Akibat Hukum Putusan Mahkamah Konstitusi No.52PUU-X2012 Terhadap

Hal ini berbeda sekali dengan pemilu tahun 2014, yang sama sekali tidak memberi ruang kepada partai politik ketika tidak memenuhi persyaratan menjadi peserta pemilu 2014, sama sekali tidak ada kesempatan untuk mengikuti pemilu tahun 2014 apabila tidak memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam pasal 8 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 baik sebelum maupun setelah adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi. Ini tentu menghalangi hak konstitusional partai politik yang ingin ikut dalam pemilu tahun 2014, terutama pasal 28 C ayat 2 UUD 1945 yang menyatakan : setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa dan negaranya. Kedaulataran rakyat memang harus di batasi oleh hukum, tapi pembatasan itu bukan berarti bersifat diskriminatif, sebagian lain boleh mengikuti pemilu, sebagian yang lain tidak bisa mengikuti pemilu. Karena sejatinya hukum yang membatasi kedaulatan rakyat itu dibuat oleh rakyat sendiri, maka dari itu hukum harus merupakan penjelmaan kehendak seluruh rakyat, bukan sebagian rakyat. 55 Selain itu negara adalah suatu kumpulan berbagai golongan-golongan yang bersepakat untuk hidup bersama, dan kemudian untuk tujuan kolektif 56 , bukan kepentingan sebagian golongan. Hukum adalah produk politik. Sebagai produk politik, bisa saja undang- undang berisi hal-hal yang bertentangan dengan UUD atau konstitusi, bahkan 55 Soehino, Ilmu Negara, cet, ke-7, Yogyakarta: Liberty,2005, , h.161. 56 Kranenburg dan Sabaroedin, Ilmu Negara Umum, Jakarta: Pradnya Paramitha, 1980, cet, ke-6, h. 48. tidak jarang bertentangan dengan budaya masyarakat. Minimal dua hal yang dapat menyebabkan sebuah undang-undang memuat hal-hal yang bertentangan dengan UUD 1945 atau konstitusi. Pertama, Pemerintah dan DPR sebagai lembaga legislatif yang membuat undang-undang, adalah lembaga politik yang sangat mungkin membuat undang-undang atas dasar kepentingan politik mereka sendiri atau kelompok yang dominan di dalamnya. Kedua, pemerintah dan DPR, sebagai lembaga politik, dalam aktanya lebih banyak berisi orang-orang yang bukan ahli hukum atau kurang biasa berfikir menurut logika hukum. mereka direkrut atas dasar ketokohannya dan berhasil meraih dukungan politik tanpa pertimbangan keahlian di bidang hukum. 57 Kehadiran Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 yang menyebabkan terlanggarnya hak konstitusional partai politik yang ingin mengikuti pemilihan umum tahun 2014. Ini menunjukan kehadiran undang-undang pemilu legislatif tidak tercipta dari orang yang ahli di bidang hukum. dan program legislasi nasional yang lahir dari kebutuhan masyarakat tidak berjalan maksimal. Dari sudut pandang ilmu hukum, hal ini bertentangan dengan teori jenjang norma hukum stufentheori dari hans kelsen yang menyatakan bahwa norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis, dalam arti, suatu norma yang lebih rendah 57 Moh Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Jakarta: Rajawali Pers, 2010, h.127-128. berlaku, bersumber, dan berdasar pada norma yang lebih tinggi. 58 Dalam hal ini setiap perundang-undangan mulai dari undang-undang hingga peraturan daerah tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945. Banyaknya fakta lahirnya undang- undang yang bertentangan dengan UUD 1945 menunjukan bahwa undang-undang tersebut tidak bersumber serta tidak di jiwai oleh UUD 1945. Memang tidak mudah untuk melahirkan undang-undang khususnya di bidang politik yang cukup ideal mengaspirasi golongan-golongan di dalam masyarakat. Akan tetapi, setidaknya pemerintah bersama DPR harus dapat meminimalisir undang-undang baru yang kemudian justru kehadirannya menimbulkan masalah, atau bahkan menghalangi hak konstitusional warga negara Indonesia. karena jumlah undang-undang yang kemudian dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi jumlahnya cukup banyak, tak terkecuali undang-undang tentang pemilu legislatif.

A. Analisis Persyaratan Partai Politik Peserta Pemilu Tahun 2014 Pasca

Putusan Mahkamah Konstitusi No.52PUU-X2012 Pada tanggal 26 juni tahun 2012, sejumlah 17 partai politik mengajukan permohonan judicial review Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan perwakilan Rakyat Daerah kepada Mahkamah Konstitusi. Partai politik tersebut diantaranya : Partai Bulan Bintang PBB, Partai Keadilan dan 58 Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan Jenis, Fungsi, dan Materi Muatan, Yogyakarta: Kanisius, 2007, h. 41. Persatuan Indonesia PKPI, Partai Karya Peduli Bangsa PKPB, Partai Demokrasi Kebangsaan PDK, Partai Republika Nusantara PRN, dan 12 partai lain yang kemudian disebut sebagai pemohon. 59 Para pemohon merasa hak konstitusionalnya sebagai partai politik dilanggar dengan adanya ketentuan pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Pasal 8 ayat 1 tersebut berbunyi : Partai politik peserta pemilu pada pemilu terakhir yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional ditetapkan sebagai partai politik peserta pemilu pada pemilu berikutnya. Selanjutnya di sebutkan dalam pasal 8 ayat 2 : partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada pemilu sebelumnya atau partai politik baru dapat menjadi peserta pemilu setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut: a Berstatus badan hukum sesuai dengan undang-undang tentang partai politik; b Memiliki kepengurusan di seluruh provinsi; c Memiliki kepengurusan di 75 tujuh puluh lima persen jumlah kabupatenkota di provinsi yang bersangkutan; d Memiliki kepengurusan di 50 lima puluh persen jumlah kecamatan di kabupatenkota yang bersangkutan; e Menyertakan sekurang-kurangnya 30 tiga puluh persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan partai politik tingkat pusat; f Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 seribu orang atau 11000 satu perseribu dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik sebagaimana dimaksud pada huruf c yang dibuktikan dengan kepemilikan kartu tanda anggota; g Memiliki kantor tetap untuk kepengurusan pada tingkat pusat, provinsi, dan kabupatenkota sampai tahapan terakhir pemilu; h Mengajukan nama, lambang, tanda gambar partai politik kepada KPU; 59 Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Putusan Nomor 52PUU-X2012. i Menyerahkan nomor rekening dana kampanye pemilu atas nama partai politik kepada KPU. Ketentuan pasal 8 ayat 1 sepanjang frase “yang memenuhi ambang batas perolehan suara dari jumlah suara sah secara nasional dan ayat 2 sepanjang frase; partai politik yang tidak memenuhi ambang batas perolehan suara pada pemilu sebelumnya merugikan hak konstitusional pemohon. Secara substansi, pengaturan tentang syarat partai politik peserta pemilu melanggar pasal 28 C UUD 1945: setiap orang berhak mengajukan dirinya dalam memperjuangkan hak nya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. Syarat partai politik yang ditentukan dalam pasal 8 ayat 2 tentu terasa mudah bagi partai politik yang sudah lama berdiri, seperti partai golkar, partai persatuan pembangunan, partai demokrasi Indonesia perjuangan. Lain halnya dengan partai yang baru berdiri sejak reformasi, seperti partai karya peduli bangsa, partai republika nusantara, partai demokrasi kebangsaan merasa kesulitan untuk memenuhi persyaratan tersebut. Dari sudut pandang hukum, jika diperhatikan, ada kesamaan antara persyaratan pendirian partai politik sebagai badan hukum, dan persyaratan mengikuti pemilihan umum, yakni syarat keterwakilan perempuan 30 tiga puluh persen, dan memiliki kepengurusan 75 tujuh puluh lima persen kepengurusan dari jumlah kabupatenkota di provinsi yang bersangkutan. 60 60 Perhatikan bunyi pasal 3 ayat 2 huruf c, pasal 2 ayat 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 dan pasal 8 ayat 2 huruf c, dan e Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Kinerja lembaga perwakilan rakyat dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat DPR patut dipertanyakan kinerja proses legislasinya. Mengaapa syarat pendirian partai politik dan syarat mengikuti pemilu bisa sama secara substansial. Apakah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 telah sesuai secara formal dan secara substansial. Secara formal, setiap proses pembentukan peraturan- perundang-undangan harus mengacu kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Sedangkan secara substansial, hukum harus berangkat dari nilai-nilai yang hidup di masyarakat serta melibatkan masyarakat dalam pembahasan dan pemberi masukan. 61 Dalam konteks filsafat hukum, proses pembentukan hukum yang melibatkan masyarakat masuk ke dalam mazhab sociological jurisprudence Pandangan tentang hukum dan masyarakat juga muncul dari mazhab sociological jurisprudence dengan tokohnya Eugen Erlich dan Roscoe Pound. Erlich melihat ada perbedaan antara hukum positif dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat living law. Menurutnya, hukum positif baru akan memiliki daya berlaku yang efektif apabila berisikan, atau selaras dengan dengan hukum yang hidup di dalam masyarakat tadi. Mazhab ini sangat menghargai pentingnya peranan masyarakat dalam pembentukan hukum. 62 Erlich ingin membuktikan kebenaran teorinya, bahwa titik pusat perkembangan hukum tidak terletak pada 61 Jurnal Pemilu dan Demokrasi, Transparansi, Partisipasi, dan Demokrasi. Jakarta: Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi, 2013, edisi februari, h.132. 62 Bernald L Tanya, dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Yogyakarta: Genta Publishing, 2010, h. 141.