kerja working elemen Konversi energi ialah perubahan bentuk energi dari sumber energi kedalam bentuk lain yang tidak mengakibatkan terjadinya perubahan nilaikapasitas dari energy tersebut. System Transmisi berfungsi sebagai penghantar daya dan pengatur pembebanan terhadap sumber daya dari energy yang tersedia dan dengan demikian energy akan digunakan secara efisien. Clutch merupakan bagian dari komponen transmisi daya yang berfungsi sebagai pengatur hubungan antara sumber dayapenggerak driver kepemakaian. Soal-soal : 1. Sebutkan 4 komponen utama dari pesawat kerja 2. Berikan beberapa contoh pesawat kerja dan jelaskan masing- masing komponennya ? 3. Apakah yang dikategorikan sebagai unit tenaga pada PLTU ? 4. Apakah yang dikategorikan sebagai system transmisi dari pesawat pembangkit listrik ? 5. Apakah perbedaan antara kopeling dan clutch ? ƒ‰‡ͷ͵ͳ Har di Sudjana

BAB XIII KESELAMATAN KERJA

A. Kebijakan pemerintah dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan kerja K3- tahun 2008.

Ditengah kompetisi usaha yang berat alasan keselamatan dan kesehatan kerja K3 telah menjadi bagian dari pencapaian kinerja perusahaan, oleh sebab itu upaya pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menekan angka kecelakaan kerja hingga 50 bukan hanya basa-basi dan dilakukan dengan mensinergikannya pada semua institusi terkait. Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 ini diakui pula oleh semua kalangan pengusaha, bahwa apapun masalah keselamatan dan kesehatan kerja telah menjadi masalah tersendiri bagi produktifitas perusahaan, karena baik sosial maupun ekonomi akibat dari kecelakaan kerja perusahaan itu harus menanggung dampaknya. Untuk itu asosiasi Pengusaha Indonesia yang tergabung didalam APINDO secara terus-menerus mengkapanyekan “Zerro Accident” kepada semua perusahaan, karena bagaimanapun K3 itu sangat penting serta harus selalu disosialisasikan terutama kepada perusahaan-perusahaan kecil dan menengah karena mereka ini relative tidak memiliki kemampuan untuk menerapkan K3 secara baik, karena jika telah terjadi kecelakaan maka akibatnya perusahaan itu harus membayar mahal. Oleh karena itu penerapan K3 secara benar adalah merupakan tindakan preventif yang paling tepat. Dengan demikian maka penting sekali artinya membangun kepedulian bersama untuk membudayakan K3 antara Serikat Pekerja, Perusahaan serta Pemerintah. Dalam hal ini Pemerintah akan merepitalisasi berbagai hal yang berkaitan dengan K3 ini, dengan demikian target menekan angka kecelakaan kerja sebesar 50 itu dapat tercapai. Karena kecelakaan kerja menjadi beban tersendiri terutama bagi keluarga korban tersebut. Peningkatan kualitas tenaga kerja itu sendiri menjadi perhatian pemerintah, karena lemahnya mutu tenaga kerja itu sendiri merupakan salah satu factor penyebab terjadinya kecelakaan, dengan demikian produktifitas kerja juga akan meningkat termasuk juga kesejahteraan para pekerja itu sendiri. Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang hingga saat ini amanat dari Undang-