Dasar Hukum Perceraian Pengertian Perceraian dan Dasar Hukumnya

kekal dan sejahtera sesuai dengan salah satu prinsip yang ada dalam penjelasan umum Undang-undang perkawinan yaitu mempersulit terjadinya perceraian. 17 Dalam hal ini agama Islam telah terlebih dahulu mengatur sedemikian rupa masalah perceraian ini dengan menurunkan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits- hadits Nabi yang berkenaan dengan perceraian tersebut sehingga mempunyai dasar hukum dan aturannya sendiri, di antaranya yaitu: Surat al-Baqarah2: 230 6 2ﻝ ? ; 1A B , - C D E F G Hﻝ I JKL M Artinya: “Kemudian jika si suami menthalaqnya setelah thalaq yang kedua, maka perempuan itu tidak halal lagi baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain …” al-Baqarah2: 230 Surat al-Baqarah2: 231 N9+ 4O P N9-Q 6R S H Q +,ﻝ T U V 4O P 2Q 3 T W X ﻝU 3 6 ﻝ Y N9-QP F G Hﻝ I JKZ M Artinya: “Apabila kamu menthalaq istri-istrimu lalu mereka mendekati akhir iddahnya, maka rujukilah mereka dengan cara yang ma’ruf atau ceraikanlah mereka dengan cara yang ma’ruf pula. Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemadharatan, karena dengan demikian kamu menganiyaya mereka. Barang siapa yang berbuat demikian, maka sungguh ia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri... al-Baqarah2: 231 Surat al-Baqarah2: 232 ?-, 1 N9 [ ; S H Q+,ﻝ T U F G Hﻝ I JKJ M Artinya: “Apabila kamu menthalaq istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu para wali menghalangi mereka kawin lagi dengan calon suaminya… al-Baqarah2: 232 17 K. Wantik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1978, h. 36 Surat al-Thalaq65: 1 Q+,ﻝ T U \H,ﻝ ] _ 9 G ﻝ 90 T ﻝ N9 T- F :; ﻝ I Z M Artinya: “Hai Nabi, apabila kamu menceraikan istri-istrimu, maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat menghadapi iddahnya yang wajar dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah… at- Thalaq65:1 Selain ayat-ayat tersebut terdapat pula hadits-hadits Nabi yang dipahami sebagai dasar hukum perceraian, antara lain: \N 2 6 2 P= _ H= = _ 9 = B `ab = RQ T 2 = _ B ﺹ P ﻝ 7 d 9 _ ﺹ _ B = 2 T = Uﻝ X 6 E e T ﻝ P Q - B e T ? a e T f e T 1 g 6 Q X 1 g hH 1 P i X ﻝ G ﻝ B 6 _ 1 ﻝ +,ﻝ Q F j 7Hﻝ E M 18 Artinya: “Dari Abdullah bin Umar r.a., sesungguhnya ibnu Umar telah menthalaq istrinya, sedang isrinya itu dalam keadaan haid pada masa Rasulullah saw., maka Umar Ibnu Khatab menanyakan hal yang demikian kepada Rasulullah saw, beliau bersabda: suruhlah agar merujuk istrinya itu, kemudian hendaklah ia menahan istrinya itu hingga suci, kemudian haid, kemudian suci, kemudian sesudah itu jika ia mau ia boleh memegang tetap menggaulinya istrinya sesudah itu dan jika ia mau ia boleh menthalaqnya. Menthalaq istri agar menjalankan masa iddahnya.” H.R. Bukhari h 2,= _ \Y 4k H= = I 4 - B _ 9 = B = :; ﻝ 1 l d 7ﻝ P= 4G m;nﻝ P= ;ﺥ 6 , I ,ﻝ 1 k T = E [ 6R 2 = E , [ 6 9 `G 2 T ﻝ p l h 4 6 B 9 q h F T Q6 E M 19 Artinya: “Dari ibnu Abbas r.a., ia berkata : Adalah thalaq pada masa Rasulullah saw. Masa Abu Bakar dan dua tahun masa pemerintahan Umar, thalaq tiga jatuh satu, maka berkata Umar ibnu Khatab: Sesungguhnya manusia tergesa 18 Al- Imam Al-Bukhari, Sahih Bukhari, Beirut, Darul-Fikr, 1958, Jilid 7, h. 52 19 Imam Abi Husen Muslim bin Hajaj, Shahih Muslim, Hadits ke-1472, Beirut, Darul-Fikr, 1992, Juz1, h. 688 pada urusan yang boleh mereka lakukan perlahan, lalu aku lakukan yang demikian atas mereka.” H.R. Muslim Al-Qur’an dan hadits telah mengatur masalah perceraian ini dengan sebaik-baiknya. Hal ini dapat kita lihat dengan diberikannya batasan kepada suami yang ingin menceraikan istrinya dan merujuknya kembali. Islam membolehkan suami merujuk istrinya sampai talak yang kedua, tetapi jika telah sampai pada talak yang ketiga maka suami tidak mempunyai hak lagi untuk merujuk istrinya itu, kecuali mantan istrinya tersebut telah menikah dengan pria lain dan oleh suaminya yang kedua tersebut telah diceraikan kembali. Barulah setelah itu suami yang pertama dapat rujuk kembali kepada mantan istrinya tersebut. Hal ini berbeda sekali dengan yang terjadi pada masa jahiliyyah, di mana laki-laki boleh saja mentalak istrinya beberapa kalipun dia kehendaki. Kemudian setiap kali akan habis masa iddahnya, maka dirujukinya kembali sehingga hal ini terjadi berulang-ulang kali. 20

B. Macam-macam Perceraian dan Hukum Menjatuhkannya

1. Macam-macam Perceraian

Menurut perspektif hukum Islam di Indonesia cerai atau talak itu terbagi menjadi beberapa macam tergantung dari sudut pandang apa kita melihatnya. Ditinjau dari boleh tidaknya suami kembali kepada mantan istrinya terbagi menjadi dua macam yaitu:

a. Talak Raj’i

20 Bakri A, Rahman dan A. Sukarja, Hukum Perkawinan Menurut Islam, Undang-Undang Perkawinan dan Hukum PerdataB.W . Jakarta: Hida Karya Agung, 1981, h. 41 Talak raj’i menurut etimologi adalah di mana suami dapat rujuk kembali, sedangkan menurut istilah fikih adalah talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istrinya yang telah betul-betul dikumpulinya, talak yang bukan sebagai ganti mahar yang dikembalikan serta talak itu baru dijatuhkannya sekali. 21 Menurut H. A Fuad Said dalam bukunya Perceraian Menurut Hukum Islam yang dimaksud dengan talak raj’i yaitu talak suami kepada istri yang telah dicampuri, baik dengan sharih terang maupun kinayah sindiran. 22 Ditambahkan pula oleh A. Zuhdi Muhdhor bahwa talak satu atau talak dua tersebut tanpa ada penebus talak dari istri untuk suami serta rujuknya suami tidak perlu adanya akad baru. 23 Tidak ada perbedaan dengan pengertian yang dimaksud oleh Kompilasi Hukum Islam pasal 118 bahwa yang dimaksud dengan talak raj’i adalah talak kesatu atau kedua, di mana suami berhak rujuk selama istri dalam masa iddah. 24

b. Talak Ba’în

Talak ba’in adalah talak untuk yang ketiga kalinya atau talak yang dijatuhkan sebelum istri dikumpuli dan talak yang jatuh dengan tebusan oleh 21 Sayyid Sabiq, Op. Cit., h. 58 22 H. A. Fuad Said, Perceraian Menurut Hukum Islam, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1998, Cet. ke- 30, h. 55 23 A. Zuhdi Muhdor, Memahami Hukum Perkawinan Nikah, Talak, Cerai dan Rujuk, Bandung: Al-Bayan, 1999, Cet. ke-2, h. 94 24 Kompilasi Hukum Islam KHI, Op.Cit., h. 57