Fakta Sosial dan Pembentukan Karakter dalam Islam

61 selanjutnya menjadi suatu pembiasaan yang mengikat pada setiap anggotanya dalam melakukan sesuatu, sehingga sadar ataupun tidak sadar pembiasaan itulah yang akan menjadi sebuah karakter seseorang. b. Pembentukan karakter dalam Islam Kita mengetahui bahwa sumber pembentukan karakter utama dalam Islam yaitu al-quran dan al-hadits. Tapi jika kita mengaitkan bahwa bagaimana karakter itu bisa disampaikan di lingkungan sosial, tentunya membutuhkan peran utama sebagai panutan. Panutan yang paling sempurna dalam Islam sendiri yaitu Nabi Muhammad saw, selain sebagai penyampai berita dari Allah sekaligus sebagai pemberi contoh dalam penanaman karakter Islam. Tingkahlaku Rasulullah merupakan gambaran al-quran dalam kehidupan sehari-harinya, selain itu ada hadits sebagai pelengkap dalam menyempurnakan karakter dalam Islam. Karna dalam pembentukan karakter sangat erat kaitannya dengan apa yang didengar dan yang dilihat, maka pelengkap atau hadits jika dilihat dari segi bentuknya terbagi menjadi 5 bagian, diantaranya: 1 Hadits qauli Merupakan segala bentuk perkataan atau ucapan yang disandarkan kepada Nabi saw. Dengan kata lain hadits qauli hadits berupa perkataan Nabi saw. 53 َع ْن َر ِب ْب يع ِن ِح َر َأ شا َن ُ َِْ َع َع ِل ي َر ا ِض َي ُها َع ِ َْي ُط ُب َق َلا َق : َلا َر ُس ُلو ها َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َل م َل ََ ْك ِذ ُب َع او َل َي َف ِا َن ُ َم ْن َي ْك ِذ ُب َع َل َي َي ِل ُج َلا َرا 54 Dari Rab’iy bin Hirasy sesungguhnya dia mendengar Ali ra sedang khutbah dan berkata bahwa Rasulullah saw bersabda “Janganlah kalian berdusta atas namaku karena 53 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, Ulumul Hadis, Bandung: Pustaka Setia, 2011, Cet II, h. 21. 54 Majid Khon dkk, Ulumul Hadits, Jakarta: Pusat Studi Wanita PSW, 2005, h. 132. 62 sesungguhnya yang berdusta atas namaku akan masuk neraka”. 2 Hadits fi‟li Yaitu segala perbuatan yang disandarkan kepada Nabi saw. Dalam hadits tersebut terdapat berita tentang perbuatan Nabi Saw, yang menjadi anutan perilaku para sahabat pada saat itu, dan menjadi keharusan bagi semua umat Islam untuk mengikutinya. 55 َح َد َث ِِ َْي َي َع ْن َم ِلا َع ك ْن ْبا ِن ِش َه َع با ْن َس ِلا ْب ِن َع ْب ِد َع ها ْن َع ْب ِد ْب ها َن ُع َم َر َأ , ّن َر ُس َلو ها َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َل م َك َنا ِا َذ ْ فا ا َت َت َح َصلا ََ َة َر َف َع َي َد ْي ِ َح ْذ َو َم ْ ِك َ ب ْي ِ َو , ِإ َذ َر ا َف َع َر ْأ ِس ُ ِم َن رلا ُك ِعو َر َ ف َع ُه َم َك ا َذ ِل َك َا ْي ض َو ,ا َق َلا َِْ َع ُها ِل َم ْن َِح َد ُ َر َ ب َ َو ا َل َك ْا َل ْم ُد َو , َك َنا َل َ ي ْف َع ُل َذ ِل َك ِف سلا ُج ْ و ِد . 56 Yahya menceritakan kepadaku, dari malik dari Ibnu Syihab dari Salim bin Abdullah dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah Saw apabila memulai shalat, beliau mengangkat tangan sejajar dengan pundaknya. Ketika bangkit dari ruku’, beliau mengangkat tangannya setinggi pundak juga dan mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah, rabbanaa walakal hamdu Allah mendengar orang yang memuji-Nya, Tuhan kami dan Milik- Mu segala pujian.” Beliau tidak melakukan ini ketika sujud. 3 Hadits taqriri Hadits yang berupa ketetapan Nabi Saw, terhadap apa yang datang atau dilakukan oleh para sahabatnya. Nabi Saw membiarkan atau mendiamkan suatu perbuatan yang dilakukan oleh para sahabatnya, tanpa memberikan penegasan, apakah beliau membenarkan atau mempermasalahkannya. sikapNabi yang demikian itu dijadikan dasar oleh para sahabat sebagai 55 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, op.cit., h. 21. 56 Malik bin Anas, Al Muwaththa’ Imam Malik, Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI, 2006, h. 100. 63 dalil taqriri, yang dapat dijadikan hujjah atau mempunyai kekuatan hukum untuk menetapkan suatu kepastian syara‟. 57 َح َد َث ِِ َْي َي َع ْن َم ِلا َع ك ْن ْبا ِن ِش َه ٍبا َع ْن َس ِع ْي ِد ْب ِن ُ لا َس َي ِب , َأ َن ها َلوُسَر َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َل م َق َلا َم ْن َا َك َل ِم ْن َ ِذ ِ َشلا َج َر ِة َف , ََ َ ي ْق ُر ْب َم َس ِجا َد َن ,ا ُ ي ْؤ ِذ ْ ي َ ِب ا ِر ْي ِح ْا ثل ْو ِم . 58 Yahya menceritakan kepadaku, dari Malik, dari Ibnu Syihab, dari Sa’id bin Al Musayyab, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang makan tumbuhan ini bawang – penerj.,hendaknya ia tidak mendekati masjid kami. Karena ia akan mengganggu kami dengan bau bawangnya.” 4 Hadits hammi Yaitu hadits yang berupa keinginan atau hasrat Nabi Saw yang belum terealisasikan, seperti halnya hasrat berpuasa tanggal 9 „Asyura. َع ْن َع ْب ِد ْب ها ِن َع َب َ ي سا ُق ُلو ِح َْي َص َما ي لا َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َلم َ ي ْو َم َع ُشا و َر َءا َو َأ َم َر َن ِب ا ِص َي ِما ِ َق ُلا َي :و َر ا ُس َلو ِإ ها َن َ َ ي ْو َم َ َ ْع ِظ ُم ُ ْا َ يل ُه ْو ُد َو َلا َص َرا .ى َ ف َق َلا ها َلوُسَر َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َل م َف : ِإ َذ َك ا َنا ْا َعل ُما ْا مل ْق ِب ُل ُص ْم َ َ ي ا ْو ُم َتلا ِسا .دوادوبأ اور ع Dari Abdullah Ibn Abbas, ia berkata, ketika Nabi Saw berpuasa pada hari „Asyura dan memerintahkan para sahabat untuk berpuasa, mereka berkata,”Ya Rasulullah, hari ini hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashrani”. Rasul Saw kemudian bersabda,”Tuhan yang akan datang insya Allah aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan”. HR. Abu Daud. 59 5 Hadits ahwali Yaitu hadits yang berupa halikhwal Nabi Saw yang tidak termasuk kedalam kategori keempat bentuk hadits di atas. 57 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, op.cit., h. 22. 58 Malik bin Anas, op.cit., h. 19. 59 M. Agus Solahudin, Agus Suyadi, op.cit., h. 23. 64 Hadits yang termasuk kategori ini adalah hadits-hadits yang menyangkut sifat-sifat dan keperibadian, serta keadaan fisik Nabi Saw. 60 َع ْن َا َن ِس َر ِض َي ُها َع ْ َق َلا َم : َما َس ْس ُت َح ِر ْ ي ر َو ا َل ِد َب جا َأ ا ْل ََي ِم ْن َك ِف َلا ِي َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َل م َو َل ََِ ْم ُت ِر ْي َق ا ط َا ْو َع ْ ر ف َق ا ط َأ ْط َي ُب ِم ْن ِر ْي ٍح َا ْو َع ْر ٍف َلا ِي َص َل ُها ي َع َل ْي ِ َو َس َلم ىراخبلا اور Dari Anas ra. berkata, “Aku belum pernah memegang sutramurni dan sutra berwarna yang halus sehalus telapak tangan Rasul Saw,juga belumpernah mencium wewangian seharum Rasul Saw H.R. Bukhari ” 61

5. Tujuan Pendidikan Islam

Pendidikan Islam merupakan langkah menuju terciptanya peradaban masyarakat yang tidak hanya mementingkan masalah duniawi, tapi juga sangat memperhatikan masalah ukhrawi. Skema pengaplikasian dalam Pendidikan Islam bisa bersifat horizontal dan vertikal. Secara horizontal artinya pendidikan dalam Islam mempelajari bahwa ibadah itu berada pada bagaimana mereka mengaplikasikan kemanfaatan ilmu mereka dalam lingkungan mereka tinggal, yaitu sebagai anggota sosial yang membutuhkan orang-orang dalam menjalankan aktifitasnya di lingkungan tempat mereka tinggal. Secara vertikal artinya bagaimana mereka mengaplikasikan kemanfaatan ilmu mereka untuk mendapatkan keikhlasan dari Sang Maha Pencipta dan Pengatur kehidupan dunia yang fana ini. Pendidikan Islam bertujuan untuk menyeimbangkan bagaimana seseorang menyelaraskan kebutuhan beserta tingkah laku mereka sebagai anggota sosial dan sebagai mahluk ciptaan Tuhan. Dengan adanya penyeimbang dari kebutuhan jasmanai dan rohani ini maka secara garis besarnya pendidikan Islam terkandung dalam beberapa ayat berikut: 60 Ibid,. h. 24. 61 Ibid., h. 24-25. 65 a. Al Jumu‟ah [62] ayat 2                       Artinya: Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah As Sunnah. dan Sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata. Allah yang disucikan oleh semua yang wujud di langit dan di bumi. Ini karena semua makhluk memiliki kekurangan dan kebutuhan, dan itu tidak dapat dipenuhi untuk mereka kecuali Allah Swt, sehingga Allah yang tidak butuh sesuatu dan memenuhi kebutuhan siapapun Dia lah Yang Berhak disucikan dari segala kekurangan dan kebutuhan. Selanjutnya karena hanya Dia yang memenuhi semua kebutuhan semua makhluk, maka hanya Dia pula yang berwewenang menetapkan dan mengatur dan mengendalikan segala sesuatu, dengan kata lain hanya Dia al MalikMaha Raja. Salah satu bentuk pengaturan-Nya adalah menetapkan agama. Ketetapan itu bukan karena Dia butuh atau adanya kekurangan pada diri-Nya yang hendak Dia sempurnakan. Sama sekali tidak, karena Dia al- QuddusMaha Suci dari segala kekurangan dan kebutuhan. 62 Manusia merupakan makhluk sosial yang pastinya membutuhkan orang lain dari keberadaanya itu, untuk itulah dalam kandungan ayat di atas bahwasanya setiap makhluk yang berada di alam jagad raya ini pasti tidak akan mampu untuk berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari orang lain. Terbukti dengan peristiwa kelahiran sang anak, dalam jangka waktu tertentu sang anak 62 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 14, Tangerang: Lentera Hati, 2007, Cet. VIII, h. 218. 66 tersebut masih akan membutuhkan bantuan dari orangtuanya, tidak mungkin setelah melahirkan, anak tersebut bisa mencari kebutuhannya sendiri, seperti mencari makan, minum dan lain sebagainya. Ia masih tetap membutuhkan bantuan orang lain sampai ia benar-benar siap untuk mencari kebutuhannya seorang diri. Semua ketentuan yang berada dalam alam semesta ini berjalan sesuai kehendak-Nya. Untuk itu, supaya alam semesta ini berjalan sesuai dengan pengaturan-Nya maka Allah menetapkan agama sebagai pedoman dalam bertingkahlaku di muka bumi ini. Agama merupakan proyeksi dalam bagaimana seharusnya kita menanggapi kejadian yang ada di alam semesta ini, termasuk bagaimana kita bertingkah laku. b. Al-Qashash [28] ayat 77                                Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Beberapa dari kaum Nabi Musa as itu melanjutkan nasihatnya kepada Qorun bahwa nasihat itu bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarangmu memperhatikan dunia. Tidak berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang dibenarkan Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan