Islamisme dan Aktivisme Islam

33 restrukturisasi dan resesi global. Runtuhnya harga minyak dunia yang mempunyai efek merugikan bagi pembangunan dan standar hidup khususnya bagi negara-negara mayoritas penduduk muslim. 2. Secara politis, banyak negara-negara mayoritas muslim adalah rezim autoritarian dan patriarki, yang dipimpin oleh kekuatan gerakan kiri dan sekuler, kemudian mereka mengembangkan institusi agama dalam mencari legitimasi politik untuk mereka. Ini menciptakan kesenjangan antara ideologi dan politik yang dapat diisi oleh kelompok Islamis dengan sumber daya dan bingkai resonansi budaya yang mereka miliki. 3. Gerakan Islmisme juga muncul dalam konteks transisi demografi. Gerakan Islamisme juga pengaruh dari cepatnya pertumbuhan populasi dan menimbulkan beban sosial yang besar. Keluarga dalam negara mayoritas muslim cenderung memiliki banyak anak, sehingga mereka banyak ketergantungan pada negara dan menimbulkan permasalahan sosial lainnya, seperti: pengangguran dan kemiskinan. Banyak anak-anak menemukan diri mereka tanpa kepastian masa depan, dan ini yang menjadikan mereka mudah direkruit dalam gerakan Islamisme. 4. Tidak tejadinya resolusi dalam masalah Palestina-Israel dan meresapnya rasa ketidakadilan dikarenakan oleh aksi Israel dan Amerika, merupakan faktor penting yang membantu timbulnya gerakan Islmamisme. Kegagalan proyek demokrasi sekuler oleh PLO, mendorong Islamisme sebagai alternatif di Palestina dan melalui agama. Invasi dan pendudukan AS di Iraq juga membangitkan lebih banyak gerakan Islamisme. 5. Dengan absenya secara penuh pembangunan dan artikulasi gerakan, institusi, dan wacana dari liberalisme dan sosialisme, Islam menjadi wacana yang universal, dan gerakan Islamisme mengirimkan pesan yang luas bahwa “Islam adalah solus i”. Untuk sebagian muslim, ideologi Islam baru mengurangi kegelisahan mereka karena mampu menawarkan bentuk jaminan baru dan gerakan Islmisme menyediakan bentuk solidaritas kolektif baru. 6. Dalam konteks krisis ekonomi, politik, dan ideologi-termasuk rezim negara- kekosongan harus diisi oleh pemimpin dan wacana Islamis, apakah itu fundamentalis atau ekstrimis. 7. Dalam pembentukan ideologi yang baru, tradisi adalah suatu yang muliaagung dan sering ditemukan. Contoh adalah cara berpaian. Meskipun ada bentuk-bentuk pakaian tradisional di seluruh dunia Islam yang sering merefleksikan budaya dan sejarah lokal, Islamisme pada tahun 1980-an mulai mempromosikan jilbab sebagai seragam , sebagian besar pakaian berwarna gelap. Sebuah tema yang sering muncul adalah bahwa identitas ke-Islaman berada dalam bahaya; muslim harus kembali ke tradisi yang telah ditetapkan; identitas adalah kewajiban wanita dalam perilaku, pakaian, penampilan; dan hukum Islam secara personal menjadi penting pada level negara dalam kasus masyarakat mayoritas muslim atau dalam komunitas dalam kasus masyarakat minoritas muslim. 8. Gerakan Islamisme adalah hasil hasil kontradiksi dari transisi dan modernisasi; mereka juga merupakan hasil dari ketegangan Utara-Timur hegemoni dalam dunia Islam; dan mereka adalah proyek politik terkait dengan kekuasaan yang mereka gambarkan sebagai penindasan, ketidakadilan, dan tidak-Islami. Budaya, agama, dan identitas gerakan Islamisme menjadi acuan mereka bertindak sebagai mekanisme pertahanan dan pembentukan tatanan baru yang ingin dibentuk. 34 A.3. Variasi dalam Gerakan Islamisme Gerakan Islamisme merupakan bukanlah suatu entitas yang tunggal. Moghadam mengatakan bahwa Gerakan Islamisme merupakan gerakan heterogen dan beraneka ragam, pembedaannya adalah antara Gerakan I slamisme “moderat” dan Gerakan Islamisme “ekstrimis”. 60 Secara umum, gerakan Islamis moderat menggunakan cara-cara yang nir-kekerasan dalam berorganisasi dan mendukung civil society. Mereka bisa berbentuk atau bergabung dengan partai politik dan masuk dalam parlemen melalui mekanisme pemilu, dengan begitu mereka bisa mengkritik dan merubah keadaan politik dengan pandangan-pandangan mereka. 61 Sedangkan gerakan Islamisme ekstrimis merupakan sebutan untuk gerakan Islamisme yang cara-cara untuk mencapai tujuan mereka dengan cara kekerasan. Lebih jauh Moghadam mengatakan bahwa cara mereka mencapai tujuan atau cita- cita gerakan secara politik dengan cara menggulingkan sistem politik yang anti- Islam, berasal dari Barat, dan diktator, dengan menggunakan jaringan mereka antar negara dengan bentuk kekerasan dalam mencapai tujuan politis mereka. 62 Mereka tidak berpartisipasi dalam pemilu, karena menganggap pemilu itu tidak Islami. Oliver Roy juga memberikan variasi dalam gerakan Islmaisme berupa tiga model gerakan Islamis. Tiga model tersebut berdasarkan pada strategi mereka dalam melakukan penetrasi politik dalam rangka mencapai agenda Islamis 60 Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 27. 61 Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 27. 62 Valentine M. Moghadam, Globalization and Social Movements : Islamism, Feminism, and the Global Justice Movement, hal. 28. 35 mereka. Tidak seperti para ulama dan salafis, orang-orang Islmamis memberikan perhatian utama pada aktifitas politik, dan mereka tetap menjalankan aktifitas agama dengan keras. 63 Tiga model gerakan Islamisme menurut Oliver Roy antara lain: 1. A Lenninst-type party, kelompok ini memperlihatkan diri mereka sebagai kalangan perintis Islmisme yang mempunyai tujuan menaklukkan kekuasaan dan melolak legitimasi semua partai lain. Contoh dari model ini adalah Hizb-i Islami di Afganistan. 2. A Western-style political party, kelompok Islamis ini masuk dalam pemilu demokratis di suatu negara, tujuannya adalah mendapatkan suara terbanyak dan menang pemilu untuk mengimplementasikan program dan agenda Islamis mereka. Contoh dari kelompok ini adalah Prosperity Party di Turki. 3. A Religious militant organization, kelompok ini mempunyai tujuan mempromosikan nilai-nilai Islam dan mengubah masyarakat, serta melakukan penetrasi di kalangan elit negara, tetapi secara langsung tidak mempunyai ambisi politis. Contoh yang masuk dalam model ini adalah Ikhwanul Muslimin di Mesir, Jamaat Islami di Pakistan. 64 Dengan kata lain terdapat variasi dalam organisasi-organisasi pada studi gerakan Islamisme. Perbedaan-perbedaan itu terlihat dari cara-cara mereka mencapai tujuan gerakan: moderat atau ektrimis dan tiga model gerakan Islamisme Oliver Roy, semuanya memperlihatkan variasi yang bersifat akomodatif atau konfrontatif dengan sistem politik yang ada. Dengan memakai variasi gerakan Islamisme Moghadam, perbedaan ini kita bisa lihat bahwa organisasi seperti Al-Qaeda, Hizbullah, Jamaah Tabliq, Jamaah Islamiah, dan Hizbut Tahrir masuk dalam kategori ekstrimis. Sedangkan organisasi seperti PKS di Indonesia, partai AKP di Turki, dan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Jordania masuk dalam kategori gerakan Islamisme yang moderat. 63 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal. 46. 64 Oliver Roy, The Failure of Political Islam. Hal. 46. 36

BAB III PKS SEBAGAI ORGANISASI GERAKAN SOSIAL DAN KASUS

KORUPSI LUTHFI HASAN ISHAAQ

H. Sejarah PKS: Dari Gerakan Kampus ke Panggung Politik

Dalam konteks gerakan sosial, penulis mencatat setidaknya ada dua alasan mengapa model gerakan Tarbiyah atau PKS bisa muncul di Indonesia. Pertama adalah munculnya generasi baru Indonesia pada tahun 1980-an, yang disebut oleh Yon Machmudi sebagai Global Santri. 65 Mereka adalah pemuda Indonesia yang belajar di Timur Tengah, dan bersentuhan dengan ideologi Ikhwanul Muslimin, khususnya di Arab Saudi dan Mesir. Alasan kedua adalah adanya tekanan politik pada rezim Orde Baru dan terbukanya ruang kesempatan politik pada era Reformasi. Artinya ada konteks global secara ideologi dan konteks lokal, yaitu terbukanya struktur kesempatan politik yang mempengaruhi kemunculan Gerakan Tarbiyah atau PKS di Indonesia. Kemunculan Jamaah Tarbiyah juga tidak bisa dilepaskan dari gerakan revivalisme Islam akibat dari ketegangan antara Sunni dan Syiah paska terjadinya revolusi Iran tahun 1979. Hal ini berpengaruh pada persaingan dominasi pengaruh ideologi antara Iran dan Arab Saudi di dunia Islam. 66 Di satu sisi menguatnya 65 Santri Global adalah sebuah fenomena baru yang dalam klasifikasi kelompok Islam di Indonesia berdasarkan garis budaya. Santri global merupakan tipologi baru kelompok Islam “santri” yang dipengaruhi oleh paham atau ideologi yang berasal dari timur tengah. Yang termasuk dalam tipologi santri global ini adalah: Jamaah TarbiyahPKS, Hizbut Tahrir Indonesia HTI, dan kelompok Salafi. Sehingga memudahkan untuk mengenal tipologi kelompok Islam di Indonesia, seperti: tradisionalis, modernis, radical, dan santri global. Lihat selengkapnya di: Yon Machmudi, Islamising Indonesia : The Rise of Jemaah Tarbiyah and the Prosperous Justice Party PKS. 66 Burhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.96. 37 hubungan antara Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia DDII dengan Arab Saudi, dimanfaatkan oleh Arab Saudi untuk membendung dominasi Iran di Indonesia. Salah satu cara membendung pengaruh Iran di Indonesia adalah dengan bekerja sama melalui pemberian beasiswa kepada pelajar atau santri di Indonesia yang dekat dengan DDII untuk belajar di Timur Tengah, khususnya Arab Saudi. 67 Melalui jalur beasiswa inilah perkenalan antara pelajar Islam Indonesia dengan ideologi Ikhwanul Muslimin terjadi. Tokoh-tokoh seperti Hilmi Aminuddin, Salim Segaf Al-Jufri, Abdullah Said Baharmus, dan Acep Abdul Syukur yang ketika kembali ke Indonesia menjadi pelopor gerakan Ikhwanul Muslimin. 68 Pada tahun 1980-an para alumni baru dari Timur Tengah ini bekerjasama dengan tokoh DDII Dewan Dakwah Islam Indonesia seperti Abu Ridho dan Rahman Zainuddin menterjemahkan tulisan-tulisan utama tokoh Ikhwanul Muslimin seperti: Hasan Al-Banna dan Sayyid Quthb ke dalam bahasa Indonesia. 69 inilah yang memungkinkan para aktivis gerakan dakwah kampus bersentuhan dengan karya-karya tokoh Ihkwanul Muslimin dalam kajian studi Islam yang mereka pelajari. Gerakan Tarbiyah tumbuh sekitar tahun 1980-an yang mengambil basis gerakannya di masjid-masjid Universitas yang tersebar di Indonesia. 70 Salah seorang pelopor Gerakan Tarbiyah di kampus yang merupakan tokoh dari DDII adalah Ir. Imaduddin Abdul Rahim, yang memprakarsai pola pengkaderan model 67 Buhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.38. 68 Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party PKS in Indonesia, Jurnal: ASIEN 109 Oktober 2008, S. 22-36, hal.25. 69 Buhanudin Muhtadi, Dilema PKS: Suara dan Syariah, hal.38. 70 Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party PKS in Indonesia, Journal: ASIEN 109 Oktober 2008, S. 22-36. 38 Ikhwanul Muslimin yang dikenal dengan “usrah” atau “halaqohLiqo‟at”. 71 Program halaqohliqo ini berawal di Masjid Salman ITB Institut Teknologi Bandung yang kemudian menyebar ke universitas sekuler lainnya seperti: UI, IPB, UGM, UNDIP, dan lain-lain. Kemudian gerakan dakwah kampus atau Tarbiyah ini menegaskan bentuk ideologi dan idealisme mereka dalam bentuk oraganisasi-organisasi mahasiswa baik intra maupun ekstra. Di kalangan internal kampus, gerakan ini membentuk LDK Lembaga Dakwah Kampus, sedangkan secara eksternal mereka membuat KAMMI Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia. Organisasi inilah yang menjadi basis dari Gerakan Tarbiyah dalam merekrut dan mengkader mahasiswa sampai sekarang. Tokoh-tokoh PKS seperti Fahri Hamzah, Rama Pratama, Zulkieflimansyah, dan Mahfud Shiddiq lahir dari kedua organisasi tersebut. Alasan kedua, yakni Gerakan TarbiyahPKS muncul dari kebijakan politik rezim orde baru yang represif khususnya terhadap “Islam politik”. Dibubarkannya Masyumi pada tahun 1970 merupakan bukti bahwa rezim Orde Baru tidak mengizinkan Islam secara politik tampil ke publik yang berpotensi menjadi lawan pemerintah. Lebih jauh diterapkannya azas tunggal Pancasila sebagai landasan dari semua organisasi yang ada, menjadi pemicu sakit hati kalangan Islam terhadap rezim, terutama kalangan Masyumi yang kemudian membentuk DDII. Otoritarianisme rezim Orde Baru tidak memungkinkan sebuah gerakan, seperti Gerakan Tarbiyah muncul ke publik. Mereka, pada rezim Orde Baru melakukan aktivitasnya secara sembunyi-sembunyi atau underground. Dengan 71 Miftahuddin, Pengaruh Ideologi Ikhwanul Muslimin terhadap Partai Keadilan Sejahtera PKS di Indonesia, Jakarta: Skripsi, UIN Syarif Hidayatullah, 2008, hal.3. 39 kaderisasi menggunakan sistem halaqohliqo, mereka mempunyai keuntungan dibawah rezim yang tertutup tersebut, yaitu menguatnya soliditas organisasi dan terjaganya kemurnian ideologi. Hal ini terjadi karena sistem tarbiyah atau kaderisasi yang mereka lakukan pada saat itu berada pada tahap mihwar tanzimi 72 atau pembentukan organisasi. Setelah rezim Soeharto tumbang dan beralih ke era Reformasi, maka ada ruang kesempatan politik bagi Gerakan Tarbiyah untuk memperjuangkan dan mengekspresikan idealisme dan cita-cita gerakan mereka ke ruang publik. Ini tercermin dengan dideklarasikannya Partai Keadilan PK pada 20 Juli 1998 di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, dengan presidennya yang pertama yaitu Nurmahmudi Ismail. 73 Kemudian pada pemilu 1999 PK memperoleh suara nasional sebanyak 1.436.565 atau 1,7 dan menurut Undang-Undang Nomer 3 tahun 1999 tentang electoral threshold, maka PK dinyatakan tidak memenuhi electoral threshold sebesar 2 menurut Undang-Undang tersebut. Karena Partai Keadilan tidak lolos electoral threshold pada pemilu 1999, maka pada tanggal 2 Juli 2003 dideklarasikan Partai Keadilan Sejahtera PKS yang merupakan transformasi dari Partai Keadilan. Kehadiran PKS mendapat respon baik secara elektoral, hal ini terbukti dari perolehan suara PKS yang naik secara signifikan pada pemilu 2004, yaitu sebanyak 8.325.020 suara nasional atau 72 Jamaah Tarbiyah atau PKS mempunyai tahapan-tahapan perkembangan dalam dakwahnya. 1. Mihwar Tanzimi pembentukan organisasi, 2. Mihwar Sya‟bi bermasyarakat, 3. Mihwar Muassasi berpolitik, 4. Mihwar Daulah negara atau kawasan Islam, 5. Uztazul Alam soko guru dunia atau khilafah. Bagian ini akan penulis bahas pada bagian berikutnya. Lihat: Ahmad Norma Permata, Ideology, Institutions, Political Actions: Prosperous Justice Party PKS in Indonesia, Journal: ASIEN 109 Oktober 2008, S. 22-36, hal.25. 73 Sejarah Partai Keadilan Sejahtera, lihat: http:www.pks.or.idcontentsejarah-ringkas, diakses pada tanggal 16 Juli 2014. 40 7,34 , kemudian pada tahun 2009 mendapat 8.204.946 suara atau 7,88, dan pada pemilu 2014 mendapat 8.480.204 suara atau 6,79. 74 Data ini menunjukkan perolehan suara PKS secara elektoral dari tahun 2004 sampai 2014 cenderung stabil.

I. Framing PKS Sebagai Organisasi Gerakan Sosial Islam

B.1. Bingkai Diagnostik Pada level framing diagnostik, PKS mengidentifikasi masalah umat Islam sebagai akibat dari apa yang mereka disebut dengan ghazwul fikri 75 atau perang pemikiran. Melalui ghazwul fikri ini, mereka merasa bahwa umat Islam sedang diserang oleh pihak lawan, bukan hanya melalui jalan militer, tetapi juga diserang dari segi budaya, ekonomi, dan politik. Sebagaimana yang dituliskan Irwan Prayitno salah seorang kader PKS: “Kekalahan pihak kafir, khususnya Nasrani, dari umat Islam melalui perang fisik dan senjata pada perang salib, menjadikan mereka berfikir mencari jalan lain yang dapat mengalahkan umat Islam. Al-Ghazw Al-Fikr adalah serangan pemikiran secara bertubi-tubi yang tersusun secara sistematik, teratur dan terancang dengan baik yang dilakukan oleh umat yang kuat kepada umat yang lemah untuk merubah kepribadiannya sehingga kemudian menjadi pengikut umat yang kuat tersebut. Umat jahiliyah senantiasa memerangi umat Islam. Perang tersebut dilaksanakan dalam tiga bentuk, yaitu: politik, militer, dan ekonomi. Al- Ghazw Al-Fikr akan menghasilkan berbagai kerusakan di kalangan umat Islam dengan cara merusak akhlak, menghancurkan fikrah, melarutkan pribadi, dan menumbangkan aqidah. Dengan cara tersebut, akan dihasilkan umat yang rusak akhlak dan kepribadiannya, kotor pemikirannya, keluar dari Islam, serta memberikan loyalitasnya kepada orang kafir.” 76 74 Data selengkapnya lihat: http:id.wikipedia.orgwikiPartai_Keadilan_SejahteraSejarah, diakses pda tanggal 16 Juli 2014. 75 Ghazwul Fikri atau perang pemikiran dalam konsepsi gerakan PKS adalah upaya dari musuh-musuh Islam yang berupaya untuk memperlemah umat Islam dengan cara melarutkan umat Islam dari ajaran Islam yang murni. Sarana yang biasa dilakukan dalam Ghazwul Fikri seperti: budaya, politik, dan militer. Lebih jauh dapat dilihat dalam: Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003. 76 Irwan Prayitno, Kepribadian Dai, Bekasi: Pustaka Tarbiyatuna, 2003, hal.5.