Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa proporsi kejadian kanker serviks lebih besar pada kelompok usia 40-49 tahun 34,9.
Proporsi kejadian kanker payudara lebih besar pada kelompok usia 40-49 tahun 28,1 dan jenis kelamin perempuan 98,2. Pada kanker prostat,
proporsi kejadian kanker lebih besar pada kelompok usia ≥ 70 tahun
52,8. Proporsi kanker kolon terbesar terjadi pada kelompok usia 60-69 tahun 23,4 dan jenis kelamin laki-laki 56,2. Pada kanker paru
bronkus, proporsi kejadian kanker terbesar pada kelompok usia 50-59 25,8 dan jenis kelamin laki-laki 54,8. Sedangkan proporsi kanker
nasofaring terbesar terjadi pada kelompok usia 40-49 tahun 26,3 dan jenis kelamin perempuan 55,3.
Proporsi kejadian kanker serviks lebih besar di perkotaan 56,3 dan aktivitas fisik cukup 57,8. Proporsi kejadian kanker payudara lebih
besar di perkotaan 62,0 dan aktivitas fisik cukup 58,9. Pada kanker prostat, proporsi kejadian kanker lebih besar di pedesaan 51,4 dan
aktivitas fisik tidak cukup 55,2. Tidak ada perbedaan proporsi kanker kolon baik di perkotaan maupun di pedesaan dan aktivitas fisik. Pada
kanker parubronkus, proporsi kejadian kanker terbesar di pedesaan 54,8 dan aktivitas tidak cukup 61,3. Sedangkan proporsi kanker
nasofaring terbesar terjadi di perkotaan 68,4 dan aktivitas fisik cukup 65,8.
34
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Berikut ini adalah beberapa
keterbatasan dalam penelitian ini: 1.
Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dimana pengukuran variabel independen dan variabel dependen dilakukan dalam satu
waktu sehingga tidak dapat menjelaskan hubungan kausalitas berdasarkan waktu
2. Variabel status merokok, status merokok yang ditanyakan adalah
status merokok responden 1 bulan terakir. Sehingga tidak membedakan individu yang baru mulai merokok dan individu yang
sudah lama merokok. Penelitian ini tidak menganalisis durasi merokok, jenis rokok dan perokok pasif sebagai cara meminimalisir
bias
3. Pengukuran variabel aktivitas fisik dilakukan dengan metode
wawancara, sehingga dapat terjadi bias informasi dalam penelitian ini. Meskipun demikian, saat wawancara aktivitas fisik dibantu dengan
menggunakan kartu peraga untuk membedakan jenis aktivitas fisik. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir bias dalam penentuan jenis
aktivitas fisik. Bias informasi mungkin hanya disebabkan karena
responden harus mengingat frekuensi dan durasi beraktivitas fisik
B. Frekuensi Kanker berdasarkan Merokok di Indonesia
Proporsi
individu
yang mengalami kanker lebih banyak pada individu yang merokok 8,2 dibandingkan dengan individu yang pernah
merokok 5,4. Sedangkan variabel durasi merokok, proporsi
individu
yang mengalami kanker lebih banyak pada individu yang merokok ≥ 20 tahun 7,6 dibandingkan dengan individu yang merokok 20 tahun
3,0. Sejalan dengan penelitian Hosseini yang menyebutkan bahwa proporsi
yang mengalami kanker paru lebih besar pada kelompok yang merokok 66,5 Hosseini, 2014. Pada penelitian Reynolds, proporsi kasus
kanker payudara lebih besar pada kelompok mantan perokok 34 dibandingkan dengan kelompok yang masih merokok 7 Reynolds,
2004. Salah satu kandungan dalam rokok adalah zat karsinogen yang
dapat menjadi aktivasi metabolik sebagai perantara untuk berinteraksi dengan DNA, membentuk produk kovalen. Detoksifikasi metabolisme
karsinogen dilakukan untuk mengekskresi kandungan karsinogen dalam tubuh Hecht, 2012.
C. Frekuensi jenis Kanker
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa jenis kanker yang paling banyak adalah kanker payudara. Hal ini sesuai dengan laporan WHO
tahun 2012, yang menyebutkan bahwa insiden kanker tertinggi di Indonesia adalah kanker payudara. Berdasarkan laporan tahunan di RS