i. Menyerahkan nomor rekening dana kampanye pemilu atas nama partai
politik kepada KPU. Secara hukum ada yang bertentangan antara Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2008 dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Yakni jika melihat pada pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 di situ disebutkan:
partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya dapat menjadi peserta pemilu pada pemilu berikutnya. Jika melihat rumusan itu, semua partai politik
yang menjadi peserta pemilihan umum tahun 2009, otomatis menjadi peserta pemilu tahun 2014. Tapi kehadiran pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2012 justru partai politik peserta pemilu pada pemilu sebelumnya, yakni pemilu tahun 2009 yang memenuhi ambang batas saja yang bisa langsung
ditetapkan sebagai peserta pemilu tahun 2014 tanpa syarat-syarat yang lain. Sedangkan partai politik yang sudah menjadi peserta pemilu tahun 2009 tapi tidak
memenuhi ambang batas, maka belum bisa ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum tahun 2014.
Ambang batas yang dimaksud pada pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tidak jelas secara hukum. Apakah yang dimaksud adalah ambang
batas pemilu, ambang batas masuk parlemen, atau ambang batas mengajukan calon presiden. Jika yang dimaksud adalah ambang batas pemilu electoral
threshold, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tidak mengatur tentang ambang batas pemilu. Hanya ada ambang batas masuk DPR yang diatur dalam
pasal 202.
51
BAB IV PERSYARATAN PARTAI POLITIK PESERTA PEMILU TAHUN 2014
PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO.52PUU-X2012
A. Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No.52PUU-X2012 Terhadap
Partai Politik
Partai politik yang telah mendapatkan status badan hukum dari Kementrian Hukum dan Ham, tidak langsung bisa mengikuti pemilihan umum tahun 2014.
Sebelum adanya judicial review pasal 8 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, ada perbedaan akibat hukum kehadiran pasal 8 tersebut terhadap
partai politik. Akibat hukum yang pertama: partai politik yang telah memenuhi ambang batas pada pemilu 2009, otomatis ditetapkan sebagai peserta pemilu tahun
2014, tanpa melalui persyaratan lain. Akibat hukum yang kedua, partai politik yang tidak memenuhi ambang batas, dan partai politik baru, bisa mengikuti
pemilihan umum setelah mengikuti persyaratan yang terdapat pada pasal 8 ayat 2 undang-undang pemilu legislatif. Partai politik menghendaki agar pasal 8 ayat 1
dan 2 dihapus oleh Mahkamah Konstitusi, karena sangat merugikan bagi partai yang tidak memenuhi ambang batas, dan bagi partai politik baru yang harus
memenuhi persyaratan pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Setelah melakukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi, akhihrnya
Mahkamah konstitusi membuat keputusan menghapus pasal 8 ayat 1, dan menghapus sebagian pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
sepanjang frasa: yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada pemilu sebelumnya atau partai politik baru. Semua partai politik baik partai lama, partai
baru, partai politik yang memenuhi ambang batas pada pemilu 2009, atau partai politik yang tidak memenuhi ambang batas pada pemilu 2009, harus mengikuti
persyaratan yang ada di point-point pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 agar bisa mengikuti pemilu tahun 2014. Putusan Mahkamah
Konstitusi ini bersifat final, dan mengikat. Mau tidak mau, partai politik baru harus memenuhi persyaratan yang tertuang
pada undang-undang pemilu legislatif meski merasa berat untuk memenuhi persyaratan tersebut. Alasan yang pertama: setiap partai politik sudah memenuhi
persyaratan hingga di tetapkan sebagai badan hukum oleh Kementrian hukum dan Ham. Dari hasil terakhir putusan KPU yang menyatakan hanya 12 partai politik
yang dapat mengikuti pemilu tahun 2014, tentu selain 12 partai politik tersebut, tidak dapat menjadi peserta pemilu 2014. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012
juga tidak memberi kesempatan bagi partai politik yang tidak memenuhi persyaratan peserta pemilu, agar diberi pilihan lain untuk dapat mengikuti
pemilihan umum tahun 2014. Pada pemilu tahun 2009, partai politik yang tidak memenuhi persyaratan
peserta pemilihan umum, masih diberi kesempatan oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, pada ketentuan peralihan pasal 315yang menyatakan bahwa;
Partai politik peserta pemilu tahun 2004, yang memperoleh sekurang- kurangnya 3 tiga perseratus jumlah kursi DPR atau memperoleh sekurang-
kurangnya 4 empat perseratus jumlah kursi DPRD provinsi yang tersebar sekurang-kurangnya di 12 setengah jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau
memperoleh sekurang-kurangnya 4 empat perseratus jumlah kursi DPRD kabupatenkota yang tersebar sekurang-kurangnya di ½ setengah jumlah
kabupatenkota seluruh Indonesia, ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu setelah pemilu tahun 2004
Pada pasal 316 memuat ketentuan bagi partai politik yang tidak memenuhi persyaratan pasal 315, dapat menjadi peserta pemilu apabila;
a. Bergabung dengan partai politik peserta pemilu yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 315; atau b.
Bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 315 dan selanjutnya menggunakan
nama dan tanda gambar salah satu partai politik yang bergabung, sehingga memenuhi perolehan minimal jumlah kursi; atau
c. Bergabung dengan partai politik yang tidak memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 315 dengan membentuk partai politik baru dengan nama dan tanda gambar baru sehingga memenuhi perolehan
jumlah kursi; atau d.
Memiliki kursi di DPR RI hasil pemilu 2004; atau e.
Memenuhi persyaratan verifikasi oleh KPU untuk menjadi partai politik peserta pemilu sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini.
Hal ini berbeda sekali dengan pemilu tahun 2014, yang sama sekali tidak memberi ruang kepada partai politik ketika tidak memenuhi persyaratan menjadi
peserta pemilu 2014, sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengikuti pemilu tahun 2014 apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pasal 8
ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 baik sebelum maupun setelah adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi. Ini tentu menghalangi hak
konstitusional partai politik yang ingin ikut dalam pemilu tahun 2014, terutama pasal 28 C ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan : setiap orang berhak untuk
memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Kedaulataran rakyat memang
harus di batasi oleh hukum, tapi pembatasan itu bukan berarti bersifat diskriminatif, sebagian lain boleh mengikuti pemilu, sebagian yang lain tidak bisa
mengikuti pemilu. Karena sejatinya hukum yang membatasi kedaulatan rakyat itu dibuat oleh rakyat sendiri, maka dari itu hukum harus merupakan penjelmaan
kehendak seluruh rakyat, bukan sebagian rakyat.
55
Selain itu negara adalah suatu kumpulan berbagai golongan-golongan yang bersepakat untuk hidup bersama, dan
kemudian untuk tujuan kolektif
56
, bukan kepentingan sebagian golongan. Hukum adalah produk politik. Sebagai produk politik, bisa saja undang-
undang berisi hal-hal yang bertentangan dengan UUD atau konstitusi, bahkan
55
Soehino, Ilmu Negara, cet, ke-7, Yogyakarta: Liberty,2005, , h.161.
56
Kranenburg dan Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1980, cet, ke-6, h. 48.