Gerakan Sosial : Pembingkaian Framing
22
A.1. Bingkai Aksi Kolektif Collective Action Frame
Terdapat tiga bagian proses utama teori bingkai aksi kolektif collective action frame. Pertama, yaitu gerakan membangun bingkai-bingkai yang
mendiagnosis kondisi sebuah persoalan yang perlu ditangani Diagnostic Framing, kedua, gerakan memberikan pemecahan terhadap persoalan tersebut,
termasuk strategi pemecahannya Prognostic Framing, ketiga, gerakan memberikan alasan dasar untuk memotivasi tumbuhnya dukungan kolektif
Motivational Framing.
33
Pada bingkai diagnostik sebuah gerakan berusaha mengidentifikasi sebuah masalah yang harus diselesaikan. Masalah-masalah tersebut bisa berupa ancaman
bagi organisasi, budaya, maupun ideologi. Ciri khas bagi gerakan sosial Islam yang biasanya pada level diagnostik ini adalah berupa ancaman dan masalah yang
ditujukan pada budaya barat, seperti: liberalisme, sekularisme, dan pluralisme. Ditambah kata-kata seperti konspirasi Yahudi dan Amerika biasa digunakan
aktor-aktor gerakan Islam dalam mendiagnosis masalah umat Islam saat ini. Pada level bingkai prognostik, gerakan Islam berusaha memberikan solusi
dan cara atas permasalahan yang mereka gambarkan dalam bingkai diagnostik. Pada level ini terjadi perbedaan antara gerakan Islam yang satu dengan gerakan
Islam yang lain. Dalam konteks Indonesia cohntohnya, gerakan Islam memiliki perbedaan dalam rangka pemecahan masalah sosial dan mencapai tujuan-tujuan
gerakan. Jamaah Islamiyah memilih jalan radikal dan menggunakan kekerasan, Jamaah Tabligh memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik dan lebih
33
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, California: Salem Press,2011. Hal 148.
23
menekankan pemurnian kesalehan para anggotanya, Hizbut Tahrir juga memilih jalan tidak masuk dalam sistem politik tapi berusaha untuk mempengaruhi
kebijakan publik, sedangkan PKS memilih masuk dalam sistem politik dan ikut sebagai peserta pemilu. Artinya pada level diagnostik mereka mempunyai
kesamaan, tetapi pada level prognostik mereka berbeda dalam cara perjuangannya.
Sedangkan menyangkut bingkai motivasi, penulis mengutip David Snow dan Robert Benford yang menyatakan bahwa motivasi dalam proses framing
menyediakan alasan untuk orang terlibat aksi-aksi kolektif dalam suatu gerakan, ini meliputi konstruksi kata-kata yang tepat mengenai motif tertentu. Beberapa
kata-kata mengenai motif yang diidentifikasikan dalam motivasi adalah: Severity, mengacu pada perasaan adanya bahaya dan ancaman; Urgency, mengacu pada
bahwa masalah harus segera ditangani secepatnya; Efficacy, mengacu pada pengertian bahwa gerakan tersbut mempunyai solusi obat mujarab dan
kemampuan yang dapat menyelesaikan masalah; Propriety, mengacu bahwa aksi- aksi mereka adalah sebuah kewajiban dan kemuliaan.
34
A.2. Resonansi Pembingkaian framing Resonance
Menurut Jonathan Christiansen ide resonansi pembingkaian frame resonance serupa dengan cakupan penafsiran ide idea of interpretative.
Asumsinya adalah Jika suatu bingkai beresonansi bergaung dengan khalayak, maka mereka biasanya akan lebih sukses.
35
Christiansen dengan mengutip
34
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal.150.
35
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal.151.
24
Benford Snow memberikan dua cara menambah resonansi, yaitu: kredibilitas credibility dan arti-penting salience.
36
Kredibiltas credibility mencakup tiga faktor. Pertama adalah konsistensi bingkai. Konsistensi mengacu pada kesenjangan antara apa yang dilakukan oleh
aktor gerakan sosial atau SMO social movement organization dan apa yang mereka katakan. Jika orang merasa bahwa aksi pelaku gerakan sosial konsisten
dengan apa yang dinyatakan sebagai tujuan gerakan, maka anggota atau simpatisan meraka akan merasa bahwa gerakan tersebut mempunyai kredibilitas
yang tinggi. Kedua adalah faktor kredibiltas empiris empirical credibility. Mengutip
Benford Snow, menjelaskan bahwa “ini merujuk pada kecocokan antara pembingkaian dan kejadian nyata di dunia”. Jika merekrut calon anggota gerakan
tidak memperhatikan bingkai dan keadaan sebenarnya yang terjadi, maka sebuah gerakan sosial kemungkinan terlihat tidak kredibel. Frame harus menjelaskan
berbagai hal di sekitar dunia mereka dan menyediakan solusi jitu. Ketiga, cara bingkai menjadi bergaung adalah jika orang mengekspresikan bingkai itu terlihat
kredibel.
37
Pada yang ketiga ini, diperlukan aktor atau elit gerakan yang kharismatik dan kredibel untuk menggaungkan persoalan yang dihadapi dan
solusi jitu yang ditawarkan gerakan, agar orang tertarik terlibat dalam aksi-aksi kolektif gerakan.
36
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151.
37
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151.
25
Arti Penting salience juga berpengaruh pada resonansi pembingkaian. Salience dipengaruhi tiga faktor utama: sentralitas centrality, kesepadanan
pengalaman experiential commensurability, and kesetiaan narasi narrative fidelity. Sentralitas merujuk pada pentingnya sebuah kepercayaan beliefs
tertentu dalam hidup manusia. Jadi jika persoalan frame dipandang penting dalam kepercayaan dan keyakinan hidup sesorang, frame ini dikatakan memiliki
sentralitas. Kesepadanan pengalaman experiential commensurability mengacu pada cara dimana sebuah frame sesuai dengan pengalaman hidup seseorang. Jika
cara persoalan dibingkai sesuai dengan pengalaman hidup seseorang, maka frame dikatakan sangat kredibel. Terakhir, kesetiaan naratif mengacu pada apakah ya
atau tidaknya frame sesuai dengan narasi budaya atau ideologi yang dianut dalam diri seseorang atau komunitas.
38
A.3. Psikologi Sosial Social Psychology
Teori yang juga berkaitan dengan pembingkaian framing adalah teori psikologi sosial social psychology. Inti dari teori psikologi sosial adalah
membahas bagaimana konteks sosial dapat mempengaruhi perilaku.
39
Dua unsur penting dalam proses aksi-aksi kolektif suatu gerakan dalam skala sikap dan
tindakan adalah bagaimana suatu gerakan melakukan “mobilisasi konsensus” dan “mobilisasi aksi”. Mobilisasi konsensus adalah “proses di mana organisasi
gerakan sosial berusaha memperoleh dukungan bagi pandangan- pandangannya.”
38
Jonathan Christiansen, Framing Theory, dalam “Sociology Reference Guide: Theories
of Social Movements”, hal 151-152.
39
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines New York: Springer, 2007. Hal 157.
26
Sementara itu, mobilisasi aksi berhubungan dengan persoalan psikologi sosial klasik mengenai hubungan antara sikap dan perilaku.
40
Teori psikologi sosial diambil dari kajian studi psikologi. Psikologi sosial memberikan tipe proses psikologi seperti: identitas, kognisi, motivasi, dan emosi
kepada kajian-kajian gerakan sosial. Asumsi dari keempat tipe proses psikologi gerakan adalah bahwa orang hidup dalam dunia perasaan. Mereka merespon dunia
atas apa yang mereka rasa dan interpretasi. Maka apabila kita ingin mengetahui kognisi, motivasi, dan emosi mereka, kita harus mengetahui persepsi dan
interpretasi mereka.
41
Hal yang juga penting dalam teori ini adalah identifikasi grup dalam gerakan sosial. Identifikasi grup merupakan hal fundamental dalam psikologi
sosial untuk menjawab pertanyaan apa yang menggerakkan orang untuk terlibat dalam aksi-aksi kolektif. Identifikasi dengan grup merupakan alasan yang kuat
untuk berpartisipasi dalam gerakan.
42
Orang tidak akan terlibat dalam sebuah gerakan apabila mereka tidak merasa bagian identifikasi dari gerakan tersebut.
Contoh seorang buruh akan cenderung bergabung dengan gerakan buruh, begitupun gerakan feminisme, Islamisme, dan lainnya.
Selain itu, partisipasi dalam gerakan merupakan partisipasi dalam aksi- aksi bersama collective action. Setiap collective action biasanya mengambil akar
40
Burhanudin Muhtadi, Demokrasi Zonder Toleransi, Disampaikan dalam Diskusi “Agama dan Sekularisme di Ruang Publik: Pengalaman Indonesia” di Komunitas Salihara, Rabu
26 Januari 2011.
41
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines. Hal 157.
42
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines. Hal 163.
27
atau dasar dari identitas kolektif collective identity. Terdapat empat mekanisme dasar sama dengan proses psikologi dalam psikologi sosial, yaitu: identitas
sosial, kognisi, emosi, dan motivasi, yang menghubungkan antara identitas kolektif dan aksi kolektif.
43
Dinamika partisipasi dalam gerakan berdasarkan atas asumsi bahwa kita dapat membedakan tiga alasan fundamental mengapa seorang terlibat dalam
sebuah gerakan sosial. Keikutsertaan dalam gerakan menarik seseorang: ingin merubah keadaan mereka, mereka ingin “berbuat” sebagai anggota kelompok
mereka, atau mereka ingin memberikan arti untuk dunia mereka dan mengekspresikan pandangan dan perasaan mereka.
44
Tiga alasan inilah yang membuat orang berpatisipasi dalam sebuah gerakan sosial.
Bert Klandermans memberikan tiga tipe transaksi mengenai unsur-unsur keterlibatan seseorang dalam sebuah gerakan, yaitu: perantara instrumentality,
identitas identity, dan ideologi ideology. Instrumentality merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai usaha untuk mempengaruhi lingkungan sosial
dan politik; identitas merujuk bahwa partisipasi dalam gerakan sebagai manifestasi dari identifikasi dengan kelompok mereka; dan ideologi merujuk
43
Jacquelien Van Stekelenburg dan Bert Klandermans, Individuals in Movements: A Social Psychology of Contention, dalam Bert Klandermans dan Conny Roggeband, edt, Handbook
of Social Movements Across Disciplines. Hal 160-161.
44
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements United Kingdom: Blackwell Publishing, 2004, hal.361.
28
bahwa partisipasi gerakan sebagai pengejaran untuk memaknai dan mengekspresikan perasaan dan keyakinan mereka.
45
Pertama Instrumentality. Tuntutan untuk perubahan dimulai dengan ketidakpuasan, perasaan deprivasi relatif, perasaan ketidakadilan, kemarahan
moral tentang beberapa urusan negara, atau menentukan segala keluhan. Teori keluhan dalam psikologi sosial seperti teori deprivasi relatif atau teori keadilan
sosial berusaha untuk menetapkan bagaimana dan mengapa keluhan dibangun.
46
Dalam instrumentality, aspek pertama yang harus dibangun adalah perasaan “keluhan” terhadap fenomena sosial.
Anggota gerakan adalah orang yang percaya bahwa mereka dapat mengubah lingkungan politik untuk keuntungan mereka dan paradigma
instrumentality yang menyatakan bahwa perilaku mereka dikontrol oleh perasaan untung dan rugi dalam berpartisipasi. Hal Itu diambil untuk memberi lebel bahwa
mereka yang dirugikan atau dizolimi, bukan banyaknya keluhan yang bersifat sendiri-sendiri, Tetapi percaya bahwa situasi dapat berubah dengan biaya yang
terjangkau jika mereka berpartisipasi. Mereka mempunyai sumber daya dan kesempatan untuk membuat pengaruh yang kuat.
47
Dengan keterlibatan mereka dalam gerakan, maka akan menambah sumber daya gerakan dan mempermudah
tujuan gerakan.
45
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.361.
46
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.362.
47
Bert Klandermans, The Demand and Supply of Participation: Social-Psychological Correlates of Participation in Social Movement, dalam David Snow, Sarah A. Soule, dan
Hanspeter Kriesi,edt. The Blackwell Companion to Social Movements, hal.363.
29
Kedua identity. Bahwa instrumentality bukanlah satu-satunya alasan orang untuk berpartisipasi. Setelah semuanya, banyak tujuan gerakan hanya bisa dicapai
dalam jangka panjang. Dengan cara yang sama, ketika datang keuntungan material, pengorbanan sering lebih besar dari pada keuntungan. Yang nampak
adalah lebih baik menjadi bagian dari gerakan daripada merasakan biaya dan manfaat.
48
Artinya anggota gerakan mungkin menyadari bahwa keuntungan mereka tidak lebih besar dari pada pengorbanan mereka. Tapi rasa solidaritas
mereka tehadap identitas memberikan alasan mereka terlibat dalam suatu gerakan. Ketiga Ideology. Ideologi memainkan peran yang penting dalam konteks
psikologi sosial. Orang bergabung dalam gerakan sosial tidak hanya mendesak perubahan politik, tetapi untuk mendapatkan kemuliaan dalam hidup mereka
melalui perjuangan dan ekspresi moral.
49
Faktor ideologi memberikan alasan bahwa ikut terlibat dalam suatu gerakan sosial merupakan suatu kewajiban dan
hal yang mulia. Sehingga mereka menganggap bahwa keterlibatannya mengangkat derajat mereka yang bersifat sacred suci.