Pencatatan Perkawinan TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DI BAWAH

32 4. Pasal 2 ayat 1 dari RUU ini disetujui untuk dirumuskan sebagai berikut : a. Ayat 1, perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan keprcayaan itu. b. Ayat 2, tiap-tiap perkawinan wajib dicatat menurut peraturan perundang- undangan yang berlaku. 5. Mengenai perceraian dan poligami diusahakan ketentuan-ketentuan guna mencegah terjadinya kesewenang-wenangan. 30 Akhirnya pasal-pasal yang menimbulkan keberatan dikalangan Islam dihapuskan. Setelah melakukan rapat yang berulang-ulang, akhirnya pada tanggal 22 Desember 1973 melalui Fraksi-fraksi DPR, RUU tersebut disetujui untuk disahkan. Pada tanggal 2 Januari 1974 RUU tentang perkawinan menjadi UU No.1 Tahun 1974 tentang Undang-Undang perkawinan oleh DPR yang selanjutnya belaku efektif sejak tanggal 1 Oktober 1975.

C. Pencatatan Perkawinan

Pasal 2 ayat 2 UU No.1 Tahun 1974 menyatakan bahwa tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta dalam bab 2 pasal 2 sd 9 PP Nomor 9 Tahun 1975 juga menjelaskan tentang pencatatan perkawinan. Pasal 2 PP No.9 Tahun 1975 sebagai berikut: 30 http:el-ghozali-hasan.blogspot.com201104sejarah-terbentuknya-undang-undang.html, diakses pada hari kamis, 15 September 2011 33 1. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk. 2. Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinannya menurut agamanya dan kepercayaannya itu selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat perkawinan pada Kantor Catatan Sipil sebagaimana dimaksud dalam berbagai perundang-undangan mengenai pencatatan perkawinan. 3. Dengan tidak mengurangi ketentuan-ketentuan yang khusus berlaku bagi tata cara pencatatan perkawinan dilakukan sebagaimana ditentukan dalam pasal 3 sampai pasal 9 peraturan pemerintahan ini. Dalam pasal-pasal diatas, disebutkan bahwa pencatatan perkawinan bagi mereka yang melangsungkan perkawinan menurut Agama Islam dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah kantor urusan agama kecamatan. Sedangkan pencatat perkawinan dari mereka yang melangsungkan perkawinan dilakukan oleh pegawai pencatat di kantor catatan sipil. 31 Undang-Undang No.I Tahun 1974 bukan pertama yang mengatur tentang pencatatan perkawinan bagi muslim Indonesia, sebelumnya sudah ada Undang- Undang No.22 Tahun 1946 yang mengatur tentang pencatatan nikah, talak, dan 31 Suparman Usman, Perkawinan Antar Agama dan Problematika Hukum Perkawinan di Indonesia, Cet.1, Serang: Saudara Serang, 1995, h.30. 34 rujuk semula Undang-Undang ini hanya berlaku untuk daerah jawa dan Madura tetapi dengan lahirnya Undang-Undang No.32 Tahun 1954 yang disahkan tanggal 26 oktober 1954. Undang- Undang No.22 Tahun 1946 berlaku di seluruh Indonesia. Bahkan konon sebelum Undang-Undang No.22 Tahun 1946 sudah ada peraturan yang mengatur hal yang sama. Tentang pencatatan perkawinan dalam Undang-Undang No.22 Tahun 1946 disebutkan: 1. Perkawinan diawasi oleh pegawai pencatat nikah 2. Bagi pasangan yang melakukan perkawinan tanpa pengawasan dari pegawai pencatat nikah dikenakan hukuman karena merupakan suatu pelanggaran, lebih tegas tentang pencatatan dan tujuan pencatatan perkawinan di temukan pada penjelasannya bahwa dicatatkannya perkawinan agar dapat mendapat kepastian hukum dan ketertiban. 32 Dalam kompilasi hukum Islam di Indonesia disebutkan, bahwa tujuan pencatatan perkawinan yang dilakukan di hadapan pengawasan pegawai pencatat nikah adalah untuk terjaminnya ketertiban perkawinan. Sedangkan perkawinan yang dilakukan di luar pegawai pencatat nikah tidak mempunyain ketentuan hukum. Karena ketentuan hukum perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat oleh pegawai pencatat nikah. 33 32 Khoiruddin Nasution, Status Wanita di Asia Tenggara, Studi Terhadap Perundang- undangan Perkawinan Muslim Kontemporer di Indonesia dan Malaysia,Cet.1, Jakarta: INIS, 2002, h.146. 33 Ibid, h.149. 35

D. Konsekuensi Hukum

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Tumbuhan Bawah di Arboretum USU

5 73 61

Eksplorasi Jamur Perombak Serasah di Bawah Tegakan Pinus (Pinus merkusii Jungh et de vriese) dan Rasamala (Altingia excelsa Noronha)

1 80 38

Pelimpahan Hak Asuh Anak Di Bawah Umur Kepada Bapak Akibat Perceraian (Analisis Putusan Pengadilan Negeri Nomor:411/Pdt.G/2012/PN.Mdn)

15 223 118

Kekuatan Pembuktian Akta Di Bawah Tangan Dikaitkan Dengan Kewenangan Notaris Dalam Legalisasi Dan Waarmerking Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris

0 46 80

Perhitungan Kuat Medan Listrik Di Bawah Saluran Transmisi Studi Kasus : Perencanaan Transmisi 275 kV Galang-Binjai

8 119 87

Analisis Hukum Klausul Perjanjian Kredit Bank Di Bawah Tangan Dalam Hubungannya Dengan Penyelesaian Utang Debitur Yang Wanprestasi Pada Bank Perkreditan Rakyat Yekti Insan Sembada Boyoyali Kabupaten Boyolali Jawa Tengah

1 57 59

Kedudukan Anak Di Bawah Umur Atas Harta Peninggalan Orangtuanya Pada Masyarakat Minangkabau...

0 15 5

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

0 3 14

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERKAWINAN ANAK DI BAWAH UMUR DAN AKIBAT HUKUMNYA Tinjauan Yuridis Tentang Perkawinan Anak Di Bawah Umur Dan Akibat Hukumnya (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sukoharjo).

0 10 21

Kedudukan Anak Hasil Perkawinan Di Bawah Tangan Menurut Hukum Islam Dan Hukum Positif Di Indonesia

0 0 12