Bukti P-3i Saran-Saran

57 Para perumus pasal a quo tidak menyatakan norma tersebut sebagai dasar konstitusional pembentukan fraksi di DPR. Fraksi yang tidak lain adalah alat partai politik di DPR, justru diberi nilai hukum sebagai subjek hukum tata negara. ƒ Pembentuk Undang-Undang menilai fraksi menentukan apa yang mesti dibuat atau tidak bisa dibuat oleh anggota DPR. Fraksi berubah sifat menjadi seolah- olah DPR itu sendiri. Semakin banyak fraksi, semakin tidak efektif penyelenggaraan pemerintahan. Berdasarkan hal tersebut, agar hubungan fungsional Presiden dengan DPR tidak rumit, maka jumlah partai harus dikurangi, dengan cara mengubah pranata ambang batas perolehan suara sah secara nasional menjadi 3,5. ƒ Secara konstitusional, relasi Presiden dengan DPR adalah relasi legal yang bersifat imperatif dengan pijakan norma konstitusi, sementara relasi politik adalah relasi tawar-menawar. Dengan demikian, apakah masuk akal kerumitan relasi tersebut dibebankan kepada pemilih dengan cara menghanguskan suara pemilih. ƒ Perdebatan pembentuk UUD 1945 di PPKI, serta perdebatan MPR tahun 1999- 2002 tidak sekalipun menyatakan kehendak menjadikan fraksi sebagai entitas konstitusi. ƒ DPR, karena jangkauan fungsinya tidak mungkin dijadikan pijakan membangun nalar konstitusionalisme untuk menyamakan dengan DPRD provinsi maupun kabupatenkota. Proses seleksi yang serentak semata-mata merupakan konsekuensi. ƒ Daerah dibentuk oleh pembentuk Undang-Undang dengan tujuan mengefektifkan manajemen penyelenggaraan pemerintahaan. ƒ Dalam negara kesatuan tidak dikenal urusan pemerintahan yang saling berhimpit antara pemerintah pusat dan daerah. Pranata dekonsentrasi dan medebewind, misalnya, memastikan bahwa daerah bukan entitas konstitusi yang lahir mendahului pusat. ƒ Daya ikat hukum yang dibuat oleh DPRD berbeda dengan DPR, begitu juga dengan sumber kewenangannya. ƒ Dengan demikian, menyamakan angka ambang batas 3,5 secara nasional tidak memiliki pijakan konstitusional. 58 ƒ Hak pemilih tidak boleh dihanguskan dengan alasan pengurangan partai politik atau pengefektifan hubungan antara presiden dan DPR, atau antara kepala daerah dengan DPRD. ƒ Kursi orang pertama yang diperoleh secara sah tidak dapat dialihkan kepada orang kedua yang tidak berhak dengan dalih partai orang pertama tidak mencapai ambang batas perolehan sah secara nasional. Ahli Saldi Isra: ƒ Pemberlakuan ambang batas parlemen secara nasional menabrak prinsip otonomi daerah. ƒ Keragaman daerah akan terbungkam oleh mekanisme ambang batas parlemen secara nasional. Jika partai politik lokal tidak terpilih di DPRD, maka keragaman di daerah tidak akan terwakili. Sehingga yang duduk di DPRD bukan wakil pilihan rakyat. ƒ Penerapan ambang batas parlemen secara nasional tidak sesuai dengan tujuan pemilihan umum. Oemilu adalah mekanisme pemindahan konflik dari masyarakat ek parlemen. Keadaan ini mengakibatkan pemindahan konflik tidak terjadi karena masyarakat lokal yang memilih partai politik lokal, ternyata partai politik lokal tersebut tidak dapat masuk parlemen. ƒ Pemilihan DPRD tidak linier dengan pemilihan anggota DPR, karena pemilih bisa memilih partai A untuk DPRD tetapi memilih partai lain untuk DPR. ƒ Penerapan ambang batas secara nasional berpotensi mendelegitimasi keberadaan DPRD. Saksi M.L. Denny Tewu ƒ Lahirnya parpol baru telah memberikan kesempatan lebih luas kepada rakyat Indonesia untuk berpartisipasi dalam Pemilu. ƒ Pada Pemilu 2009 ditentukan parliamentary threshold 2,5 dari hasil suara sah nasional. ƒ Pada Pemilu 2009, saksi sebagai calon anggota DPR RI dari Dapil Sulawesi Utara memperoleh suara 78.804 suara 5,25 dan menempati peringkat keempat. Saksi seharusnya menduduki kursi DPR RI karena kursi yan diperebutkan di Dapil Sulawesi Utara adalah sejumlah enam kursi. Namun