Unsur-unsur Pendidikan Islam Pendidikan Islam

sebagai objek pendidikan, namun di lain pihak peserta didik bisa dikatakan sebagai subjek pendidikan, karena secara tidak langsung si pendidik akan mempelajari hal-hal baru dari peserta didik untuk memaksimalkan dalam menjalankan fungsinya sebagai pendidik. Secara umum, peserta didik adalah setiap orang yang menerima perubahan, perkembangan dari seseorang atau sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Dalam UUSPN, peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu. 22 c. Kurikulum Kurikulum merupakan komponen yang tak kalah penting dari unsur pendidikan Islam, sebuah sistem dan juga merupakan acuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran yang biasanya harus ada, yang berfungsi sebagai tolak ukur dan batasan serta bahan evaluasi dalam meningkatkan taraf pendidikan yang diterapkan. Terdapat banyak rumusan pengertian kurikulum dari para ahli, diantaranya Zakiah Daradjat menyatakan kurikulum adalah “suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan- tujuan pendidikan tertentu”. 23 Sedangkan Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty dalam bukunya Reorganizing The High School Curriculum yang dikutip oleh Zuhairini, mengartikan “kurikulum dengan aktivitaskegiatan yang dilakukan murid sesuai dengan peraturan- peraturan sekolah”. 24 Oleh karena itu, kurikulum bukanlah suatu dokumen yang berisi program periodik pembelajaran yang tertulis dalam suatu instasnsi pendidikan. Tapi lebih dari itu, kurikulum juga melihat proses pendidikan anak didik yang didapat disekolah maupun luar sekolah. 22 Ara Hidayah, Pengelolaan Pendidikan, Bandung: Pustaka Educa, 2010, h. 43. 23 Zakiah Daradjat, dkk, op. cit., h. 122. 24 Zuhairini, dkk., Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983, h. 58. Dari pengertian diatas, kurikulum akan terus mengalami perubahan dalam setiap periode pembelajaran tertentu, dikarnakan tujuan dari pencapaian pendidikan akan selalu berpola kepada peningkatan mutu dengan melihat standar pendidikan yang telah diperbaharui, sehingga perlu adanya perubahan kurikulum demi tercapainya tujuan pendidikan ke arah yang lebih baik. Suatu kewajiban dari keberadaan kurikulum ini dalam setiap kegiatan pembelajaran, terlebih problematika kehidupan akan selalu menyandingi keberadaan agama sebagai tantangan yang akan melihat bagaimana eksistensi agama dalam menghadapi setiap masalahnya. Dengan demikian, bisa diambil kesimpulan bahwa progresifitas pendidikan Islam dalam menghadapi setiap tantangan masa akan memerlukan ketiga unsur tersebut, yakni dukungan dari pendidik. Baik pendidik yang secara formal berada di lingkungan sekolah, maupun pendidik non formal yang berada disekitar peseta didik dan motivasi dari setiap peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran serta dukungan kurikulum yang mengerti kebutuhan peserta didik, tanpa mengurangi tujuan pendidikan seutuhnya.

B. Pemikiran Tokoh dan Pembaharu Pendidikan Indonesia

1. Ki Hajar Dewantara

Ki Hadjar Dewantara masa kecilnya bernama R.M. Soewardi Surjaningrat, lahir pada hari Kamis Legi, tanggal 02 Puasa tahun Jawa, bertepatan dengan tanggal 2 Mei 1889 M. Ayahnya bernama G.P.H. Surjaningrat putra Kanjeng Hadipati Harjo Surjo Sasraningrat yang bergelar Sri Paku Alam ke-III. Ibunya adalah seorang putri keraton Yogyakarta yang lebih dikenal sebagai pewaris Kadilangu keturunan langsung Sunan Kalijogo. 25 Beliau wafat di Yogyakarta, pada tanggal 28 April 1959. Prinsip dari pemikiran pendidikan beliau yang terkenal dengan selogan “ing ngarso sung tulodo ing madyo mangun karso tut wuri 25 Haryanto, “Pendidikan Karakter Menurut Ki Hajar Dewantara” Jurnal Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY, h. 3. handayani” didepan memberi contoh, ditengah memberikan bimbingan dan dibelakang memberikan dorongan. Pada prinsip pemikiran pendidikan beliau, penanaman karakter pada peserta didik merupakan tanggung jawab bersama yang harus saling bersinergi satu dengan yang lainnya, supaya mendapatkan hasil yang dicita-citakan yaitu insan dengan intelektual tinggi yang dibentengi dengan adanya nilai karakter yang baik pada diri setiap peserta didik.

2. KH. Hasyim Asy’ari

Nama lengkapnya ialah Hasyim Asy‟ari bin Abdul Wahid bin Abdul Halim w. 1587 M yang bergelar Pangeran Benawa bin Abdurrahman w. 1582 M yang bergelar Jaka Tigkir Sultan Hadi Wijaya bin Abdullah bin Abdul Aziz bin Abdul Fatah bin Maulana Ishaq w. 1463 M bapak dari Raden Ainul Yaqin yang terkenal dengan Sunan Giri Tebuireng w. 1506 M, Jombang. Beliau dilahirkan di Desa Gedang, sebelah utara kota Jombang, Jawa Timur pada hari selasa tangal 24 Dzulqa‟dah 1287 H bertepatan dengan tanggal 14 Februari 1871 M. 26 Kegelisahan KH. Hasyim Asy‟ari saat itu adalah masih banyak penduduk yang belum beragama, hidup dengan adat dan istiadat yang bertentangan dengan perikemanusiaan. Melihat kondisi kehidupan sosial seperti itu, KH. Hasyim Asy‟ari membuat sebuah kitab, karya yang sangat populer di dunia pendidikan hingga saat ini, yaitu: Adab al-Alim wa al- Muta‟allim akhlak pengajar dan pelajar. Yang di dalamnya membahas tentang hal-hal yang diperlukan oleh pelajar dalam kegiatan belajar serta hal-hal yang berhubungan dengan pengajar dalam kegiatan pembelajaran. Karya ini merupakan resume dari tiga buah kitab yang menguraikan tentang pendidikan Islam, yaitu: kitab Adab al- Mu’allim akhlak pengajar hasil karya Syaikh Muhammad bin Sahnun w. 871 H466 M; Ta‟lim al- Muta‟allim fi Tariq at- Ta‟allum pengajaran untuk pelajar: tentang cara- cara belajar yang dikarang oleh Syaikh Burhan al-Din al-Zarnuji w. 591 26 Muhamad Ilzam Syah Almutaqi, “Konsep Pendidikan Akhlak Menurut Hasyim Asy‟ari Dalam Kitab Adab Al-Alim Wa Al- Muta‟allim”, Skripsi Pada Progran Studi Pendidikan Agama Islam STAI Salatiga, Salatiga, 2013, h. 32-33, tidak dipublikasikan. H1194 M; dan kitab Tadkhirat al-Shaml wa al-Mutakallim fi Adab al- Alim wa al- Muta‟allim pengingat: memuat pembicaraan mengenai akhlak pengajar dan pelajar. 27 Fokus pada pembahasan dari pemikiran KH. Hasyim Asy‟ari yaitu terletak pada penanaman nilai akhlak dengan pedoman kitab, hasil karyanya yaitu kitab Adab al-Alim wa al- Muta‟allim.

3. K.H. Ahmad Dahlan

Ahmad Dahlan lahir pada 1 Agustus 1868 dan meninggal pada 22 Februari 1923. Nama kecil beliau adalah Muhammad Darwis yang merupakan anak keempat dari KH. Abu Bakar. Sementara ibunya adalah putri dari H. Ibrahim, yang juga menjabat penghulu Kesultanan Yogyakarta saat itu. 28 Dalam buku KH. AR. Fahruddin Ketua Muhammadiyah 1968 berjudul Menuju Muhammadiyah yang dikutip oleh Muh. Dahlan, menyatakan bahwa yang dikerjakan Ahmad Dahlan sepanjang kepemimpinanya adalah sebagai berikut: a. Meluruskan Tauhid, Peng-Esaan terhadap Allah swt. Meluruskan keberadaan Allah sebagai Sang Khalik. Hubungan Allah dan manusia tanpa perantara apapun. b. Meluruskan cara beribadah kepada Allah swt. Tanpa adanya gerakan-gerakan yang kurang tepat dalam shalat. c. Mengembangkan akhlakul karimah, etika sosial dan tata hubungan sosial sesuai tuntunan Islam. 29 Pemberantasan TBC Taqlid, Bid‟ah dan Khurafat, merupakan tahap pertama yang harus dihilangkan, karna hal tersebut akan mengganggu pada penanaman nilai-nilai Islam seutuhnya. Selain dari itu gagasan Ahmad Dahlan dalam kontribusi dalam dunia pendidikan yang perlu dicatat adalah memasukkan pendidikan agama Islam ke dalam sekolah pemerintahan, 30 yang pada saat itu, sekolah pemerintahan terfokus pada segi pendidikan umum, tanpa memasukan nilai-nilai agama di dalamnya. 27 Ibid., h. 20. 28 Muh. Dahlan, ” K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu” Jurnal Adabiyah Vol. XIV, No. 2, 2014, h. 123. 29 Ibid., h. 124. 30 Ibid., h. 127.