46
menindaklanjuti program Penyelarasan Pendidikan dengan Dunia Kerja dalam bentuk Rencana Aksi yang dapat diterapkan di
masyarakat”.
22
Tujuan pendidikan sinkron dengan tujuan hidup bangsa, yaitu melahirkan individu, keluarga, dan masyarakat yang saleh, serta
menumbuhkan konsep-konsep kemanusiaan yang baik di antara umat manusia dalam mencapai suasana saling pengertian internasional,
yakni konsep-konsep yang sesuai dengan budaya, peradaban, dan warisan umat serta pandangannya tentang alam, manusia dan hidup.
23
3. Durkheim dan Idealnya Lingkungan Sosial Pendidikan Islam
Indonesia
Ada beberapa hal yang melatar belakangi perhatian Durkheim dalam masalah konsensus dan moralitas, bukan saja atas dasar keadaan
politik di Prancis saat itu sehingga menewaskan anak satu-satunya yang dipicu karena Perang Dunia I, melainkan juga karena ada
pergeseran sosial, dampak dari adanya industralisasi dan kapitalisme saat itu.
Masa industrialisasi memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap bentuk pemikiran dalam bersosial. Meningkatkan kinerja
individu dalam membangun suatu perubahan dalam komunitasnya yang mengacu terhadap nilai keekonomisan. Termasuk hal-hal yang
berdampak pada sesuatu yang ketidak manfaatannya pun dapat diperhitungkan, sehingga bisa mengurangi pembiayaan dalam kegiatan
yang dilakukan. Dari perubahan pola pikir individu yang terfokus kepada hal
materialistis, maka akan berimbas pada kegiatan yang dilakukan dalam lingkungannya. Karna lingkungan dan pola pikir individu yang ada di
dalamnya saling keterkaitan, sehingga hasil dari adanya industralisasi
22
Maswardi Muhammad Amin, Pendidikan Karakter Bangsa, Jakarta: Baduose Media Jakarta, 2011, Cet. I, h. 15.
23
Hery Noer Aly. dan Munzier S, Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung Insani, 2003, Cet. II, h. 3.
47
dan kapitalisme saat itu membuat fakta sosial adanya perubahan moral yang tertuju pada materi semata dan memudarkan nilai-nilai moralnya.
Tentang “ilmu moralitas” Durkheim pernah menulis bahwa karena ketentuan moral dan hukum pada dasarnya memantulkan keperluan
sosial yang hanya bisa dimasukkan oleh masyarakat itu sendiri –
sesuatu yang berdasarkan pada “Pandangan Kolektif” – maka bukanlah tugas kita mendapatkan ketentuan etika dari ilmu pengetahuan,
melainkan membentuk suatu ilmu tentang etika.
24
Jadi pantulan dari keperluan sosial akan industrialisasi dan kapitalisme membentuk moral
dan hukum seputar bagaimana mereka bisa menghasilkan suatu keuntungan sebesar-besarnya, yang sangat boleh jadi merugikan orang
lain atau tidak. Etika merupakan tata nilai yang terkandung dalam suatu
lingkungan sosial yang sering dikenal dengan istilah norma. Norma inilah yang menjadi acuan bersosialisasi dalam bermasyarakat.
Pembagian norma ada beberapa macamnya, seperti norma agama, norma kesusilaan, norma kesopanan dan norma hukum. Semuanya
menjadi satu rangkaian dalam kegiatan bermasyarakat. Dalam model penelitian yang Durkheim lakukan, ia memandang
diriya sebagai “rasionalis” karna ia yakin dapat menemukan hubungan sebab-akibat dalam tingkah laku sosial, dan ia memandang posisinya
sebagai “spiritualis” dalam arti bahwa ia menjelaskan keseluruhan melalui bagian-bagian yang merupakan ciri khas keseluruhan itu.
25
Ia menolak dalam mempelajari sosial disamakan dengan mempelajari
benda-benda material yang hanya dapat dipahami dengan mempelajari sebagian benda dari keseluruhan, karna untuk memahami masyarakat
akan sangat berbeda dengan memahami material. Dalam artikel yang dipublikasikan oleh kompasiana.com
menerangkan bahwa tingkat tindak pidana sejatinya merupakan sebuah
24
Taufik Abdullah dan A. C. Van Der Leeden, Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986, h. 2-3.
25
Soejono Dirdjosisworo, op.cit., h. xxii.
48
indikator penentu mengenai kualitas keamanan, kesejahteraan, dan kemakmuran masyarakat sehingga besar kecilnya tindak pidana juga
mendeskripsikan besar kecilnya tingkat penanganan keamanan serta besar kecilnya tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi masyarakat.
26
Gambaran keadaan sosial bangsa Indonesia dapat dilihat pada diagram di bawah ini:
Jumlah Tindak Pidana, Angka Kemiskinan, dan Tingkat Pengangguran Terbuka Indonesia diolah, sumber : Statistik Indonesia
2014, Dok.Pri Sebagaimana yang dijelaskan Durkheim mengenai tindakan sosial:
The rate of occurrence wheather frequent or infrequent of a social fact may serve as an index of an uderlying social reality and of
the trends which pervade it. A scientifically measured statistical rate is a
sign of „a certain state of the collective consciouseness’.
27
Tingkat keterjadian suatu fakta sosial entah sering atau tidak dapat berfungsi sebagai indeks yang menggarisbawahi keyataan sosial
dan kecendrungan yang kuat di dalamnya. Suatu tingkat statistik yang
26
Joko Ade Nursiono, Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini Penyebabnya, 2015, www.kompasiana.com.
27
Emile Durkheim, Sociology and Philosophy, London: Cohen West LTD, 1953, h. xviii.