Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Balita Usia 12-59 Bulan di Indonesia (Analisis data Riskesdas 2013)

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN

ANEMIA PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI INDONESIA

(ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Oleh:

ANJAR NOFIANI 1111101000052

PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

ii

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN EPIDEMIOLOGI

Skripsi, Juni 2015

Anjar Nofiani, NIM : 1111101000052

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Balita Usia 12-59 Bulan di Indonesia (Analisis data Riskesdas 2013)

xvi + 122 halaman, 9 tabel, 2 bagan, 3 lampiran ABSTRAK

Prevalensi anemia pada balita di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2006 sebesar 26,3% menjadi 28,1% pada tahun 2013. Diketahui bahwa anemia dapat berdampak pada perkembangan dan fungsi kognitif yang terhambat serta menurunkan fungsi imun. Hasil penelitian menunjukkan anemia balita dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik disebabkan karena karakteristik balita itu sendiri, faktor maternal, maupun sosiodemografi. Namun masih terdapat hasil penelitian yang kontradiktif sehingga penelitian ini perlu dilakukan agar dapat diketahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia balita di Indonesia.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui prevalensi dan faktor yang berhubungan dengan anemia pada balita. Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari Riskesdas tahun 2013. Desain yang digunakan adalah cross-sectional dengan jumlah responden 884 ibu balita. Kemaknaan hubungan dilihat menggunakan tingkat kepercayaan 95% Confidence Interval (CI) yang diperoleh dari uji chi square.

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa prevalensi anemia balita mencapai 31,56%. Umur balita kurang dari 36 bulan [OR 2,62 (1,96-3,50)], BBLR [OR 2,62 (1,96-3,50)], sunting [OR 1,36 (1, 01-1,85)], dan tidak Imunisasi DPT [OR 1,80 (1,15-2,84)] berhubungan signifikan dengan kejadian anemia balita.

Oleh karena itu disarankan kepada Dinas Kesehatan di kabupaten/kota untuk melakukan pemeriksaan anemia usia 9-12 bulan dan usia 15-18 bulan atau pemeriksaan tambahan setiap 1 tahun sekali pada usia 2-5 tahun sebagai bagian dari upaya penyelenggaraan Kesehatan Ibu dan Anak.

Daftar Bacaan :64 (1997 – 2015)


(4)

iii

ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE

PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM SPECIALIZATION OF EPIDEMIOLOGY Undergraduate Thesis, June 2015

Anjar Nofiani, NIM : 1111101000052

Associated Factors with Anemia Among Toddler 12–59 Months Old In Indonesia (Basic Health Survey 2013)

xvi+ 122 pages, 9 tables, 2 chart,3 attachments ABSTRACT

The prevalence with Anemia in Indonesia has increased from 26,3% in 2006 to 28,1% in 2013. It is well known that anemia leads to damaging consequences such as hindered physical and cognitive development and weakened immune system. The results showed anemic children can be affected by various factors caused both children characteristic, maternal and sociodemographic factors. Previous study showed contadictive result, so that this research needs to be done in order to know the associated factors of anemia among toddler in Indonesia.

The purpose of this study were to determine the prevalence and associated factors with anemia among toddler. This study is a further analysis of basic health survey 2013. The design was cross-sectional with a number of respondents was 884 mothers. Significance relationship seen using 95% Confidence Interval (CI) were obtained from the chi square test.

Based on the result, prevalence of anemia was 31,56%. Aged less than 36 months [OR 2.62 (1.96 to 3.50)], LBW [OR 2.62 (1.96 to 3.50)], stunting [OR 1.36 (1, 01- 1.85)], and no Immunization DPT [OR 1.80 (1.15 to 2.84)] were significantly associated with anemia.

It is recommended to the Health Department in the district to check hemoglobin initially between the ages of 9 to 12 months and 15-18 months or screening between the ages of 1 and 5 years to effort implementation of Maternal and Child Health Care.

References : 64 (1997 – 2015)


(5)

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN ANEMIA PADA BALITA USIA 12-59 BULAN DI INDONESIA TAHUN 2013 (ANALISIS

DATA RISKESDAS 2013)

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

Jakarta, Juli 2015 Mengetahui


(6)

(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Identitas Pribadi

Nama : Anjar Nofiani

TTL : Bogor, 22 November 1992 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Direktorat Polisi Satwa RT 02/ RW 14 No. 32 Depok No.Tlp : 081806215939

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

2011-sekarang : S1- Peminatan Epidemiologi, Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta

2008-2011 : SMK Analis Kesehatan DITKESAD, Jakarta Timur 2005-2008 : SMPN 103 Jakarta Timur

1999-2005 : SDN Tugu 5 Kota Depok

Publikasi Jurnal

2015 : Pengetauan, Sikap dan Perilaku Ibu Terkait Pemberian Imunisasi pada anak 12-48 bulan di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013 (Presentasi oral di Bangkok, Thailand)


(8)

vii Pengalaman Penelitian

2015 : Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada balita usia 12-59 bulan di Indonesia (Analisis data Riskesdas 2013) 2014 : Masalah kesehatan perempuan dan pencarian pengobatan pada

mahasiswi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014 2014 Penyusunan Rencana Program Penanggulangan Status Gizi

Kurang Dan Gizi Buruk Pada Balita Di Kelurahan Bakti Jaya, Muncul Keranggan Kecamatan Setu, Kota Tanggerang Selatan Tahun 2014 (pendekatan one health)

2014 Cakupan Layanan Posyandu Terkait Gizi dan Analisis Spasial Luas Jangkauan Layanan Posyandu Pada Kasus Gizi Kurang dan Gizi Buruk Balita (Studi Ekologi Di Kelurahan

Keranggan, Kecamatan Setu, Kota Tangerang Selatan Tahun 2014)

2014 : Peran Pusat Penanggulangan Krisis Regional Jakarta dalam Manajemen Bencara tahun 2013

2013 : Pelaksanaan Surveilans Kanker Payudara di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan Tahun 2013

2013 : Pengetauan, Sikap dan Perilaku Ibu Terkait Pemberian Imunisasi pada anak 12-48 bulan di Kecamatan Pamulang, Kota Tangerang Selatan Tahun 2013

Pengalaman Organisasi

2013-2014 : Anggota Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia Epidemiologi Student Assosiation (ESA)

Pengalaman Kepanitiaan

2014 : Anggota tim riset Seminar Profesi Kesehatan Masyarakat Peminatan Epidemiologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengalaman Kerja

2015 : Praktik Kerja Lapangan di Dinas Kesehatan Kota Depok 2014 : Pengalaman Belajar Lapangan di Puskesmas Ciputat Timur,


(9)

viii

2014 : Orientasi Kerja di Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Selatan 2011 : Freelancer tenaga analis kesehatan di Tirta Medical Center

Laboratorium Kuningan

2011 : Freelancer tenaga pengajar di Rumah Baca Panter, Depok 2010 : Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium Rumah Sakit Haji


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT. atas rahmat dan karuniaNya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Laporan skripsi dengan judul ―Faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada balita usia 12-59 bulan di Indonesia tahun 2013ditujukan untuk menjelaskan secara ilmiah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan anemia pada balita di Indonesia, sehingga kedepannya diharapkan dapat dilaksanakan penanggulangan dan pengendalian yang tepat.

Penulis sangat menyadari bahwa laporan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Orangtua yang senantiasa memberikan dukukungan moral, materi dan doa yang tiada henti sehingga penulis menjadi lebih bersemangat dalam menyelesaikan proposal skripsi ini.

2. Ibu Hoirun Nisa, M.Kes, Ph.D dan Dr. Ela Laelasari, SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran, arahan dan motivasi.

3. Laboratorium data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia yang telah memenuhi permintaan data Riskesdas tahun 2013 sebagai bahan penelitian.

4. Ibu Febrianti , M.Si, ibu Catur Rosidati, MKM, dan Ibu Farihah Sulasiah, MKes, selaku dosen penguji sisang skripsi yang telah memberikan saran dan arahan untuk perbaikan.


(11)

x

5. Ibu Iting Shofwati, MKKK selaku dosen penasihat akademik yang telah memberikan saran dan motivasi selama proses perkuliahan.

6. Seluruh teman-teman kesmas angakatan 2011 khususnya untuk peminatan epidemiologi yang selalu memberikan dukungan dan motivasi.

7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan laporan skripsi ini, dimana tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Dalam pembuatan skripsi ini tentu masih memiliki keterbatasan dan perlu perbaikan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kemajuan penelitian selanjutnya.

Ciputat, Juni 2015


(12)

xi

LEMBAR PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Allah SWT sang pencipta alam semesta kupersembahkan tulisan ini untuk setiap tetes keringat dan letih bapak yang tiada terhitung untukku dan untuk setiap doa dan pelukan hangat dari mama. Terimakasih atas kasih sayang yang selalu kalian berikan untukku, tiada kata yang mampu menggambarkan rasa syukurku memiliki orangtua seperti kalian. Tak mungkin dapat terbalaskan hanya dengan selembar kertas ini. Namun semoga ini menjadi langkah awal untuk membuat kalian bangga…


(13)

xii DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.

ABSTRAK ... ii

PERNYATAAN PERSETUJUAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

KATA PENGANTAR ... ix

LEMBAR PERSEMBAHAN ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR BAGAN ... xv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 17

A. Latar Belakang ... 17

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 6

1. Manfaat bagi Kementrian Kesehatan ... 6

2. Manfaat bagi Dinas Kesehatan di Indonesia ... 6

3. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya ... 6

F. Ruang lingkup ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Anemia ... 7

1. Definisi Anemia ... 7

2. Etiologi Anemia ... 7

B. Karakteristik Balita ... 10

1. Umur Balita ... 10

2. Jenis Kelamin ... 11


(14)

xiii

4. Riwayat Penyakit Malaria ... 12

5. Status Gizi ... 14

6. Status Pemberian Vitamin A ... 16

7. Status Imunisasi DPT ... 17

C. Faktor Maternal ... 17

1. Pendidikan Ibu ... 17

2. Pekerjaan Ibu ... 19

3. Umur Ibu ... 20

D. Sosiodemografi ... 21

1. Jumlah Keluarga ... 21

2. Tempat Tinggal ... 22

E. Kerangka Teori ... 24

BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS ... 25

A. Kerangka Konsep ... 25

B. Definisi Oprasional ... 26

C. Hipotesis ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 31

A. Desain penelitian ... 31

B. Waktu dan lokasi penelitian ... 31

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 31

D. Metode Pengumpulan Data... 35

E. Pengukuran Variabel Penelitian ... 36

F. Manajemen Data ... 39

G. Analisis Data ... 44

BAB V HASIL ... 46

A. Prevalensi Kejadian Anemia pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 46

B. Gambaran Kejadian Anemia berdasarkan Karakteristik Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 46

C. Gambaran Kejadian Anemia berdasarkan Faktor Maternal dan Faktor Sosiodemografi Ibu pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 48

D. Hubungan Kejadian Anemia dengan Karakteristik Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 50


(15)

xiv

E. Hubungan Kejadian Anemia dengan Faktor Maternal dan Faktor

Sosiodemografi pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 52

BAB VI PEMBAHASAN ... 55

F. Keterbatasan Penelitian ... 55

G. Prevalensi Kejadian Anemia pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 56

H. Gambaran Kejadian Anemia Berdasarkan Karakteristik Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 59

D. Gambaran Kejadian Anemia Berdasarkan Faktor Maternal dan Sosiodemografi Ibu pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 64

E. Hubungan Kejadian Anemia Berdasarkan Karakteristik Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 68

F. Hubungan Kejadian Anemia Berdasarkan Faktor Maternal dan Sosiodemografi Ibu pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 81

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 89

A. Simpulan ... 89

B. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 92


(16)

xv

DAFTAR BAGAN

Bagan 2. 1 Kaerangka Teori ... 24 Bagan 3. 1 Kerangka Konsep ... 25


(17)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 4. 1 Jumlah Sampel Penelitian ... 34

Tabel 4. 2 Variabel dan Kuesioner ... 40

Tabel 4. 3 Pengkodean Ulang Data Penelitian ... 41

Tabel 4. 4 Variabel Baru dalam Data Penelitian ... 43

Tabel 5. 1 Prevalensi Kejadian Anemia pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 46

Tabel 5. 2 Distribusi Kejadian Anemia berdasarkan Karakteristik Balita di Indonesia Tahun 2013... 46

Tabel 5. 3 Distribusi Kejadian Anemia berdasarkan Faktor Maternal dan Faktor Sosiodemografi Ibu pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 49

Tabel 5. 4 Hubungan Kejadian Anemia dengan Karakteristik Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 50

Tabel 5. 5 Hubungan Kejadian Anemia dengan Faktor Maternal dan Faktor Sosiodemografi Ibu pada Balita di Indonesia Tahun 2013 ... 53


(18)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara global, prevalensi anemia pada anak-anak usia pra-sekolah berdasarkan laporan WHO tahun 1993-2005 mencapai 47,4% (WHO,2008), sedangkan di Indonesia berdasarkan survei masalah gizi mikro di 10 provinsi pada tahun 2006 menemukan 26,3% balita mengalami anemia (Kemenkes, 2013). Prevalensi anemia balita di Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2013 menjadi 28,1% berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (Kemenkes RI, 2013). Selain itu hasil South East Asian Nutritional Survey (SEANUTS) pada tahun 2011 menemukan angka prevalensi anemia di Indonesia pada anak berusia < 2 tahun sebesar 55% (Sandjaja dkk, 2013).

Penelitian Santos (2011) menjelaskan bahwa anemia mengakibatkan kurangnya asupan oksigen ke jaringan tubuh terutama jaringan otak. Pada anak-anak di bawah usia lima tahun kekurangan oksigen ke jaringan otak dapat mengakibatkan menurunnya fungsi kognitif, menghambat pertumbuhan dan perkembangan psikomotorik. Hal ini juga telah dibuktikan dengan eksperimen pada hewan percobaan, hasilnya menunjukkan bahwa hewan yang anemia mengalami penurunan aktivitas spontan (Booth dan Auket, 1997). Anemia pada balita juga dapat menganggu sistem imun sehingga mudah terserang penyakit infeksi (Sanou dan Ngnie-Teta, 2012).


(19)

2

Anemia pada balita dipengaruhi oleh berbagai faktor. Fakor yang dapat mempengaruhi terjadinya anemia yaitu karakteristik balita itu sendiri seperti usia (Ayoya dkk, 2013; Leite dkk, 2013; Ewusie dkk, 2014; Santos dkk, 2011) jenis kelamin (Habte dkk, 2013; Baranwal dkk, 2014), berat badan lahir (Leite dkk, 2013), riwayat penyakit malaria (Ewusie dkk, 2014; Green dkk, 2011), status gizi balita berdasarkan indikator berat badan per usia (BB/U) (Leite dkk, 2013), tinggi badan per usia (TB/U) (Ayoya dkk, 2013), berat badan per tinggi badan (BB/TB) (Leite dkk, 2013), vitamin A (Semba dkk, 2002; Habte dkk, 2013; Amati dkk, 2013) dan imunisasi DPT (Habte dkk, 2013). Namun, beberapa penelitian tidak menemukan hubungan antara usia balita (Habte dkk, 2013), jenis kelamin (Kumar dkk, 2014; Ewusie dkk, 2014), berat badan lahir (Ewusie dkk, 2014), riwayat penyakit malaria (Kounnavong dkk, 2011; Leite dkk, 2013), BB/U (Ayoya dkk, 2013), TB/U (Leite dkk, 2013) BB/TB (Ayoya dkk, 2013) dan vitamin A (Woodruff dkk, 2005).

Selain karakteristik balita, faktor maternal dapat menjadi fakor risiko anemia balita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi anemia balita ditemukan lebih besar pada ibu yang tidak sekolah (Leite dkk, 2013; Habte dkk, 2013; Baranwal dkk, 2014). Pada penelitian di populasi lain, anak-anak akan semakin berisiko tinggi mengalami anemia apabila memiliki ibu yang buta huruf (Assefa dkk, 2014; Guatema dkk, 2014). Selain itu, anemia balita ditemukan lebih tinggi pada ibu yang bekerja (Baranwal dkk, 2014). Akan tetapi tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara anemia balita dengan status pekerjaan ibu (Kounnavong dkk, 2011). Anemia pada balita juga ditemukan lebih besar pada kelompok usia ibu yang lebih muda,


(20)

yaitu 15-19 tahun (Habte dkk, 2013). Namun, berdasarkan penelitian di Brazil dan Kuwait tidak terdapat hubungan yang signifikan antara anemia pada balita dengan usia ibu (Konstantyner dkk, 2011; Al-Qaoud dkk, 2014).

Selain faktor maternal, status sosial dan demografi juga dapat mempengaruhi anemia pada balita. Jumlah keluarga 5 juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia pada balita (Leite dkk, 2013) anak-anak yang berasal dari jumlah keluarga <5 memiliki efek proteksi terhadap anemia (Guatema dkk, 2014). Prevalensi anemia di Indonesia pada wilayah perkotaan ditemukan lebih tinggi yaitu 30,3% dibandingan dengan wilayah pedesaan yaitu sebesar 25,8% (Kemenkes RI, 2013). Akan tetapi penelitian di negara Malaysia, India dan Kenya menemukan bahwa wilayah pedesaan lebih berisiko untuk menimbulkan anemia (Ngui dkk, 2012; Foote dkk, 2013; Baranwal dkk, 2014).

Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya, masih terdapat hasil yang kontradiktif, sehingga penelitian ini perlu dilakukan agar dapat diketahui dengan jelas faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia balita di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data survei Riskesdas tahun 2013 yang dapat mencakup seluruh wilayah di Indonesia sebagai bahan analisis. Analisis ini dapat memberikan gambaran awal faktor yang dapat mempengaruhi anemia pada balita di Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Prevalensi anemia pada balita di Indonesia mengalami peningkatan berdasarkan survei dari tahun 2006 dan tahun 2013. Hasil penelitian menunjukkan anemia balita dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor baik


(21)

4

disebabkan karena karakteristik balita itu sendiri, faktor maternal, maupun sosiodemografi. Walaupun begitu beberapa peneilitian justru menunjukkan hasil yang kontradiktif terhadap hal tersebut sehingga belum ada konsistensi terkait faktor risiko anemia balita, sehingga penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia balita di Indonesia dirasa penting untuk dilakukan.

C. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimankah prevalensi kejadian anemia balita di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013?

2. Bagaimanakah distribusi kejadian anemia balita berdasarkan karakteristik balita (jenis kelamin, usia, berat badan lahir, riwayat penyakit malaria, status gizi, status pemberian vitamin A dan status imunisasi DPT) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013?

3. Bagaimanakah distribusi kejadian anemia balita berdasarkan faktor maternal (pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan usia ibu) dan faktor sosiodemografi (jumlah keluarga dan tempat tinggal) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013?

4. Bagaimanakah hubungan antara kejadian anemia balita dengan karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat penyakit malaria, status gizi, status pemberian vitamin A dan status imunisasi DPT) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013?

5. Bagaimanakah hubungan antara kejadian anemia balita dengan faktor maternal (pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan usia ibu) dan faktor


(22)

sosiodemografi (status ekonomi, jumlah keluarga, tempat tinggal) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013?

D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada balita usia 12-59 bulan di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya prevalensi kejadian anemia balita di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013

b. Diketahuinya distribusi kejadian anemia balita berdasarkan karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat penyakit malaria, status gizi, status status pemberian vitamin A dan status imunisasi DPT) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013

c. Diketahuinya distribusi kejadian anemia balita berdasarkan faktor maternal (pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan usia ibu) dan faktor sosiodemografi (jumlah keluarga dan tempat tinggal) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013

d. Diketahuinya hubungan antara kejadian anemia balita dengan karakteristik balita (usia, jenis kelamin, berat badan lahir, riwayat penyakit malaria, status gizi, status status pemberian vitamin A dan status imunisasi DPT) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013


(23)

6

e. Diketahuinya hubungan antara kejadian anemia balita dengan faktor maternal (pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan usia ibu) dan faktor sosiodemografi (jumlah keluarga dan tempat tinggal) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Kementrian Kesehatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan program pencegahan dan penanggulangan masalah anemia di Indonesia, khususnya dalam menentukan program yang tepat untuk kesehatan balita.

2. Manfaat bagi Dinas Kesehatan di Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan masalah anemia pada balita di masing-masing wilayah otoritas dinas kesehatan.

3. Manfaat bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan referensi terkait faktor risiko kejadian anemia pada balita sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut.

F. Ruang lingkup

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Penelitian ini dan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 sebagai bahan analisis lanjut untuk menjawab pertanyaan penelitian dan dilaksanakan pada bulan April hingga Juni 2015.


(24)

Responden dalam penelitian ini adalah wanita usia 10-54 tahun dan unit analisisnya adalah balita usia 12-59 bulan yang berjumlah 884.


(25)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia

1. Definisi Anemia

Menurut WHO, anemia adalah suatu kondisi dimana jumlah sel darah merah atau kapasitas oksigen tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan fisiologis, yang bervariasi menurut umur, jenis kelamin, ketinggian, merokok, dan status kehamilan (WHO, 2014). Anemia adalah penurunan jumlah sel darah merah atau penurunan konsentrasi hemoglobin di dalam sirkulasi darah. Anemia dapat terjadi pada semua tahap kehidupan, tetapi lebih umum terjadi pada anak-anak dan wanita hamil. Berikut adalah kategori status anemia berdasarkan kadar hemoglobin pada balita usia 6-59 bulan (WHO, 2008):

a. Normal : 11 gr/dl b. Anemia ringan : 10-10,9 gr/dl c. Anemia sedang : 7-9,9 gr/dl d. Anemia berat : < 7 gr/dl

2. Etiologi Anemia

Anemia dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu gangguan pembentukan eritrosit, perdarahan dan hemolisis. Gangguan pembentukan eritrosit terjadi apabila terdapat defisiensi substansi tertentu seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (A, B12, asam folat), asam amino, serta gangguan pada sumsum tulang. Kemudian perdarahan baik akut maupun kronis


(26)

mengakibatkan penurunan total sel darah merah dalam sirkulasi darah yang menyebabkan anemia serta hemolisis yaitu proses penghancuran eritrosit (Hensbroek dkk, 2010).

Pendapat lain mengatakan bahwa anemia dapat diklasifikasikan menurut produksi eritrosit (eritropoiesis) yaitu sebagai akibat gangguan proliferasi prekursor-sel darah merah atau saat pematangan eritrosit, meningkatnya proses penghancuran sel darah merah (hemolisis) atau kehilangan darah atau keduanya. Proses ini secara umum ditentukan oleh gizi, penyakit menular, dan genetik. Meskipun defisiensi besi diduga menjadi penyebab utama anemia, namun keterbatasan indikator dalam mengukur status zat besi pada tingkat populasi dan keterbatasan data yang ada, sehingga defisiensi besi hanya diperkirakan saja (Balarajan, 2011).

Sembulingan dkk (2011) juga berpendapat bahwa secara umum anemia disebabkan karena penurunan produksi sel darah merah, peningkatan hemolisis dan perdatahan. Klasifikasi anemia dapat dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan morfolgi dan etiologinya. Morfologi klasifikasi yaitu berdasarkan ukuran dan warna sel darah merah. Sedangkan berdasarkan etiologinya anemia dibagi menjadi anemia hemoragik, anemia hemoloitk, anemia defisiensi zat gizi, anemia aplastik dan anemia akibat penyakit kronis.


(27)

10

B. Karakteristik Balita 1. Umur Balita

Umur balita memiliki keterikatan dengan kejadian anemia. Balita yang memiliki usia lebih tua dapat memiliki tingkat toleransi yang lebih baik terhadap makanan yang mengandung besi serta peningkatan kekebalan tubuh sehingga terlindungi dari penyakit infeksi yang dapat menyebabkan anemia (Habte dkk, 2013). Beberapa penelitian menemukan hubungan yang signifikan dengan umur balita (Leal dkk, 2011; Ayoya dkk, 2013; Ewusie dkk, 2014; Santos dkk, 2011) dan balita yang berumur <24 bulan lebih berisiko menderita anemia (Foote dkk, 2013). Pada hasil penelitian di kota Gaza, Palestina, rata-rata anak-anak dalam komunitas ini adalah 1,75 tahun, penjelasan mengenai penurunan kadar hemoglobin pada anak-anak ini yaitu anak-anak sedang berada pada periode ledakan pertumbuhan yang cepat tetapi kebutuhan gizi untuk pembentukan sel darah merah tidak terpenuhi (Alzain, 2012).

Kelompok umur dibawah 24 bulan berisiko 2,6 kali lebih besar mengalami anemia (p : 0,000 CI 1,7-3,8) (Assefa dkk, 2014). Berdasarkan hasil penelitian, semakin tua umur anak maka akan memiliki efek proteksi terhadap anemia (Leite dkk, 2013). Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Shinoda (2012), semakin muda umur anak maka semakin tinggi risikonya mengalami anemia. Anemia juga lebih banyak ditemukan pada anak-anak usia 12-17 bulan dibandingkan dengan anak-anak usia 36-59 bulan (Singh dan Patra, 2014).


(28)

Namun penelitian di Ethiopia tidak menemukan hubungan yang signifikan antara umur balita dengan anemia (Habte dkk, 2013). Penelitian di Kuwait juga menemukan bahwa kelompok umur 5 tahun secara statistik lebih tinggi di bandingkan dengan kelompok umur 4 tahun (p:0,038) (Al-Qaoud dkk, 2014).

2. Jenis Kelamin

Salah satu faktor risiko anemia yaitu anak yang berjenis kelamin laki-laki memiliki peningkatan risiko anemia dibandingkan dengan anak perempuan. Seorang anak laki-laki ditemukan memiliki risiko lebih tinggi untuk menderita anemia dari anak perempuan (OR: 1,215 (1,083, 1,362) p-value <0.001) (Ngesa dan Mwambi, 2014). Penelitian lain juga menemukan hubungan yang signifikan antara anemia dengan jenis kelamin balita (Habte dkk, 2013; Baranwal dkk, 2014). Anak-anak laki-laki lebih rentan terhadap anemia (Alzain, 2012). Pada anak laki-laki-laki-laki rentan mengalami defisiensi zat besi dibanding anak perempuan karena pertumbuhan yang lebih cepat pada bulan-bulan pertama kehidupan (Pita dkk, 2014). Namun beberapa penelitian tidak menemukan hubungan antara anemia dan jenis kelamin (Kumar dkk, 2014; Ewusie dkk, 2014).

Penelitian di Haiti menemukan bahwa anemia terjadi sedikit lebih tinggi pada anak laki-laki di bandingkan dengan anak perempuan (Ayoya dkk, 2013). Meskipun hasil penelitian tidak menemukan hubungan yang signifikan, Penelitian Santos dkk (2011) juga menemukan prevalensi anemia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan perempuan. Pada anak-anak kebutuhan terhadap besi cukup tinggi, tetapi mereka tidak dapat


(29)

12

mengatur pola makannya sendiri. Begitupun dengan penelitian di Papua New Ginea tidak menemukan hubungan secara statistik antar jenis kelamin balita dengan anemia (Shinoda dkk, 2012).

3. Berat Badan Lahir

Berat badan lahir berhubungan dengan faktor maternal, ibu yang mengalami anemia selama kehamilan cenderung untuk melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (Leite dkk, 2013). Pada periode posnatal, zat besi digunakan untuk pertumbuhan, proses konsumsi dan penyerapan besi pada periode ini sangat cepat. Semakin cepat pertumbuhan, semakin berisiko mengalami defisiensi zat besi. Anak-anak dengan berat lahir rendah memiliki risiko lebih banyak. Pada kondisi ini mereka mulai tumbuh dengan cadangan besi yang rendah, sedangkan terjadi pertumbuhan posnatal yang cepat. Hubungan yang diamati antara berat badan lahir rendah dan anemia pada anak usia 6-23 bulan menunjukkan bahwa pencegahan berat bayi lahir rendah dapat mengurangi risiko kematian dan anemia (Pita dkk, 2014). Namun penelitian lain tidak menemukan hubungan antara anemia dan berat badan lahir rendah (Konstantyner dkk, 2012).

4. Riwayat Penyakit Malaria

Beberapa penelitian menemukan adanya hubungan antara anemia dan riwayat penyakit malaria (Green dkk, 2011; Ewusie dkk, 2014). Malaria merupakan penyumbang utama anemia di dunia. Meskipun penyebab utama anemia dalam konteks malaria adalah hemolitik,


(30)

penelitian telah menunjukkan bahwa anemia akibat peradangan memiliki peran penting dalam menimbulkan perubahan dalam distribusi dan penyerapan zat besi (Shaw dan Frieman, 2011). Malaria memiliki hubungan yang kuat dengan peningkatan prevalensi anemia karena mekanisme penghancuran sel darah merah oleh parasit plasmodium. Akan tetapi penelitian di Ethiopia tidak menemukan hubungan antara anemia dan infeksi malaria. Hal ini dikarenakan rendahnya prevalensi malaria di area penelitian. Meskipun begitu, anak yang menderita malaria 4,02 lebih berisiko mengalami anemia (Gutema dkk, 2014).

Infeksi Plasmodium sp. menjadi infeksi yang dominan secara signifikan menurunkan kadar hemogoblin dan meningkatkan risiko anemia terlepas dari infeksi lain, umur dan jenis kelamin. Hasil analisis regresi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan ketika anak-anak terinfeksi > 5000 parasit/mikro liter darah. Semakin berat infeksinya semakin berdampak pada rendahnya level hemoglobin. Siklus hidup parasit plasmodium meningkatkan hemolisis sel darah merah secara langsung atau pada proses inflamasi cytokine sehingga pada individu yang terinfeksi, proses produksi sel darah merah yang baru tidak akan mencukupi untuk mengganti sel darah yang rusak. Hasil penelitian lainnya juga menemukan hubungan yang signifikan antara malaria dan anemia 0,001 di Lake Albert dan 0,004 di Lake Victoria.(Green dkk, 2011).

Pada penelitian di Sudan, sebagian besar anak-anak terinfeksi lebih dari satu jenis malaria dalam periode satu tahun. Meskipun begitu, hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antar malaria


(31)

14

dan anemia. Malaria dapat menyebabkan anemia karena membuat sel darah merah lisis atau hancur (Hussein dan Mohamed, 2014).

5. Status Gizi

Status gizi seorang anak dapat dilakukan melalui pengukuran berdasarkan umur, berat badan dan tinggi badan. Balita yang kerdil atau pendek cenderung mengalami anemia lebih cepat dibandingkan dengan anak-anak yang normal, tinggi, atau kelebihan berat badan. Pada masa balita, asupan nutrisi yang tepat dibutuhkan untuk menghambat perkembangan anemia. Secara keseluruhan, kekurangan gizi anak-anak terutama mereka yang termasuk dalam kelompok usia yang lebih rendah, beresiko terhadap anemia (Gorospe dkk, 2014).

Stunting juga dapat dikaitkan dengan fraksi besar kasus anemia ringan hingga anemia berat, stunting juga dapat terjadi karena adanya infeksi di usus pada anak-anak (Foote dkk, 2013). Kemudian dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa anemia dengan tinggi rata-rata di semua kelompok umur berhubungan secara signifikan (p <0,05). Begitupun antara anemia dengan berat rata-rata di semua kelompok umur (p <0,05) (Alzain, 2012). Hasil penelitian di Papua New Ginea, balita yang kurus dan memiliki berat kurang berhubungan dengan anemia (Shinoda dkk, 2012). Hasil penelitian lain juga menemukan hubungan yang signifikan antara anemia dengan indikator BB/U Leite dkk, 2013), TB/U (Ayoya dkk, 2013) BB/TB (Leite dkk, 2013). Risiko anemia pada balita yang kerdil dan kurus dengan kemungkinan 1,39 dan 1,23 (Gorospe dkk, 2014).


(32)

Anemia dan malnutisi biasanya muncul bersamaan, satu individu dapat mengalami masalah gizi yang kompleks. Risiko balita stunting mengalami anemia adalah 2,3 kali dibandingkan dengan balita yang normal. Kemudian balita yang memiliki kelebihan berat badan (z score> 2,0) cenderung tidak mengalami anemia (Al-Qaoud dkk, 2014).

Peningkatan obesitas merupakan hasil dari transisi status gizi dan epidemiologi. Meskipun anemia lebih dominan ditemukan pada anak yang memiliki berat kurang, tetapi anemia juga ditemukan pada anak yang memiliki berat lebih. Pola diet anak-anak yang memiliki berat lebih biasanya cenderung mengkonsumsi kalori berlebihan dan kekurangan asupan vitamin dan mineral. Penelitian di Brazil menemukan bahwa anak yang menderita anemia juga memiliki tinggi badan yang pendek dan berat kurang, meskipun hasil penelitian tidak menemukan hubungan yang signifikan (Oliveira dkk, 2010). Penelitian lainnya di Brazil juga tidak menemukan hubungan yang signifikan antara status gizi dengan anemia. Konstantinyer dkk (2012) menjelaskan studi antara anemia dan berat lebih/obesitas juga telah dilaporkan di Brazil. Tingginya konsumsi makanan yang berlebihan mengakibatkan kekurangan penyerapan dan penyimpanan besi. Akan tetapi, pengukuran antropometri untuk indikator obesitas yang digunakan dalam studi ini juga tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap risiko anemia.


(33)

16

6. Status Pemberian Vitamin A

Kekurangan vitamin A pada anak juga memiliki risiko kemungkinan yang lebih tinggi untuk menderita anemia. Selain itu, asupan riboflavin yang cukup dapat mencegah infeksi saluran pernapasan atas serta faktor-faktor lain yang berkontribusi terhadap peningkatan risiko anemia (Gorospe dkk, 2014). Hasil penelitian lainnya juga mengatakan hal yang sama (Semba dan Bloem, 2002; Konstantinyer dkk, 2011; Habte dkk, 2013; Amati dkk, 2013). Penelitian lainnya menyebutkan bahwa kekurangan vitamin A tidak berhubungan dengan anemia (Woodruff dkk, 2005; Foote dkk, 2013)

Survei gizi menunjukkan bahwa tingginya prevalensi defisiensi vitamin A dan anemia biasanya terjadi bersama-sama dalam populasi yang sama. Pada populasi berisiko kekurangan vitamin A, ada kemungkinan mengalami kekurangan vitamin lainnya yang dapat menyebabkan anemia. Bukti bahwa kekurangan vitamin A menyebabkan anemia yaitu melalui modulasi metabolisme besi yang kuat dan didukung dengan pengamatan dari hewan percobaan dan studi pada manusia. Defisiensi vitamin A berkontribusi menimbulkan anemia melalui kekebalan tubuh terhadap infeksi dan peningkatan anemia kronis. Namun indeks sel darah merah mungkin tidak konsisten selama anemia defisiensi vitamin A karena faktor lain, termasuk kekurangan zat besi, malaria, infeksi dan obat-obatan lainnya (Semba dan Bloem, 2002). Kekurangan vitamin A dan anemia berhubungan dengan angka kematian yang tinggi terutama pada balita (Amati dkk, 2013).


(34)

7. Status Imunisasi DPT

Pertusis atau batuk rejan adalah penyakit saluran pernapasan yang sangat menular. Bordetella pertussis adalah agen penyebab batuk rejan yang terjadi pada balita. Bakteri ini menempel pada selaput lendir di saluran pernapasan dan menyebabkan peradangan dalam tubuh. B. pertussis menghasilkan toksin pertusis dan endotoksin, pada kasus yang parah komplikasi seperti demam tinggi, radang otak, kejang, pneumonia dan kematian dapat terjadi (WHO, 2010). Hasil penelitian menemukan bahwa toksin yang ditimbulkan oleh B. pertussis dapat meningkatkan aktifitas hemolitik pada sel darah merah manusia (Bodade dkk, 2009). Pemberian imunisasi DPT dapat menurunkan risiko penyakit menular sehingga dapat menurunkan risiko anemia (Habte dkk, 2013).

C. Faktor Maternal 1. Pendidikan Ibu

Tingkat pendidikan ibu secara bermakna dikaitkan dengan risiko anemia pada anak-anak (p-value, 0,001). Ibu dengan pendidikan menengah memiliki efek proteksi terhadap risiko anemia pada anak-anak mereka. Anemia berisiko 1,5 kali lebih besar pada anak-anak yang ibunya tidak sekolah dibandingkan dengan anak yang ibunya memiliki tingkat pendidikan menengah. Kemudian terjadi pengurangan risiko anemia pada anak yang ibunya telah menyelesaikan pendidikan menengah menjadi 1,2 kali pada ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi dibanding tingkat pendidikan menengah (Ngesa dan Mwambi, 2014).


(35)

18

Hasil penelitian di Ethiopia menemukan bahwa pendidikan ibu yang tinggi memiliki efek protektif terhadap anemia balita. Hal ini disebabkan karena praktek pemberian makan dan perawatan anak yang baik oleh ibu yang berpendidikan (Habte dkk, 2013). Berbagai penelitian lainnya juga menunjukkan bahwa prevalensi anemia balita ditemukan lebih besar pada ibu yang tidak sekolah (Leite dkk, 2013; Baranwal dkk, 2014) dan semakin tinggi risikonya apabila memiliki ibu yang buta huruf (Assefa dkk, 2014; Guatema dkk, 2014).

Ibu dengan pendidikan rendah akan berpengaruh pada status gizi anak, kurangnya kesadaran ibu tentang pemberian nutrisi dan kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat. (Assefa dkk, 2014). Penelitian di daerah pedesaan Malaysia juga menemukan bahwa pendidikan formal ibu yang kurang dari 6 tahun berhubungan signifikan (p: 0,002) dengan anemia balita dan meningkatkan risiko sebesar 2,52 kali. Dalam kondisi ini pendidikan orangtua khususnya ibu memiliki peranan penting dalam kesehatan seorang anak, hasil penelitian menemukan bahwa anak-anak yang memiliki ibu dengan pendidikan rendah cenderung mengalami anemia defisisensi besi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki ibu dengan latar pendidikan yang tinggi.(Ngui dkk, 2012)

Meskipun begitu ada hasil penelitian yang menemukan antara anemia pada anak-anak secara statistik tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat melek huruf (Hussein dan Mohamed, 2014). Penelitian di daerah pedesaan Lao juga tidak menemukan hubungan yang signifikan dengan anemia. Kemungkinan hal ini disebabkan karena variasi


(36)

pendidikan yang sedikit, dalam populasi studi tingkat angka melek hurufnya rendah (Kounnavong dkk, 2011). Begitupun penelitian di Brazil juga tidak menemukan hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian anemia (Konstantyner dkk, 2012).

2. Pekerjaan Ibu

Pekerjaan yang sering disebut sebagai profesi adalah sesuatu yang dilakukan manusia yang dilakukan dengan cara yang baik dan benar dengan tujuan mendapatkan imbalan berbentuk uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Berdasarkan hasil penelitian, anemia balita ditemukan lebih tinggi pada ibu yang bekerja (Baranwal dkk, 2014). Ibu yang bekerja memiliki efek negatif pada status gizi dan kesehatan anak-anak mereka. Beban kerja dapat mempengaruhi gizi ibu itu sendiri dan kesehatannya, akibatnya terjadi penurunan kapasitas untuk melakukan kegiatan lain seperti mengasuh anak. Kemudian karena keterbatasan waktu untuk bekerja, kebutuhan gizi anak-anaknya kurang diperhatikan. Selain itu ada kemungkinan untuk ibu yang bekerja, anak-anak mereka akan diasuh oleh orang lain yang mungkin kurang baik dalam mengasuh anak (Abbie dkk, 2014).

Akan tetapi tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara anemia balita dengan status pekerjaan ibu (Kounnavong dkk, 2011). Begitupun dengan hasil penelitian di Cuba menemukan bahwa balita yang ibunya tidak bekerja memiliki pola makan tidak teratur. Akibatnya balita tersebut tidak mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhannya. Pada penelitian ini, tempat penitipan anak memiliki efek


(37)

20

proteksi terhadap kejadian anemia balita. Tempat penitipan anak biasanya akan memberikan pengasuhan yang baik dan pola makan yang seimbang (Pita dkk, 2014).

3. Umur Ibu

Keterkaitan antara anemia dan umur ibu yaitu apabila seorang perempuan menikah dan hamil di usia remaja akan meningkatkan kebutuhan besi. Hal ini disebabkan karena besi diperlukan untuk perkembangan janin dan untuk pertumbuhan ibu itu sendiri yang masih dalam usia remaja. Apabila kebutuhan besi yang tinggi ini tidak terpenuhi maka dapat meningkatkan risiko anemia pada ibu muda dan bayinya sebesar 68% (Unniceff, 2007).

Berdasarkan hasil penlitian, anemia pada balita ditemukan lebih besar pada kelompok usia ibu yang lebih muda, yaitu 15-19 tahun (Habte dkk, 2013). Ibu yang berusia < 20 tahun memiliki hubungan yang signifikan baik di wilayah perkotaan maupun pedesaan dengan kejadian anemia pada balita (Leal dkk, 2011). Al-Qaoud dkk (2014) menemukan bahwa umur ibu yang kurang dari 30 tahun cenderung memiliki anak yang anemia dibandingkan dengan ibu yang lebih tua. Hasil penelitian ini juga berkorelasi dengan pengalaman ibu serta kualitas pengasuhan anak. Namun, berdasarkan penelitian di Brazil, tidak terdapat hubungan yang signifikan antara anemia pada balita dengan usia ibu (Konstantyner dkk, 2012)


(38)

D. Sosiodemografi 1. Jumlah Keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, balita dengan jumlah keluarga yang besar 1,96 kali berisiko mengalami anemia. Jumlah keluarga secara bermakna dikaitkan dengan tingginya prevalensi anemia adalah ukuran keluarga besar (> 6 anggota). Pada penelitian ini, setengah dari subjek anemia memiliki saudara kandung yang usianya tidak jauh berbeda dalam satu rumah. Makanan pokok di lokasi penelitian ini adalah beras, sedangkan makanan yang memiliki kandungan besi lebih tinggi seperti kacang-kacangan dan produk daging dikonsumsi lebih sedikit serta biasanya tidak tersedia. Meskipun distribusi pangan dalam rumah tangga tampaknya sama, laki-laki dewasa dari keluarga cenderung untuk mendapatkan lebih banyak manfaat daripada anak-anak karena norma-norma budaya. Penduduk disini menganggap makanan selain nasi adalah lauk, dan mereka tidak mempertimbangkan jumlah tertentu yang diperlukan untuk setiap anggota keluarga (Kounnavong dkk, 2011). Hal ini didukung oleh hasil berbagai penelitian lainnya yaitu jumlah keluarga > 5 juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian anemia (Leite dkk, 2013; Guatema dkk, 2014).

Penelitian di India juga menemukan bahwa prevalensi anemia berhubungan signifikan dengan jumlah keluarga yang besar. Hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian dari anggota keluarga pada anak-anak karena kesibukan mereka. Akibatnya anak-anak-anak-anak tidak mendapatkan perhatian untuk makanan dan nutrisi yang tepat (Baranwal dkk, 2014).


(39)

22

Jumlah anggota keluarga yang besar dan banyaknya anak-anak (lebih dari 3) memiliki hubungan yang positif terhadap anemia. Pada negara berkembang hal ini dapat dihubungkan dengan buruknya akses ke perawatan antenatal dan nutisi saat kehamilan (Al-Qaoud dkk, 2014).

2. Tempat Tinggal

Wilayah tempat tinggal merupakan penggolongan unit wilayah administrasi yang terkecil yaitu desa/kelurahan dimana seseorang bertempat tinggal dan dibedakan menjadi wilayah perkotaan dan perdesaan. Perkotaan adalah suatu wilayah administrasi setingkat desa/ kelurahan yang memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan. Perdesaan adalah status suatu wilayah administrasi setingkat desa/kelurahan yang belum memenuhi kriteria klasifikasi wilayah perkotaan (BPS, 2010).

Hasil penelitian mengatakan bahwa wilayah pedesaan/rural lebih berisiko untuk menimbulkan anemia (Foote dkk, 2013; Baranwal dkk, 2014). Penelitian di Lao menemukan tingginya prevalensi anemia khususnya pada anak-anak yang jumlah anggota keluarganya banyak dan tinggal di desa terpencil dimana prevalensi stunting juga tinggi, kemiskinan, sulitnya akses ke sumber pangan dan rendahnya pengetahuan tentang sumber pangan gizi yang baik (Kounnavong dkk, 2011). Menurut Ngui dkk (2012) status sosioekonomi memiliki dampak terhadap status gizi anak-anak di daerah pedesaan.

Penelitian di Brazil menemukan bahwa tempat tinggal memiliki hubungan yang signifikan terhadap anemia (p: 0,004) (Konstantiyer dkk,


(40)

2012). Konstantiyer dkk (2012) menjelaskan meskipun berbeda dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya, anak-anak yang berusia kurang dari 24 bulan yang tinggal di daerah perkotaan berisiko tinggi mengalami anemia. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh migrasi penduduk dari desa ke kota dalam dekade baru-baru ini. Akibatnya penduduk hidup dalam kondisi miskin di kota besar dan juga terjadi perubahan gaya hidup di daerah perkotaan seperti moderenisasi, banyaknya industri makanan, menurunnya kesadaran dan pengetahuan kebutuhan makanan balita serta ketiadaan pengasuhan yang diberikan orang dewasa. Hal ini mengakibatkan kualitas hidup dan kesehatan populasi di wilayah perkotaan khususnya di kota bersiko karena adanya perubahan gaya hidup dan mudahnya akses terhadap makanan hasil olahan indutri. Namun penelitian di Papua New Ginea tidak menemukan hubungan yang signifikan antara tempat tinggal dengan kejadian anemia (Shinoda dkk, 2012).


(41)

24 E. Kerangka Teori

Bagan 2. 1 Kaerangka Teori Pemberian Vitamin A Mobilisasi besi Jumlah keluarga Tempat tinggal Status gizi

Kekurangan nutrisi Malaria

Pertumbuhan yang cepat Anemia Eritropoesis Imunisasi DPT Pendidikan Ibu Infeksi Defisiensi besi

Jenis makanan Praktik mengasuh balita Praktik pemberian makan Ketahanan Pangan Berat badan lahir rendah Umur balita Umur ibu Anemia maternal Jenis kelamin Hemolisis Perdarahan Pekerjaan Ibu

Sumber : (Hensbroek dkk, 2010; Habte dkk, 2013; Abbie dkk, 2013; Uniceff, 2007; Kounnavong dkk, 2011; Pita dk, 2014; Alzain, 2012; Shaw dan Friedman, 2011; Semba dan Bloem, 2013)


(42)

25 BAB III

KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPRASIONAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep

Penelitian ini akan meneliti karakteristik balita dan faktor maternas serta sosiodemografi dengan anemia.

Bagan 3. 1 Kerangka Konsep

Faktor Maternal 1. Pendidikan ibu 2. Pekerjaan ibu 3. Umur ibu

Karakteristik Balita 1. Jenis kelamin 2. Umur balita 3. Berat badan lahir 4. Riwayat malaria 5. Status gizi

a. BB/U b. TB/U c. BB/TB 6. Status pemberian

vitamin A 7. Status imunisasi

DPT

Status Anemia

Sosiodemografi 1. Jumlah keluarga 2. Tempat tinggal


(43)

26 B. Definisi Oprasional

No Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 1 Status

anemia

Hasil pengukuran kadar hemoglobin dengan menggunakan darah kapiler, cut-of point anemia mengacu pada standar kadar hemoglobin balita usia 6-59 bulan (WHO,2008)

Pengukuran menggunakan alat Hemocue

1. Tidak anemia : hb 11 gr/dL

2. Anemia : <11 gr/dL

Ordinal

2 Jenis Kelamin

Jenis kelamin anak berdasarkan pengakuan dari pendamping saat wawancara

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Perempuan 2. Laki-laki

Nominal

3 Umur balita

Jumlah bulan kehidupan balita terhitung sejak tanggal lahir hingga kegiatan wawancara dilakukan berdasarkan kalender Masehi dengan pembulatan ke bawah

Wawancara

menggunakan kuesioner atau observasi dokumen

Usia dalam Bulan Rasio

4 Berat badan lahir

Berat badan yang ditimbang dalam kurun waktu 24 jam setelah bayi lahir

Observasi dengan

melihat catatan/dokumen berat badan lahir

1. Tidak BBLR : ≥2500 gram 2. BBLR : <2500 gram

Ordinal

5 Riwayat penyakit malaria

Pernah didiagnosis menderita Malaria yang sudah dipastikan dengan

pemeriksaan darah oleh tenaga kesehatan

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Tidak

2. Ya, < 12 bulan saat wawancara


(44)

27

No Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur (dokter/ perawat/ bidan)

6 Status gizi balita berdasark an indikator BB/U

Status gizi pada balita yang diukur berdasarkan berat badan dan umur kemudian angka berat badan setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita WHO tahun 2005

Wawancara

menggunakan kuesioner dan timbangan digital merek Fesco

1. Gizi buruk : Zscore <-3,0 2. Gizi kurang : Zscore -3,0

s/d Zscore < -2,0

3. Gizi baik : Zscore -2,0 s/d 2,0

4. Gizi Lebih : Zscore >2,0

Ordinal

7 Status gizi balita berdasark an indikator BB/U

Status gizi pada balita yang diukur berdasarkan tinggi badan dan umur kemudian tinggi berat badan setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita WHO tahun 2005

Wawancara

menggunakan kuesioner dan alat pengukur tinggi/panjang badan multifungsi

1. Sangat pendek : Zscore <-3,0

2. Pendek : Zscore -3,0 s/d Zscore < -2,0

3. Normal : Zscore -2,0 s/d 2,0

4. Tinggi : Zscore >2,0

Ordinal

8 Status gizi balita berdasark an indikator BB/U

Status gizi pada Balita yang diukur berdasarkan berat badan dan tinggi badan kemudian angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita WHO tahun 2005

Timbangan digital merek Fesco dan alat pengukur tinggi/panjang badan multifungsi

1. Sangat kurus : Zscore <-3,0 2. Kurus : Zscore ≥-3,0 s/d

Zscore <-2,0

3. Normal : Zscore ≥-2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

4. Gemuk : Zscore >2,0


(45)

28

No Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur 9 Status

pemberian vitamin A

Status pemberian kapsul vitamin A pada anak dalam 6 bulan terakhir saat

wawancara dilakukan

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Ya 2. Tidak

Ordinal

10 Status imunisasi DPT

Status pemberian imunisasi DPT 1, DPT 2, dan DPT 3

Observasi cacatan imunisasi atau Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Lengkap : 3 kali imunisasi DPT

2. Tidak lengkap : <3 kali imunisasi DPT

3. Tidak diberikan imunisasi DPT

Ordinal

11 Pendidika n ibu

Status pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh ibu dari balita

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Tamat perguruan tinggi 2. Tamat SMA/Sederajat 3. Tamat SMP

4. Tamat SD

5. Tidak memiliki ijazah

Ordinal

12 Pekerjaan ibu

Status pekerjaan ibu balita atau kegiatan terbanyak yang dilakukan ibu balita baik di rumah maupun di luar rumah dan memperoleh penghasilan/imbalan.

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Bekerja 2. Tidak bekerja

Nominal

13 Umur ibu Jumlah tahun yang dihitung sejak lahir hingga ulang tahun terakhir berdasarkan

Wawancara

menggunakan kuesioner


(46)

29

No Variabel Definisi Operasional Cara dan Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur kalender Masehi dengan pembulatan ke

bawah 14 Jumlah

keluarga

Jumlah semua orang yang bertempat tinggal di suatu rumah tangga sudah ≥6 bulan atau < 6 bulan, tetapi berniat tinggal hingga ≥6 bulan termasuk pembantu rumah tangga, sopir, tukang kebun yang tinggal dan makan di rumah majikannya

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. <5 anggota keluarga 2.  5 anggota keluarga

Ordinal

15 Tempat tinggal

Klasifikasi tempat tinggal anak saat wawancara dilakukan sudah ≥6 bulan atau < 6 bulan, tetapi berniat tinggal hingga ≥6 bulan.

Penetuan daerah perkotaan atau perkotaan sesuai dengan catatan penggolongan kota/desa pada form RKD13.BANGSEN

Wawancara

menggunakan kuesioner

1. Desa 2. Kota


(47)

30

C. Hipotesis

1. Adanya hubungan antara kejadian anemia balita dengan karakteristik balita (umur balita, jenis kelamin balita, berat bayi lahir, status gizi, status pemberian vitamin A dan status imunisasi DPT) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013.

2. Adanya hubungan antara kejadian anemia balita dengan faktor maternal (pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan usia ibu) dan faktor sosiodemografi (jumlah keluarga dan tempat tinggal) di Indonesia berdasarkan data Riskesdas tahun 2013.


(48)

31 BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional. Desain penelitian ini mengikuti desain penelitian Riskesdas. Penelitian ini merupakan analisis lanjutan dengan memanfaatkan data Riskesdas tahun 2013 untuk meperoleh penjelasan awal mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan anemia pada Balita di Indonesia tahun 2013.

B. Waktu dan lokasi penelitian

Riskesdas 2013 dilaksanakan di 33 provinsi di Indonesia pada tahun 2013. Selanjutnya, data Riskesdas yang dimanfaatkan peneliti akan dianalisis pada bulan April hingga Juni 2015.

C. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh balita yang berusia 12-59 bulan dari setiap rumah tangga di Indonesia yang terpilih sebagai responden Riskesdas tahun 2013 tingkat nasional. Adapun jumlah balita tersebut adalah 986 balita sebagai unit analisis. Sedangkan responden dalam penelitian ini adalah wanita berusia 10-54 tahun yang berjumlah 884


(49)

32

2. Sampel

a. Sampel Riskesdas

Pada survei Riskesdas tahun 2013, pengukuran kadar hemoglobin merukapan data biomedis sehingga untuk perhitungan sampel menggunakan estimasi nasional dengan melakukan penarikan sampel dua tahap berstrata dan subsampel dari estimasi provinsi. Tahapan dari metode ini diuraikan sebagai berikut (Kemenkes RI, 2013) :

1) Tahap pertama, memilih 250 kabupaten/kota secara probability proportional to size with replacement (PPS WR). Metode ini memanfaatkan informasi jumlah rumah tangga perkabupaten/kota hasil SP 2010 sebagai ukuran (size) yang dijadikan sebagai dasar peluang dalam pemilihan sampel. Dari hasil penarikan sampel, jumlah realisasi sampel yang efektif (effective sample size) sebanyak 177 kabupaten/kota.

2) Tahap kedua, dari setiap kabupaten/kota terpilih, dilakukan pemilihan blok sensus (BS) secara systematic sampling dari daftar BS sampel Riskesdas Modul MDG’s. Dengan demikian, BS terpilih Modul Biomedis merupakan subsampel dari BS yang digunakan dalam Modul Provinsi sejumlah 1000 BS. Rumah tangga yang menjadi sampel dalam Riskesdas Modul Biomedis adalah sebanyak 25 rumah tangga yang terpilih pada Modul Provinsi di BS sampel Modul Biomedis.


(50)

b. Sampel penelitian

Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua sampel penelitian yang terkumpul dalam Riskesdas 2013, yaitu balita yang berusia 12-59. Akan tetapi, balita sebagai unit analisis belum memiliki pemahaman yang cukup untuk menjawab pertanyaan di lembar kuesioner, maka ibu dari setiap balita tersebut yang menjadi responden dalam penelitian ini. Untuk keperluan analisis dalam penelitian ini, peneliti hanya menganalisis balita termuda yang dimiliki oleh responden. Berikut adalah kriteria inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini :

1) Kriteria inklusi

Wanita 10-54 tahun yang memiliki balita termuda berusia 12-59 bulan.

2) Kriteria eksklusi

a) Responden tidak melengkapi jawaban kuesioner atau terdapat data variabel yang diteliti pada balita dalam dataset tidak lengkap (missing) maka akan dikeluarkan (drop out).

b) Terdapat nilai ekstrimitas yang tinggi pada variabel numerik. Variabel yang kemungkinan terdapat nilai ekstrimitas yaitu variabel status anemia dengan standar dari WHO tahun 2008 dan variabel status gizi dengan standar buku saku antropometri tahun 2010.


(51)

34

Setelah menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi, jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 4. 1

Jumlah Sampel Penelitian

No. Variabel Jumlah (n) Missing

1 Status Anemia 884 0

2 Jenis Kelamin Balita 884 0

3 Usia Balita 884 0

4 Berat Badan Lahir 842 42

5 Riwayat Malaria 883 1

6 Status gizi BB/U 868 16

7 Status gizi BB/U 848 36

8 Status gizi BB/U 841 43

9 Pemberian vitamin A 852 32

10 Imunisasi DPT 836 48

11 Pendidikan Ibu 884 0

12 Pekerjaan Ibu 884 0

13 Usia Ibu 884 0

14 Jumlah Keluarga 884 0

16 Tempat Tinggal 884 0

Perhitungan sampel dilakukan kembali untuk memperoleh nilai kekuatan uji dan derajat kemaknaan yang sesuai dengan besar sampel penelitan ini. Hal ini karena penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis. Oleh karena itu, rumus perhitungan besar sampel minimal yang digunakan adalah uji beda dua proporsi, pada data survei maka harus dikalikan dengan efek desain (design effect/deff). Efek desain merupakan perbandingan (rasio) antara varians yang diperoleh pada pengambilan sampel secara kompleks dengan varians yang diperoleh jika pengambilan sampel dilakukan secara acak sederhana (simple random sampling). Oleh karena itu, rumus perhitungan besar sampel sebagai berikut:


(52)

n = Z1-α/2 2P(1-P)+Z1-β P1(1-P1)+ P2(1-P2)

2

P1- P2 2

x

Keterangan:

N : Jumlah sampel minimal

Zα : Nilai Z pada derajat kemakanaan α

Digunakan nilai Z pada derajat kemakanaan α sebesar 5% (Zα=1,96) Zβ : Nilai Z pada kekuatan uji 1-β

Digunakan nilai Z pada kekuatan uji 1-β dengan β sebesar 80% (0,84)

P1 :Proporsi anemia pada kelompok 1 yang bersumber dari kepustakaan/ penelitian sebelumnya

P2 :Proporsi anemia pada kelompok 2 yang bersumber dari kepustakaan/ penelitian sebelumnya

P : Proporsi total = (P1+P2)/2 deff : 2

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan rumus tersebut diketahui bahwa dengan jumlah sampel sebesar 884, proporsi anemia pada laki-laki dan perempuan secara berturut-turut sebesar 0,65 dan 0,35 (Habte dkk, 2013) sehingga derajat kemaknaan yang diperoleh adalah sebesar 5% dengan kekuatan uji sebesar 96%.

D. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder hasil Riskesdas tahun 2013. Peneliti melakukan pengumpulan data dengan cara observasi data yang


(53)

36

diperoleh dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan Indonesia.

E. Pengukuran Variabel Penelitian 1. Variabel status anemia

Pengukuran kadar Hemoglobin dalam Riskesdas tahun 2013 dilakukan di lapangan dengan menggunakan alat Hemocue dan dilakukan oleh tenaga analis/perawat serta didampingi oleh dokter pendamping. Penggunaan instumen ini telah dilakukan uji validitas terlebih dahulu. 2. Variabel jenis kelamin balita

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga pada blok IV dengan kode B4K4. Enumerator Riskesdas tahun 2013 menentukan jenis kelamin berdasarkan observasi langsung dan kartu keluarga serta bertanya langsung pada responden.

3. Variabel usia balita

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga pada blok IV dengan kode B4K7BLN Riskesdas 2013. Usia ditanyakan langsung pada responden dan dihitung dengan pembulatan ke bawah berdasarkan kalender masehi. . Enumerator Riskesdas 2013 melakukan probing melalui dokumen atau catatan kelahiran/akte kelahiran dan kartu pengenal seperti KTP, SIM, dan sebagainya ketika responden tidak mengetahui usianya dengan pasti atau lupa.


(54)

4. Variabel berat badan lahir

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner individu Riskesdas 2013 dengan melihat catatan atau dokumen berat lahir anak dengan menanyakan pada responden.

5. Variabel riwayat malaria

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner individu Riskesdas 2013 dengan kode A09 dan A10. Pertanyaan A09 adalah apakah anak anda pernah di diagnosis malaria oleh tenaga medis dengan pilian dalam satu bulan terakhir, dua belas bulan terakhir atau tidak pernah. Kemudian kode A10 merupakan pertanyaan jenis malaria yang ditemukan apabila pernah terdiagnosis malaria yaitu malaria tropicana (P. falciparum), malaria tertiana (P. vivax) dan malaria lainnya.

6. Variabel Status gizi

Untuk pengukuran berat badan Riskesdas 2013 menggunakan timbangan digital merek Fesco dengan ketepatan 0,1 kg. Tinggi badan diukur menggunakan alat ukur tinggi badan multifungsi dengan kapasitas ukur dua meter dan ketelitian 0,1 cm. Alat ukur tersebut dikalibrasi setiap hari. Kemudian untuk menentukan status gizi berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap anak balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005.

7. Varibel status pemberian vitamin A

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner individu Riskesdas 2013 dengan kode Ja27. Pertanyaan yang ditanyakan pada responden


(55)

38

adalah apakah anak anda mendapat kapsul vitamin A dengan menunjukkan kartu peraga.

8. Variabel status imunisasi DPT

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner individu Riskesdas 2013 dengan cara observasi dokumen imunisasi kemudian mencatat tanggal imunisasi DPT 1 sampai 3.

9. Variabel pendidikan ibu

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga pada blok IV dengan kode B4K8. Enumerator Riskesdas menanyakan langsung pada responden terkait pendidikan apa yang terakhir kali ditamatkan responden.

10. Variabel pekerjaan ibu

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga Riskesdas 2013 pada blok 4 dengan kode B4K9 dan B4K10. B4K9 memuat pertanyaan terkait status pekerjaan responden yang ditujukan pada responden yang berusia ≥10. Sedangkan, B4K10 memuat pertanyaan tentang status pekerjaan utama bagi yang menjawab ―bekerja‖ pada B4K9. Jenis pekerjaan yang diukur adalah PNS/TNI/Polri/BUMN/BUMD, pegawai swasta, wiraswasta, petani, nelayan, buruh, dan lainnya, apabila tidak termasuk dalam kode 1 s/d 6.

11. Variabel usia ibu

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga Riskesdas 2013 pada blok IV dengan kode B4K7THN. Usia ditanyakan langsung pada responden dan dihitung dengan pembulatan ke bawah atau


(56)

ulang tahun yang terakhir berdasarkan kalender masehi. . Enumerator Riskesdas 2013 melakukan probing melalui dokumen atau catatan kelahiran/akte kelahiran dan kartu pengenal seperti KTP, SIM, dan sebagainya ketika responden tidak mengetahui usianya dengan pasti atau lupa

12. Variabel jumlah keluarga

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga Riskesdas 2013 pada blok IV pertanyaan BR2R. jumlah anggota rumah tangga ditanyakan langsung pada responden.

13. Variabel tempat tinggal

Variabel ini diukur menggunakan kuesioner rumah tangga Riskesdas 2013 pada blok I dengan kode B1R5. Penentuan desa atau kotamengikuti dari hasil sensus penduduk tahun 2010 (SP2010).

F. Manajemen Data

Berikut beberapa kegiatan manajemem data yang dilakukan peneliti setelah menerima dataset Riskesdas tahun 2013 sebelum data dianalisis lebih lanjut:

1. Filter (menyaring data)

Peneliti menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Hal ini dilakukan dengan cara mengidentifikasi pertanyaan pada kuesioner Riskesdas 2013 yang berkaitan dengan kejadian anemia Balita berdasarkan hasil penelitian-peelitian sebelumnya. Berikut adalah variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini :


(57)

40

Tabel 4. 2

Variabel dan Kuesioner

No. Variabel Kode Variabel Kuesioner

1 Status Anemia O01-02 RKD13.IND

2 Pendidikan Ibu B4K8 RKD13.RT

3 Pekerjaan Ibu B4K9, B4K10 RKD13.RT

4 Usia Ibu B4K7THN RKD13.RT

5 Jumlah Keluarga BR2R RKD13.RT

6 Tempat Tinggal B1R5 RKD13.RT

7 Jenis Kelamin Balita B4K4 RKD13.RT

8 Usia Balita B4K7BLN RKD13.RT

9 Berat Badan Lahir JA01,JA02 RKD13.IND

10 Riwayat Malaria A09,A10 RKD13.IND

11 Status gizi K01A, K01B, K02A, K02B

RKD13.IND

12 Pemberian vitamin A JA27 RKD13.IND

13 Imunisasi DPT JA20C_K2,

JA20D_K2, JA20E_K2, JA21H

RKD13.IND

2. Cleaning (pembersihan data)

Peneliti memeriksa data dengan cara dilakukan tabulasi frekuensi dari masing-masing variabel independen (faktor maternal, sosiodemografi, dan karakteristik Balita,) dan variabel dependen (status anemia). Kemudian, secara otomatis software pengolah data akan menampilkan nilai missing. Setiap variabel yang memiliki nilai missing akan ditinjau kembali untuk kemudian dihilangkan missing data dengan memanfaatkan menu select data pada software sehingga dapat terseleksi secara otomatis. Setelah dilakukan tabulasi frekuensi faktor maternal dan sosiodemografi tidak ditemukan missing data. Namun, pada faktor karakteristik Balita ditemukan missing data pada variabel berat badan lahir, riwayat penyakit malaria, status gizi, status pemberian vitamin A dan status imunisasi DPT. Setelah itu, penghilangan dilakukan pada masing-masing variabel yang


(58)

ditemukan missing data sehingga ketika melakukan analisis, jumlah sampel pada tiap variabel berbeda. Jumlah sampel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.

3. Recoding (Pengkodean ulang)

Peneliti membuat kode baru atau pengkodean ulang pada beberapa variabel yang membutuhkan perubahan tetentu sesuai kebutuhan penelitian. Beberapa variabel numerik yang dikategorikan membutuhkan kode baru yaitu variabel status anemia, jumlah keluarga, usia ibu, usia Balita dan berat badan lahir. Kemudian variabel lainnya yang membutuhkan pengkodean ulang yaitu pekerjaan ibu dan pendidikan ibu. Pengkodean ulang disesuaikan dengan definisi oprasional penelitian agar memudahkan dalam analisis data. Tabel 4.5 menjelaskan pengkodean yang dilakukan peneliti.

Tabel 4. 3

Pengkodean Ulang Data Penelitian

No. Variabel Kode Awal Kode Akhir Keterangan

1 Status Anemia

Data Numerik (gram/dL)

1. Tidak anemia : hb 11 gr/dL

2. Anemia : <11 gr/dL

Kategorisasi data numeric

2 Pendidikan Ibu

1. Tidak

sekolah/belum pernah sekolah 2. Tidak tamat

SD/MI 3. Tamat SD/MI 4. Tamat

SLTP/MTs 5. Tamat

SLTA/MA 6. Tamat D1, D2,

D3 7. Tamat

1. Tamat perguruan tinggi 2. Tamat SMA/Sederajat 3. Tamat SMP

4. Tamat SD

5. Tidak memiliki ijazah

Penggabungan kategori tidak sekolah (5) dan tidak tamat SD/MI (2) menjadi satu kategori, yaitu ―tidak memiliki ijazah‖ (5)

Penggabungan kategori tamat D1, D2, D3 (6) dengan kategori tamat perguruan tinggi (7) menjadi ―tamat perguruan tinggi‖ (1)


(59)

42

No. Variabel Kode Awal Kode Akhir Keterangan

perguruan tinggi 3 Usia Ibu Data numerik

(tahun)

1. 45-54 tahun 2. 35-44 tahun 3. 25-34 tahun 4. 15-24 tahun

Kategorisasi data numerik

4 Jumlah Keluarga

Data Numerik (individu)

1. <5 anggota keluarga 2.  5 anggota keluarga

Kategorisasi data numeric

5 Usia Balita Data Numerik (bulan)

1. 47-59 2. 36-47 3. 24-35 4. 12-23

Kategorisasi data numerik

6 Berat badan lahir

Data Numerik (gram)

1. Tidak BBLR : ≥2500 gram

2. BBLR : <2500 gram

Kategorisasi data numeric

7 Riwayat penyakit malaria

1. Ya, dalam ≤ 1 bulan saat wawancara dilakukan 2. Ya, dalam > 1

bulan sampai < 12 bulan saat wawancara 3. Tidak

1. Tidak

2. Ya, < 12 bulan saat wawancara

Penggabungan kategori Ya, dalam ≤ 1 bulan saat wawancara dilakukan (1) dan Ya, dalam > 1 bulan sampai < 12 bulan saat

wawancara (2) menjadi ―ya, , < 12 bulan saat wawancara (1). Perubahan kategori tidak (3) menjadi ―tidak (2)‖.

4. Compute

Peneliti membuat variabel baru dari beberapa variabel yang ada pada data sesuai dengan kebutuhan penelitian yaitu variabel indikator status gizi (BB/U, TB/U dan BB/TB) yang terdiri dari variabel berat badan, tinggi badan dan usia balita serta variabel. Variabel status imunisasi DPT dengan mengobservasi catatan tanggal imunisasi DPT 1 sampai 3


(60)

kemudian membuat variabel baru jumlah sampel melakukan imunisasi DPT.

Tabel 4. 4

Variabel Baru dalam Data Penelitian

No. Variabel Data Awal Variabel Baru Keterangan

1 Status gizi balita

Data numerik BB : kilogram TB : sentimeter Usia : bulan

A. Indikator BB/U 1. Gizi buruk : Zscore <-3,0 2. Gizi kurang :

Zscore -3,0 s/d Zscore < -2,0 3. Gizi baik : Zscore

-2,0 s/d 2,0 4. Gizi Lebih :

Zscore >2,0 B. Indikator TB/U

1. Sangat pendek : Zscore <-3,0 2. Pendek : Zscore

-3,0 s/d Zscore < -2,0

3. Normal : Zscore -2,0 s/d -2,0

4. Tinggi : Zscore >2,0

C. Indikator BB/TB 1. Sangat kurus :

Zscore <-3,0 2. Kurus : Zscore

-3,0 s/d Zscore <-2,0

3. Normal : Zscore ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0

4. Gemuk : Zscore >2,0

A. Status gizi berdasarkan berat badan dan usia setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore)

menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005

B. Status gizi berdasarkan Tinggi badan dan usia setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore)

menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005

C. Status gizi berdasarkan berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam nilai terstandar (Zscore) menggunakan baku antropometri anak balita WHO 2005

2 Imunisasi DPT 1, 2, 3

Tanggal

imunisasi DPT 1, 2, 3

Status imunisasi DPT 1. Lengkap : 3 kali

imunisasi DPT 2. Tidak lengkap : <3

kali imunisasi DPT 3. Tidak diberikan

imunisasi DPT

Ketegori tidak lengkap apabila balita tidak diberikan imunisasi DPT, kategori tidak lengkap apabila balita hanya diberikan 1 sampai 2 kali imunisasi DPT dan ketegori lengkap apabila balita diberikan 3 kali imunisasi DPT


(61)

44

G. Analisis Data

Data penelitian yang sudah dikumpulkan dan diolah kemudian dianalisis. Analisis yang dilakukan ada dua macam, yaitu analisis univariat dan bivariat. Analisis data dilakukan dengan mengggunakan program komputer, yaitu software komputer khusus untuk uji statistik.

1. Univariat

Analisis univariat digunakan untuk menyajikan dan mendeskripsikan karakteristik dari setiap variabel dependen yaitu prevalensi anemia dengan variabel independen seperti karakterisrik balita yaitu berat badan lahir, riwayat malaria dan jenis malaria yang diderita, status gizi (berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB), status pemberian vitamin A serta Status imunisasi DPT. Faktor maternal yaitu pendidikan ibu, pekerjaan ibu (status dan jenis pekerjaan) dan rata-rata usia ibu. Kemudian faktor sosiodemografi yaitu jumlah keluarga, dan tempat tinggal. Hasil analisis univariat berupa distribusi frekuensi atau persentase dan disajikan dalam bentuk tabel.

2. Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk membuktikan hipotesis penelitian. Semua variabel dependen dan independen pada penelitian ini berbentuk kategorik, maka analisis bivariat yang digunakan adalah dengan membuat tabel silang antara variabel dependen (status anemia) dan variabel independen seperti karakterisrik balita yaitu berat badan lahir, status gizi (berdasarkan indikator BB/U, TB/U dan BB/TB), status pemberian vitamin A serta Status imunisasi DPT. Faktor maternal yaitu


(62)

pendidikan ibu, status pekerjaan ibu dan kategori usia ibu. Kemudian faktor sosiodemografi yaitu jumlah keluarga dan tempat tinggal.

Pada variabel usia balita dikelompokan kembali menjadi 2 kategori yaitu usia 12-35 bulan dan usia 36-59 bulan. Kemudian variabel status gizi dikelompokan menjadi underweight, stunting dan wasting. Pengelompokan status gizi tersebut berdasarkan nilai zscore <-2 pada masing-masing indikator. Untuk mengetahui adanya kemaknaan hubungan antara dua variabel maka dilihat berdasarkan odds ratio (OR) dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% Confidence Interval (CI) yang diperoleh dari uji chi square. Hasil analisis akan disajikan dalam bentuk tabel yang memuat persentase, nilai OR dan 95% CI.


(1)

kategori umur ibu * status anemia Crosstabulation

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia kategori

umur ibu

15-24 Count 51 72 123

% within status anemia 18.3% 11.9% 13.9%

25-34 Count 136 325 461

% within status anemia 48.7% 53.8% 52.2%

35-44 Count 85 189 274

% within status anemia 30.5% 31.3% 31.0%

45-54 Count 7 18 25

% within status anemia 2.5% 3.0% 2.8%

Total Count 279 604 883

% within status anemia 100.0% 100.0% 100.0%

kategori umur ibu * status anemia Crosstabulation

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia kategori umur

ibu

35-44 Count 85 189 274

% within status anemia 92.4% 90.9% 91.3%

45-54 Count 7 19 26

% within status anemia 7.6% 9.1% 8.7%

Total Count 92 208 300

% within status anemia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .188(b) 1 .665

Continuity

Correction(a) .044 1 .833

Likelihood Ratio .192 1 .661

Fisher's Exact Test .825 .426

Linear-by-Linear

Association .187 1 .665

N of Valid Cases 300

a Computed only for a 2x2 table


(2)

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for kategori

umur ibu (35-44 / 45-54) 1.221 .495 3.013

For cohort status anemia

= anemia 1.152 .597 2.224

For cohort status anemia

= tidak anemia .944 .738 1.208

N of Valid Cases 300

kategori umur ibu * status anemia Crosstabulation

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia kategori umur

ibu

25-34 Count 136 325 461

% within status anemia 95.1% 94.5% 94.7%

45-54 Count 7 19 26

% within status anemia 4.9% 5.5% 5.3%

Total Count 143 344 487

% within status anemia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .079(b) 1 .779

Continuity

Correction(a) .004 1 .953

Likelihood Ratio .080 1 .777

Fisher's Exact Test 1.000 .487

Linear-by-Linear

Association .079 1 .779

N of Valid Cases 487

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.63.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for kategori

umur ibu (25-34 / 45-54) 1.136 .467 2.764

For cohort status anemia

= anemia 1.096 .573 2.096

For cohort status anemia

= tidak anemia .965 .758 1.227


(3)

kategori umur ibu * status anemia Crosstabulation

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia kategori umur

ibu

15-24 Count 51 72 123

% within status anemia 87.9% 79.1% 82.6%

45-54 Count 7 19 26

% within status anemia 12.1% 20.9% 17.4%

Total Count 58 91 149

% within status anemia 100.0% 100.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 1.909(b) 1 .167

Continuity

Correction(a) 1.346 1 .246

Likelihood Ratio 1.987 1 .159

Fisher's Exact Test .191 .122

Linear-by-Linear

Association 1.896 1 .169

N of Valid Cases 149

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.12.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for kategori

umur ibu (15-24 / 45-54) 1.923 .753 4.911

For cohort status anemia

= anemia 1.540 .790 3.001

For cohort status anemia

= tidak anemia .801 .607 1.056


(4)

Tempat tinggal * status anemia Crosstabulation

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia Tempat

tinggal

desa Count 140 343 483

% within Tempat tinggal 29.0% 71.0% 100.0%

kota Count 139 262 401

% within Tempat tinggal 34.7% 65.3% 100.0%

Total Count 279 605 884

% within Tempat tinggal 31.6% 68.4% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.270(b) 1 .071

Continuity

Correction(a) 3.012 1 .083

Likelihood Ratio 3.264 1 .071

Fisher's Exact Test .081 .041

Linear-by-Linear

Association 3.266 1 .071

N of Valid Cases 884

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 126.56.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Tempat

tinggal (desa / kota) .769 .579 1.023

For cohort status

anemia = anemia .836 .689 1.015

For cohort status

anemia = tidak anemia 1.087 .992 1.191

N of Valid Cases 884

Crosstab

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia Tempat

tinggal

desa Count 140 343 483

% within status anemia 50.2% 56.7% 54.6%

kota Count 139 262 401

% within status anemia 49.8% 43.3% 45.4%

Total Count 279 605 884


(5)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 3.270(b) 1 .071

Continuity

Correction(a) 3.012 1 .083

Likelihood Ratio 3.264 1 .071

Fisher's Exact Test .081 .041

Linear-by-Linear

Association 3.266 1 .071

N of Valid Cases 884

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 126.56.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Tempat

tinggal (desa / kota) .769 .579 1.023

For cohort status

anemia = anemia .836 .689 1.015

For cohort status

anemia = tidak anemia 1.087 .992 1.191

N of Valid Cases 884

Crosstab

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia

Status pekerjaan Tidak bekerja Count 174 396 570

% within status anemia 62.4% 65.5% 64.5%

Bekerja Count 105 209 314

% within status anemia 37.6% 34.5% 35.5%

Total Count 279 605 884


(6)

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .795(b) 1 .372

Continuity

Correction(a) .666 1 .414

Likelihood Ratio .792 1 .374

Fisher's Exact Test .406 .207

Linear-by-Linear

Association .795 1 .373

N of Valid Cases 884

a Computed only for a 2x2 table

b 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 99.10.

Risk Estimate

Value 95% Confidence Interval

Lower Upper Lower

Odds Ratio for Status pekerjaan (Tidak bekerja

/ Bekerja) .875 .651 1.174

For cohort status

anemia = anemia .913 .748 1.114

For cohort status

anemia = tidak anemia 1.044 .949 1.148

N of Valid Cases 884

Crosstab

status anemia Total

anemia tidak anemia anemia Pekerjaan

utama

PNS/TNI/Polri/BUMD Count 3 9 12

% within status anemia 2.8% 4.3% 3.8%

Pegawai swasta Count 14 28 42

% within status anemia 13.1% 13.4% 13.3%

Wiraswasta Count 23 56 79

% within status anemia 21.5% 26.8% 25.0%

Petani Count 27 64 91

% within status anemia 25.2% 30.6% 28.8%

Buruh Count 31 27 58

% within status anemia 29.0% 12.9% 18.4%

lainnya Count 9 25 34

% within status anemia 8.4% 12.0% 10.8%

Total Count 107 209 316


Dokumen yang terkait

Faktor Maternal pada Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Indonesia (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 8 138

Gambaran Faktor-Faktor Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

19 95 155

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 16

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 2

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 6

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 34

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 2 10

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 52

Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Malaria di Indonesia (Analisis Lanjut Riskesdas 2013)

0 0 12

Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Penduduk Indonesia yang Menderita Diabetes Melitus (Data Riskesdas 2013)

1 3 12