Tujuan Pendidikan Islam Pembahasan

66 tersebut masih akan membutuhkan bantuan dari orangtuanya, tidak mungkin setelah melahirkan, anak tersebut bisa mencari kebutuhannya sendiri, seperti mencari makan, minum dan lain sebagainya. Ia masih tetap membutuhkan bantuan orang lain sampai ia benar-benar siap untuk mencari kebutuhannya seorang diri. Semua ketentuan yang berada dalam alam semesta ini berjalan sesuai kehendak-Nya. Untuk itu, supaya alam semesta ini berjalan sesuai dengan pengaturan-Nya maka Allah menetapkan agama sebagai pedoman dalam bertingkahlaku di muka bumi ini. Agama merupakan proyeksi dalam bagaimana seharusnya kita menanggapi kejadian yang ada di alam semesta ini, termasuk bagaimana kita bertingkah laku. b. Al-Qashash [28] ayat 77                                Artinya: dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. Beberapa dari kaum Nabi Musa as itu melanjutkan nasihatnya kepada Qorun bahwa nasihat itu bukan berarti engkau hanya boleh beribadah murni dan melarangmu memperhatikan dunia. Tidak berusahalah sekuat tenaga dan pikiranmu dalam batas yang dibenarkan Allah untuk memperoleh harta dan hiasan duniawi dan 67 carilah secara bersungguh-sungguh pada, yakni melalui apa yang dianugrahkan Allah kepadamu dari hasil usahamu itu kebahagiaan negeri akhirat, dengan menginfakkan dan menggunakannya sesuai petunjuk Allah dan dalam saat yang sama ingatlah melupakan, yakni membagikan bagianmu dari kenikmatan dunia dan berbuat baiklah kepada semua pihak, sebagaimana atau disebabkan karean Allah telah berbuat baik kepadamu dengan aneka nikmat-Nya, dan janganlah engkau berbuat kerusakan dalam bentuk apapun di bagian mana pun di bumi ini. Sesungguhnya Allah tidak menyukai para pembuat kerusakan. 63 Selalu melihat keatas dalam bentuk perbuatan maupun amaliah kita, memang akan memberikan rasa keyamanan tersendiri bagi yang beribadah karna Allah, tapi dalam Islam jelas sekali bahwa Islam memberikan keseimbangan dalam melaksanakan setiap amal perbuaatan manusia, karna itu jangan pernah terlena akan kenikmatan akhirat, sedang kita masih berada pada ranah keduniawian. c. Q.S. At Tahrim [66] ayat 6                        Artinya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. 63 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 10, Tangerang: Lentera Hati, 2007, Cet. VIII, h. 405. 68 Ayat enam di atas menggambarkan bahwa dakwah dan pendidikan harus bermula dari rumah. Ayat di atas walau secara redaksional tertuju kepada kaum pria ayah, tetapi itu bukan berarti hanya tertuju kepada mereka. Ayat ini tertuju kepada perempuan dan lelaki ibu dan ayah sebagaimana ayat-ayat yang serupa misalnya ayat yang memerintahkan berpuasa yang juga tertuju kepada lelaki dan perempuan. Ini berarti kedua orang tua bertanggung jawab atas kelakuannya. Ayah atau ibu sendiri tidak cukup untuk menciptakan satu rumah tangga yang dilputi oleh nilai-nilai agama serta dinaungi oleh hubungan yang harmonis. 64 Dalam ayat di atas, jelas sekali bahwa lingkungan yang pertama kali memberikan sebuah pendidikan dalam ruang lingkup terkecil lingkugan sosial adalah keluarga. Ayah dan ibu menjadikan figur utama dalam proses pentransformasian pengetahuan bagi anaknya. Maka sesuai dengan ayat diatas, kedua sosok ini merupakan hal penting dalam merealisasikan keharmonisan dalam satu keluarga tersebut. Untuk itu perlu adanya kerjasama dari sang ayah dan sang ibu dalam memupuk nilai-nilai kebaikan bagi setiap anggota keluarga yang ada di dalamnya. d. Q.S. Ali Imran [3] ayat 190             Artinya :Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal. Kendati demikian, sebagaimana terbaca pada ayat 189, di sana ditegaskan kepemilikan Allah Swt atas alam raya, maka di sini Allah menguraikan sekelumit dari penciptaan-Nya itu serta memerintahkan agar memikirkannya, apalagi seperti dikemukakan 64 M. Quraish Shihab, Volume 14, op cit., h. 327. 69 pada awal uraian surah ini bahwa tujuan utama surah Al „Imran adalah membuktikan tentang Tauhid, keesaan dan kekuasaan Allah Swt. Hukum-hukum alam yang melahirkan kebiasaan-kebiasaan, pada hakikatnya ditetapkan dan diatur oleh Allah Yang Maha Hidup lagi Qoyyum Maha Menguasai dan Maha Mengelola Segala Sesuatu. Hakikat ini kembali ditegaskan pada ayat ini dan ayat mendatag, dan salah satu bukti kebenaran hal tersebut adalah mengundang manusia untuk berpikir, karena sesungguhnya dalam penciptaan, yakni kejadian benda-benda angkasa seperti matahari,bulan dan jutaan gugusan bintang-bintang yang terdapat di langit atau dalam pengaturan sistem kerja langit yang sangat teliti serta kejadian dan perputaran bumi dan porosnya, yang melahirkan silih bergantinya malam dan siang perbedaannya baik dalam masa, maupun dalam panjang dan pendeknya terdapat tanda-tanda kemahakuasaan Allah bagi ulul albab, yakni orang- orang yang memiliki akal murni. 65 Proses pembelajaran sebenarnya tidak hanya terfokus pada pendidikan formal saja, melainkan pembelajaran bisa diperoleh dari seluruh aspek yang memberikan informasi terhadap seseorang. Tidak dipungkiri bahwa proses pembelajaran bisa didapat dalam lingkungan sehari-hari kita, yakni dalam kejadian sehari-hari dalam kehidupan sehari-hari yang terjadi pada kehidupan bermasyarakat. Dari ayat di atas ditegaskan bahwa tanda-tanda dari setiap kejadian alam terdapat pengetahuan bagi orang yang berpikir. Kejadian alam dalam skala paling kecil yang bisa memberikan pengetahuan yaitu terjadi pada lingkungan sehari-hari kita berada yaitu masyarakat. Maka ditegaskan pula oleh pemerintah dalam Undang- undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioanal pada Bab XV tentang Peran Serta Masyarakat dalam 65 M. Quraish Shihab, TAFSIR AL MISBAH: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, Volume 2, Tangerang: Lentera Hati, 2007, Cet. VIII, h. 306-307. 70 Pendidikan Bagian Ketiga Pasal 56 ayat 1, yang berbunyi “Masyarakat berperan dalam peningkatan mutu pelayanan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan melalui dewan pendidikan dan komite sekolahmadrasah”. 66 Pada hakikatnya setiap agama memberikan pembelajaran terhadap kebaikan bagi setiap pemeluknya, hanya bagaimana mereka mengaplikasikan ajarannya tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Di sini Islam memberikan gambaran pembelajaran dari berbagai aspek dengan sumber rujukan utama yaitu Al- Qur‟an dan Al-Hadist, sebagai pedoman utama untuk mengaplikasikan bentuk ajarannya dalam kehidupannya sehari-hari. Adapun tujuan umum atau tujuan akhir pendidikan Islam yang ideal menurut Ahmad Tafsir yang dikutip dalam buku penelitian Pendidikan dalam Persepektif Sunah Nabi, jika tujuan pendidikan Islam adalah manusia sempurna, maka ciri-ciri manusia sempurna adalah jasmaninya sehat serta kuat, akalnya cerdas serta pandai dan hatinya takwa kepada Allah Swt. 67 Maka tujuan pendidikan Islam tidak hanya mencerdaskan jasmaniahnya saja, tetapi juga mencerdaskan rohani yang bertakwa kepada Allah Swt dengan bercermin kepada Nabi Muhammad sebagai panutan dalam setiap tindakannya untuk membentuk karakter rahmatan lilalamin. 66 Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI Tahun 2006, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan, h. 36. 67 Tim Peneliti Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan dalam Persepektif Sunah Nabi Suatu Kajian Hadis Tematik, 2001, h. 12, Tidak dipublikasikan. 71

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pada pembahasan di atas, maka bisa diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Pemikiran fakta sosial Emile Durkheim bagi individu terdiri dari faktor, yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal merupakan semua rangkaian stimulus dari berbagai macam kegiatan yang ada di luar individu yang diterima melalui panca indranya. Sedang faktor internal merupakan segala respontindakan individu yang dihasilkan dari berbagai informasi yang didapatkan oleh individu tersebut. Ketika kedua faktor ini terus beriringan dalam kurun waktu tertentu, maka dalam faktor eksternal akan memberikan daya paksa kepada individu atas segala tindakannya terhadap ketentuan yang sudah berlaku di lingkungannya dan faktor internal akan memberikan perasaan tidak enak bahkan takut untuk melanggar ketetentuan tersebut, seperti melaksanakan shalat lima waktu. 2. Pemikiran fakta sosial Emile Durkheim memiliki relevansi dengan pendidikan Islam Indonesia. Titik relevansinya bukan pada lembaga pendidikan Islam, tetapi lebih pada konsep pendidikan Islam. Minimal titik relevansi itu bisa dilihat dari 3 kategori, yaitu: pendidikan karakter Charackter Building, Pendidikan pendidikan menjadi orang tua yang baik Parenting, dan pendidikan suritauladan yang baik.

B. Saran

Setelah diselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis menyarankan beberapa hal terkait dengan materi yang telah penulis bahas yaitu: 1. Untuk lingkungan keluarga, agar lebih memahami tentang peran sertanya sebagai guru pertama dan panutan bagi putera-puteri mereka supaya mengarahkan dan menenamkan nilai-nilai kebaikan kepadanya. 2. Masyarakat Indonesia dapat lebih memperhatikan bagaimana cara berkomunikasi yang baik dalam kehidupan bertetangga untuk lebih memahami bagaimana memposisikan diri sebagai orang yang akan ditiru oleh para penerus anggota masyarakat selanjutnya. 3. Kepada tokoh masyarakat supaya lebih mensinergikan dalam mengarahkan elemen-elemen yang ada dalam masyarakatnya menuju tatanan masyarakat yang berwibawa dan berbudi pekerti. 4. Kepada para pendidik untuk selalu menanamkan dan menerapkan nilai-nilai moralitas disetiap aktifitas pembelajaran kepada para peserta didiknya. 5. Untuk para civitas akademika, penulis berharap agar dapat melanjutkan dan mengembangkan dalam penerapan pemikiran fakta sosial Emile Durkheim yang secara tidak sadar telah dilaksanakan menuju terciptanya kesadaran kolektif akan nilai-nilai islami. 6. Kepada pemegang dan para pejabat pemerintahan untuk saling bekerja sama dalam memfasislitasi segala sarana, prasarana dan informasi yang berkaitan dengan tujuan terciptaya masyarakat yang berbudi dan berkarakter yang mencerminkan bangsa Indonesia. 7. Bagi penulis, umumnya bagi teman-teman mahasiswa FITK agar lebih dapat mengetahui gagasan Emile Durkheim dalam memahami lingkungan sosial sebagai sarana yang tak kalah penting dalam proses pembelajaran dan bagaimana mentransformasikan pembelajaran yang baik bagi keselarasan sosial. 73 DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik . dan Van Der Leeden, A. C. Durkheim dan Pengantar Sosiologi Moralitas. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1986. Ade Nursiono, Joko. “Tindak Pidana di Indonesia Masih Tinggi ini Penyebabnya”, www.kompasiana.com, 19 Januari 2015. Afrianti , Desy dan Ruqoyah, Siti. “Anak Dipaksa Nyontek, Orangtua Datangi Foke”, www.vivanews.com, 08 Januari 2015. Alisuf Sabri, M. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press, Cet. I, 2005. Amin Nurddin, M. dan Abrori, Ahmad. Mengerti Sosiologi: Pengantar untuk Memahami Konsep-konsep Dasar. Ciputat Jakarta Selatan: UIN Jakarta Press, Cet. I. 2006. Ardlin, Fuad. Waktu Sosial Emile Durkheim. Jogjakarta: Kreasi Wacana, 2013. Arief, Armai. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Wahana Kardofa, 2010. -----. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat Press, Cet. I, 2002. Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Jakarta: Ogos Wacana Ilmu, 2002. bin Anas, Malik. Al Muwaththa’ Imam Malik, Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI, 2006. D. Marimba, Ahmad. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al- Ma‟arif, 1989. Dahlan, Muh. ” K.H. Ahmad Dahlan sebagai Tokoh Pembaharu” Jurnal Adabiyah Vol. XIV, No. 2, 2014. Daradjat, Zakiah, dkk. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara, Cet. III, 1996. Departemen Agama RI. al- Qur’an dan Terjemahannya. Bandung: PT. Sygma Examedia Arkanleema, 2009. Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: 2006. Dirdjosiswono, Soedjono. Sosiologi dan Filsafat. Jakarta: Erlangga, 1991.