Gerakan Sosial : Pembingkaian Framing

22 A.1. Bingkai Aksi Kolektif Collective Action Frame Terdapat tiga bagian proses utama teori bingkai aksi kolektif collective action frame. Pertama, yaitu gerakan membangun bingkai-bingkai yang mendiagnosis kondisi sebuah persoalan yang perlu ditangani Diagnostic Framing, kedua, gerakan memberikan pemecahan terhadap persoalan tersebut, termasuk strategi pemecahannya Prognostic Framing, ketiga, gerakan memberikan alasan dasar untuk memotivasi tumbuhnya dukungan kolektif Motivational Framing. 33 Pada bingkai diagnostik sebuah gerakan berusaha mengidentifikasi sebuah masalah yang harus diselesaikan. Masalah-masalah tersebut bisa berupa ancaman bagi organisasi, budaya, maupun ideologi. Ciri khas bagi gerakan sosial Islam yang biasanya pada level diagnostik ini adalah berupa ancaman dan masalah yang ditujukan pada budaya barat, seperti: liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. Ditambah kata-kata seperti konspirasi Yahudi dan Amerika biasa digunakan aktor-aktor gerakan Islam dalam mendiagnosis masalah umat Islam saat ini. Pada level bingkai prognostik, gerakan Islam berusaha memberikan solusi dan cara atas permasalahan yang mereka gambarkan dalam bingkai diagnostik. Pada level ini terjadi perbedaan antara gerakan Islam yang satu dengan gerakan Islam yang lain. Dalam konteks Indonesia cohntohnya, gerakan Islam memiliki perbedaan dalam rangka pemecahan masalah sosial dan mencapai tujuan-tujuan gerakan. Jamaah Islamiyah memilih jalan radikal dan menggunakan kekerasan, Jamaah Tabligh memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik dan lebih 33 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, California: Salem Press,2011. Hal 148. 23 menekankan pemurnian kesalehan para anggotanya, Hizbut Tahrir juga memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik tapi berusaha untuk mempengaruhi kebijakan publik, sedangkan PKS memilih masuk dalam sistem politik dan ikut sebagai peserta pemilu. Artinya pada level diagnostik mereka mempunyai kesamaan, tetapi pada level prognostik mereka berbeda dalam cara perjuangannya. Sedangkan menyangkut bingkai motivasi, penulis mengutip David Snow dan Robert Benford yang menyatakan bahwa motivasi dalam proses framing menyediakan alasan untuk orang terlibat aksi-aksi kolektif dalam suatu gerakan, ini meliputi konstruksi kata-kata yang tepat mengenai motif tertentu. Beberapa kata-kata mengenai motif yang diidentifikasikan dalam motivasi adalah: Severity, mengacu pada perasaan adanya bahaya dan ancaman; Urgency, mengacu pada bahwa masalah harus segera ditangani secepatnya; Efficacy, mengacu pada pengertian bahwa gerakan tersbut mempunyai solusi obat mujarab dan kemampuan yang dapat menyelesaikan masalah; Propriety, mengacu bahwa aksi- aksi mereka adalah sebuah kewajiban dan kemuliaan. 34 A.2. Resonansi Pembingkaian framing Resonance Menurut Jonathan Christiansen ide resonansi pembingkaian frame resonance serupa dengan cakupan penafsiran ide idea of interpretative. Asumsinya adalah Jika suatu bingkai beresonansi bergaung dengan khalayak, maka mereka biasanya akan lebih sukses. 35 Christiansen dengan mengutip 34 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal.150. 35 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal.151. 24 Benford Snow memberikan dua cara menambah resonansi, yaitu: kredibilitas credibility dan arti-penting salience. 36 Kredibiltas credibility mencakup tiga faktor. Pertama adalah konsistensi bingkai. Konsistensi mengacu pada kesenjangan antara apa yang dilakukan oleh aktor gerakan sosial atau SMO social movement organization dan apa yang mereka katakan. Jika orang merasa bahwa aksi pelaku gerakan sosial konsisten dengan apa yang dinyatakan sebagai tujuan gerakan, maka anggota atau simpatisan meraka akan merasa bahwa gerakan tersebut mempunyai kredibilitas yang tinggi. Kedua adalah faktor kredibiltas empiris empirical credibility. Mengutip Benford Snow, menjelaskan bahwa “ini merujuk pada kecocokan antara pembingkaian dan kejadian nyata di dunia”. Jika merekrut calon anggota gerakan tidak memperhatikan bingkai dan keadaan sebenarnya yang terjadi, maka sebuah gerakan sosial kemungkinan terlihat tidak kredibel. Frame harus menjelaskan berbagai hal di sekitar dunia mereka dan menyediakan solusi jitu. Ketiga, cara bingkai menjadi bergaung adalah jika orang mengekspresikan bingkai itu terlihat kredibel. 37 Pada yang ketiga ini, diperlukan aktor atau elit gerakan yang kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan solusi jitu yang ditawarkan gerakan, agar orang tertarik terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan. 36 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151. 37 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151. 25 Arti Penting salience juga berpengaruh pada resonansi pembingkaian. Salience dipengaruhi tiga faktor utama: sentralitas centrality, kesepadanan pengalaman experiential commensurability, and kesetiaan narasi narrative fidelity. Sentralitas merujuk pada pentingnya sebuah kepercayaan beliefs tertentu dalam hidup manusia. Jadi jika persoalan frame dipandang penting dalam kepercayaan dan keyakinan hidup sesorang, frame ini dikatakan memiliki sentralitas. Kesepadanan pengalaman experiential commensurability mengacu pada cara dimana sebuah frame sesuai dengan pengalaman hidup seseorang. Jika cara persoalan dibingkai sesuai dengan pengalaman hidup seseorang, maka frame dikatakan sangat kredibel. Terakhir, kesetiaan naratif mengacu pada apakah ya atau tidaknya frame sesuai dengan narasi budaya atau ideologi yang dianut dalam diri seseorang atau komunitas. 38 A.3. Psikologi Sosial Social Psychology Teori yang juga berkaitan dengan pembingkaian framing adalah teori psikologi sosial social psychology. Inti dari teori psikologi sosial adalah membahas bagaimana konteks sosial dapat mempengaruhi perilaku. 39 Dua unsur penting dalam proses aksi-aksi kolektif suatu gerakan dalam skala sikap dan tindakan adalah bagaimana suatu gerakan melakukan “mobilisasi konsensus” dan “mobilisasi aksi”. Mobilisasi konsensus adalah “proses di mana organisasi gerakan sosial berusaha memperoleh dukungan bagi pandangan- pandangannya.” 38 Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories of Social Movements”, hal 151-152. 39 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines New York: Springer, 2007. Hal 157. 26 Sementara itu, mobilisasi aksi berhubungan dengan persoalan psikologi sosial klasik mengenai hubungan antara sikap dan perilaku. 40 Teori psikologi sosial diambil dari kajian studi psikologi. Psikologi sosial memberikan tipe proses psikologi seperti: identitas, kognisi, motivasi, dan emosi kepada kajian-kajian gerakan sosial. Asumsi dari keempat tipe proses psikologi gerakan adalah bahwa orang hidup dalam dunia perasaan. Mereka merespon dunia atas apa yang mereka rasa dan interpretasi. Maka apabila kita ingin mengetahui kognisi, motivasi, dan emosi mereka, kita harus mengetahui persepsi dan interpretasi mereka. 41 Hal yang juga penting dalam teori ini adalah identifikasi grup dalam gerakan sosial. Identifikasi grup merupakan hal fundamental dalam psikologi sosial untuk menjawab pertanyaan apa yang menggerakkan orang untuk terlibat dalam aksi-aksi kolektif. Identifikasi dengan grup merupakan alasan yang kuat untuk berpartisipasi dalam gerakan. 42 Orang tidak akan terlibat dalam sebuah gerakan apabila mereka tidak merasa bagian identifikasi dari gerakan tersebut. Contoh seorang buruh akan cenderung bergabung dengan gerakan buruh, begitupun gerakan feminisme, Islamisme, dan lainnya. Selain itu, partisipasi dalam gerakan merupakan partisipasi dalam aksi- aksi bersama collective action. Setiap collective action biasanya mengambil akar 40 Burhanudin Muhtadi, Demokrasi Zonder Toleransi, Disampaikan dalam Diskusi “Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu 26 Januari 2011. 41 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines. Hal 157. 42 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines. Hal 163. 27 atau dasar dari identitas kolektif collective identity. Terdapat empat mekanisme dasar sama dengan proses psikologi dalam psikologi sosial, yaitu: identitas sosial, kognisi, emosi, dan motivasi, yang menghubungkan antara identitas kolektif dan aksi kolektif. 43 Dinamika partisipasi dalam gerakan berdasarkan atas asumsi bahwa kita dapat membedakan tiga alasan fundamental mengapa seorang terlibat dalam sebuah gerakan sosial. Keikutsertaan dalam gerakan menarik seseorang: ingin merubah keadaan mereka, mereka ingin “berbuat” sebagai anggota kelompok mereka, atau mereka ingin memberikan arti untuk dunia mereka dan mengekspresikan pandangan dan perasaan mereka. 44 Tiga alasan inilah yang membuat orang berpatisipasi dalam sebuah gerakan sosial. Bert Klandermans memberikan tiga tipe transaksi mengenai unsur-unsur keterlibatan seseorang dalam sebuah gerakan, yaitu: perantara instrumentality, identitas identity, dan ideologi ideology. Instrumentality merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai usaha untuk mempengaruhi lingkungan sosial dan politik; identitas merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai manifestasi dari identifikasi dengan kelompok mereka; dan ideologi merujuk 43 Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook of Social Movements Across Disciplines. Hal 160-161. 44 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements United Kingdom: Blackwell Publishing, 2004, hal.361. 28 bahwa partisipasi gerakan sebagai pengejaran untuk memaknai dan mengekspresikan perasaan dan keyakinan mereka. 45 Pertama Instrumentality. Tuntutan untuk perubahan dimulai dengan ketidakpuasan, perasaan deprivasi relatif, perasaan ketidakadilan, kemarahan moral tentang beberapa urusan negara, atau menentukan segala keluhan. Teori keluhan dalam psikologi sosial seperti teori deprivasi relatif atau teori keadilan sosial berusaha untuk menetapkan bagaimana dan mengapa keluhan dibangun. 46 Dalam instrumentality, aspek pertama yang harus dibangun adalah perasaan “keluhan” terhadap fenomena sosial. Anggota gerakan adalah orang yang percaya bahwa mereka dapat mengubah lingkungan politik untuk keuntungan mereka dan paradigma instrumentality yang menyatakan bahwa perilaku mereka dikontrol oleh perasaan untung dan rugi dalam berpartisipasi. Hal Itu diambil untuk memberi lebel bahwa mereka yang dirugikan atau dizolimi, bukan banyaknya keluhan yang bersifat sendiri-sendiri, Tetapi percaya bahwa situasi dapat berubah dengan biaya yang terjangkau jika mereka berpartisipasi. Mereka mempunyai sumber daya dan kesempatan untuk membuat pengaruh yang kuat. 47 Dengan keterlibatan mereka dalam gerakan, maka akan menambah sumber daya gerakan dan mempermudah tujuan gerakan. 45 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.361. 46 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.362. 47 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.363. 29 Kedua identity. Bahwa instrumentality bukanlah satu-satunya alasan orang untuk berpartisipasi. Setelah semuanya, banyak tujuan gerakan hanya bisa dicapai dalam jangka panjang. Dengan cara yang sama, ketika datang keuntungan material, pengorbanan sering lebih besar dari pada keuntungan. Yang nampak adalah lebih baik menjadi bagian dari gerakan daripada merasakan biaya dan manfaat. 48 Artinya anggota gerakan mungkin menyadari bahwa keuntungan mereka tidak lebih besar dari pada pengorbanan mereka. Tapi rasa solidaritas mereka tehadap identitas memberikan alasan mereka terlibat dalam suatu gerakan. Ketiga Ideology. Ideologi memainkan peran yang penting dalam konteks psikologi sosial. Orang bergabung dalam gerakan sosial tidak hanya mendesak perubahan politik, tetapi untuk mendapatkan kemuliaan dalam hidup mereka melalui perjuangan dan ekspresi moral. 49 Faktor ideologi memberikan alasan bahwa ikut terlibat dalam suatu gerakan sosial merupakan suatu kewajiban dan hal yang mulia. Sehingga mereka menganggap bahwa keterlibatannya mengangkat derajat mereka yang bersifat sacred suci.

B. Islamisme dan Aktivisme Islam

B.1. Definisi Islamisme dan Aktivisme Islam Quintan Wiktorowicz memberikan definisi yang luas terhadap aktivisme Islam. Menurut Wiktorowicz, aktivisme Islam sebagai : 48 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.364. 49 Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.365. 30 “beragam perseteruan yang muncul berdasar atas nama “Islam”, termasuk gerakan-gerakan dakwah, kelompok-kelompok teroris, tindakan kolektif yang bersumber dari simbol dan identitas Islam, gerakan-gerakan politik yang bertujuan mendirikan negara Islam, dan kelompok-kelompok yang mengusung spriritualitas Islam melalui usaha- usaha kolektif.” 50 Dari definisi tersebut, dapat diambil dua syarat mengapa suatu gerakan dapat dikatakan sebagai gerakan aktivisme Islam. Pertama adanya tujuan-tujuan yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, dan kedua tujuan tersebut dilakukan secara kolektif. Salah satu unsur dalam gerakan aktivisme Islam yaitu orientasi mereka pada nilai Islam, biasa disebut Islamisme. Burhanudin Muhtadi mengatakan bahwa Islamisme merupakan keyakinan bahwa Islam memiliki seperangkat norma atau ajaran yang komprehensif dan unggul, yang dapat dijadikan pedoman untuk ketertiban dan aturan sosial. 51 Sehingga tampak dalam definsi Islamisme dan aktivisme Islam, Burhanudin membedakan keduanya. Merujuk pada definisi di atas, aktivisme Islam dipandang sebagai sebuah gerakanaktivitas kolektif yang berorientasi pada nilai-nilai Islam, sedangkan Islamisme sebagai ideologi yang meyakini bahwa Islam merupakan seperangkat ajaran yang menyeluruh dan menjadi solusi bagi seluruh persoalan hidup manusia. Lebih jauh Valentine M. Moghadam memberikan definisi yang lebih bercorak orientasi politis. Islamisme menurut Moghadam melingkupi tujuan dan cita-cita bersama untuk pembentukan dan penguatan hukum dan norma-norma 50 Quintan Wictorowicz, edt. “Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial” hal.38-39. 51 Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.48-49. 31 Islam sebagai solusi untuk krsis ekonomi, politik, dan budaya. 52 Definisi Islmamisme menurut Moghadam menekankan adanya tujuan dan cita-cita bersama dalam menerapkan ideologi Islam dalam mengatasi krisis di dunia maupun Islam sebagai intrumen untuk ketertibah sosial. Corak kolektif inilah yang khas dari sebuah gerakan sosial. Cara lain dalam mendefinisikan Islamis adalah dengan cara melihat orang- orang yang berada di luar mereka. Istilah “muslim abangan” dan “muslim sekuler” bukanlah termasuk bagian dari kelompok Islamis. Pemikiran mereka bukan Islmis tentang Islam terangkum bahwa Islam tidak boleh menjadi sebuah ideologi yang didesakkan ke dalam ruang publik. 53 Kelompok atau gerakan Islamis menganggap bahwa jalan untuk mengislamisasi masyarakat dilakukan hanya melalui aksi sosial dan politik. 54 A.2. Asal Usul Gerakan Islamisme Menurut Oliver Roy, asal mula pemikiran dan organisasi Islamisme dapat diruntut pada gerakan al-Ikhwan al-Muslimun yang didirikan oleh Hasan Al- Banna tahun 1928 dan Jamaat Islami oleh Abul „Ala Maududi tahun 1941. 55 Walaupun berbeda dalam organisasi, tetapi mereka mempunyai kesamaan tema dalam revivalisme Islam. Pada generasi setelahnya, Islamisme diatributkan dengan Sayyid Quthb, terutama pemikirannya dalam buku Milestone. Mengenai spirit Islamisme dalam orientasi kepemimpinan Islam, Sayyid Quthb menulis: 52 Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, Maryland: Rowman Littlefield Publishers, 2009. Hal. 37. 53 Ihsan Ali-Fauzi, Warna- Warni “Islamisme”. Diakses pada 1 Oktober 2014, lihat: http:www.paramadina-pusad.or.idpublikasiwarna-warni-islamisme.html. 54 Oliver Roy, The Failure of Political Islam, Massachusetts: 1994, Harvard University Press. Hal. 36. 55 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.35. 32 “Umat Islam dewasa ini memerlukan identitas kepribadian tersendiri, tidak tercampur dengan kepribadian-kepribadian jahiliyah yang berkembang, identitas tujuan dan kepentingan yang sesuai dengan kepribadian dan konsepsi; identitas panji yang membawa nama Allah semata... Mereka harus memiliki kekhasan komunitas tersendiri: akidah sebagai jalinannya dan kepemimpinan Islam Qiyadah Islamiyah sebagai lambangnya. 56 Anggota dan kader dalam gerakan Islamisme biasanya direkrut dari kalangan intelektual universitas dan masyarakat perkotaan. Mereka adalah kelompok yang secara sosiologis adalah modern dan isu-isu mereka berangkat dari persoalan kalangan modernis pada sektor masyarakat, terlebih reaksi mereka melawan modernisasi di dalam mayarakat muslim. 57 Lebih lanjut, alasan masyarakat perkotaan dan kalangan intelektual muda muslim yang bergabung dengan gerakan Islamisme karena kurangnya kesempatan mereka untuk masa depan yang lebih baik dalam negara. Hal ini membuat mereka hanya mempunyai sedikit harapan untuk menemukan ambisi masa depan mereka dan menyalahkan sistem nasional yang kapitalis. 58 Untuk merangkum argumen tentang gerakan Islamisme, Valentine M. Moghadam memperlihatkan beberapa hal mengenai penyebab kemunculan dan karakteristik gerakan Islamisme 59 : 1. Gerakan Islamisme muncul dalam konteks pergeseran dari sistem ekonomi Keynesianisme ke arah sistem Neoliberalisme di seluruh dunia. Konsekuensi dari pergeseran ini adalah meningkatnya hutang negara, pengangguran, dan masalah yang timbul dari penghematan dan rekonstruksi ekonomi pada tahun 1980-an di negara-negara muslim atau mayoritas muslim. Ini berhubungan dengan 56 Sayyid Quthb, dalam Sa‟id Hawwa dan Sayyid Quthb, Al-Wala‟:Loyalitas Tunggal Seorang Muslim. Jakarta: Al- I‟tishom Cahaya Umat, 2001, hal. 73-74. 57 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.50. 58 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal.51. 59 Valentine M. Moghadam, Globalization and social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 44-46. 33 restrukturisasi dan resesi global. Runtuhnya harga minyak dunia yang mempunyai efek merugikan bagi pembangunan dan standar hidup khususnya bagi negara-negara mayoritas penduduk muslim. 2. Secara politis, banyak negara-negara mayoritas muslim adalah rezim autoritarian dan patriarki, yang dipimpin oleh kekuatan gerakan kiri dan sekuler, kemudian mereka mengembangkan institusi agama dalam mencari legitimasi politik untuk mereka. Ini menciptakan kesenjangan antara ideologi dan politik yang dapat diisi oleh kelompok Islamis dengan sumber daya dan bingkai resonansi budaya yang mereka miliki. 3. Gerakan Islmisme juga muncul dalam konteks transisi demografi. Gerakan Islamisme juga pengaruh dari cepatnya pertumbuhan populasi dan menimbulkan beban sosial yang besar. Keluarga dalam negara mayoritas muslim cenderung memiliki banyak anak, sehingga mereka banyak ketergantungan pada negara dan menimbulkan permasalahan sosial lainnya, seperti: pengangguran dan kemiskinan. Banyak anak-anak menemukan diri mereka tanpa kepastian masa depan, dan ini yang menjadikan mereka mudah direkruit dalam gerakan Islamisme. 4. Tidak tejadinya resolusi dalam masalah Palestina-Israel dan meresapnya rasa ketidakadilan dikarenakan oleh aksi Israel dan Amerika, merupakan faktor penting yang membantu timbulnya gerakan Islmamisme. Kegagalan proyek demokrasi sekuler oleh PLO, mendorong Islamisme sebagai alternatif di Palestina dan melalui agama. Invasi dan pendudukan AS di Iraq juga membangitkan lebih banyak gerakan Islamisme. 5. Dengan absenya secara penuh pembangunan dan artikulasi gerakan, institusi, dan wacana dari liberalisme dan sosialisme, Islam menjadi wacana yang universal, dan gerakan Islamisme mengirimkan pesan yang luas bahwa “Islam adalah solus i”. Untuk sebagian muslim, ideologi Islam baru mengurangi kegelisahan mereka karena mampu menawarkan bentuk jaminan baru dan gerakan Islmisme menyediakan bentuk solidaritas kolektif baru. 6. Dalam konteks krisis ekonomi, politik, dan ideologi-termasuk rezim negara- kekosongan harus diisi oleh pemimpin dan wacana Islamis, apakah itu fundamentalis atau ekstrimis. 7. Dalam pembentukan ideologi yang baru, tradisi adalah suatu yang muliaagung dan sering ditemukan. Contoh adalah cara berpaian. Meskipun ada bentuk-bentuk pakaian tradisional di seluruh dunia Islam yang sering merefleksikan budaya dan sejarah lokal, Islamisme pada tahun 1980-an mulai mempromosikan jilbab sebagai seragam , sebagian besar pakaian berwarna gelap. Sebuah tema yang sering muncul adalah bahwa identitas ke-Islaman berada dalam bahaya; muslim harus kembali ke tradisi yang telah ditetapkan; identitas adalah kewajiban wanita dalam perilaku, pakaian, penampilan; dan hukum Islam secara personal menjadi penting pada level negara dalam kasus masyarakat mayoritas muslim atau dalam komunitas dalam kasus masyarakat minoritas muslim. 8. Gerakan Islamisme adalah hasil hasil kontradiksi dari transisi dan modernisasi; mereka juga merupakan hasil dari ketegangan Utara-Timur hegemoni dalam dunia Islam; dan mereka adalah proyek politik terkait dengan kekuasaan yang mereka gambarkan sebagai penindasan, ketidakadilan, dan tidak-Islami. Budaya, agama, dan identitas gerakan Islamisme menjadi acuan mereka bertindak sebagai mekanisme pertahanan dan pembentukan tatanan baru yang ingin dibentuk.