Semiotik Model Roland Barthes

Denotasi didapat dari pengamatan langsung dari tanda-tanda yang ada yang menghasilkan makna nyata, makna yang sebenarnya hadir. Dalam hal ini, digambarkan bahwa denotasi lebih menitik beratkan pada ketertutupan makna. 34 Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Konotasi merupakan penciptaan makna lapis kedua yang terbentuk ketika lambang denotasi dikaitkan dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai- nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. Karena pada dasarnya penanda konotasi dibangun dari tanda-tanda dari sistem denotasi. 35 Arthur Asa Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan denotasi sebagai berikut: Tabel 4: Perbandingan antara Konotatif dan Denotatif 36 KONOTASI DENOTASI Pemakaian figur Literatur Petanda Penanda Kesimpulan Jelas Memberi kesan tentang makna Menjabarkan Dunia Mitos Dunia keberadaaneksistensi Menurut Barthes, citra pesan ikonikiconic message yang dapat kita lihat, baik berupa adeganscene, lanskep, atau realitas harfiah yang terekam dapat dibedakan lagi dalam dua tataran, yaitu: 37 34 Fiske, Cultural and communication Studies, h. 122. 35 Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 71. 36 Berger, Tehnik-tehnik Analisis Media, h. 55. 37 Yuwono dan Christomy, Semiotika Budaya Depok: Universitas Indonesia, 2004, h. 77-78. a. Pesan harfiahpesan ikonik tak berkode non-coded iconic message, sebagai sebuah analogon yang berada pada tataran denotasi citra yang berfungsi menaturalkan pesan simbolik. b. Pesan simbolikpesan ikonik berkode coded iconic message, sebagai analogon yang berada pada tataran konotasi yang keberadaannya didasarkan atas kode budaya tertentu atau familiaritas terhadap stereotip tertentu. Pada tataran ini, Barthes mengemukakan enam prosedur konotasi citra –khususnya menyangkut fotografi untuk membangkitkan konotasi dalam proses produksi foto menurut Roland Barthes. Prosedur- prosedur tersebut terbagi dalam dua bagian besar, yaitu konotasi yang diproduksi melalui modifikasi atau intervensi langsung terhadap realita itu sendiri Trick Effect, Pose, dan Object dan konotasi yang diproduksi melalui wilayah estetis foto Photogenia, Aestheticism dan Syntax, yaitu: 38  Trick Effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita.  Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam mengambil foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan memilih objek yang sedang diambil.  Objek, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest POI pada sebuah gambarfoto. 38 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 173.  Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar. Misalnya: lighting pencahayaan, exposure ketajaman foto, bluring keburaman, panning efek kecepatan, moving efek gerak, freeze efek beku, angle sudut pandang pengambilan objek dan sebagainya. 39 Tabel 5: Pemaknaan Photogenia dalam menganalisis foto 40 TANDA MAKNA KONOTASI Photogenia Teknis Fotografi Pemilihan lensa Normal Normalitas keseharian Lebar Dramatis Tele Tidak personal, voyeuritis Shot size Close up Intimate, dekat Medium up Hubungan personal dengan subjek Full shot Hubungan tidak personal Long shot Menghubungkan subjek dengan konteks, tidak personal Sudut pandang High angle Membuat subjek tampak tidak berdaya, didominasi, dikuasai, kurang otoritas Eye level Khalayak tampil sejajar dengan subjek, memberi kesan sejajar, kesamaan, sederajat. Low angle Menambah kesan subjek berkuasa, mendominasi, dan memperlihatkan otoritas Pencahayaan High Key Kebahagiaan, cerah Low key Suram, muram Datar Keseharian, realistis Penempatan subjekobjek pada bidang foto Atas Memberi kesan subjek berkuasa Tengah Subjek penting Bawah Subjek tidak penting Pinggir Subjek tidak penting 39 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 174. 40 M. Budyatna, Jurnalistik, Teori dan Praktik Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006, h. 43.  Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi.  Syntax, yaitu rangkaian cerita dari isi fotogambar yang biasanya berada pada caption keterangan foto dalam foto berita dan dapat membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Fungsi caption ialah:  Fungsi Penambat Pembatasa anchorage agar pokok pikiran dari pesan dapat dibatasi sesuai dengan maksud penyampaiannya  Fungsi PemancarPercepatan relay agar langsung dipahami maksud dari pesan yang disampaikan. 41 John Fiske menjelaskan masalah denotasi dan konotasi dengan menggunakan contoh fotografi. Menurut Fiske, denotasi ialah apa yang difoto yang memunculkan pertanyaan „ini foto apa‟, sedangkan konotasi adalah bagaimana ini bisa difoto? Atau menitikberatkan pe rtanyaan „mengapa fotonya ditamp ilkan dengan cara seperti itu?.‟ 42 Atau dengan kata lain, denotasi adalah apa yang digambarkan tanda terhadap objek; sedangkan konotasi adalah bagaimana menggambarkannya. Mitos menurut Roland Barthes, mitos bukanlah seperti apa yang kita pahami selama ini. Mitos bukanlah sesuatu yang tidak masuk akal, transenden, ahistoris, dan irasional. Anggapan seperti itu, mulai sekarang hendaknya kita kubur. Tetapi mitos menurut Roland Barthes adalah sebuah ilmu tentang tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of specch tipe wicara atau gaya bicara seseorang. 43 Mitos digunakan untuk mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Orang mungkin tidak sadar ketika 41 Sobur, Analisis Teks Media, h. 128. 42 Fiske, Cultural and Communication Studies, h. 48. 43 Sobur, Analisis Teks Media, h. 127. segala kebiasaan dan tindakannya ternyata dapat dibaca orang lain. Dengan menggunakan analisis mitos, kita dapat mengetahui makna-makna yang tersimpan dalam sebuah bahasa atau benda gambar. Roland Barthes pernah mengatakan “Apa yang tidak kita katakan dengan lisan, sebenarnya tubuh kita sudah mengatakannya ”. Pernyataan itu mengindikasikan signifikansi bahasa simbolik manusia. Dalam kehidupan ini, manusia selain dibekali kemampuan berbahasa juga dibekali kemampuan interpretasi terhadap bahasa itu sendiri. Bahasa, dalam hal ini, tidak hanya terfokus pada bahasa verbal atau bahasa nonverbal manusia, tetapi juga pada bahasa-bahasa simbolik suatu benda seperti gambar atau gerakan-gerakan tertentu. 44 Menurut Barthes, mitos memiliki empat ciri, yaitu: 45 1. Distorsif. Hubungan antara form dan concept bersifat distorsif dan deformatif. Concept mendistorsi form sehingga makna pada sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan makna yang menunjuk pada fakta yang sebenarnya. 2. Intensional. Mitos tidak ada begitu saja. Mitos sengaja diciptakan, dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu. 3. Statement of fact. Mitos menaturalisasikan pesan sehingga kita menerimanya sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan lagi. Sesuatu yang terletak secara alami dalam nalar awam. 4. Motivasional. Menurut Barthes, bentuk mitos mengandung motivasi. Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap berbagai 44 Sobur, Analisis Teks Media, h. 128. 45 “Bedah Buku Belajar Membelah Mitos Mitologi karya Roland Barthes,” Media Indonesia, Minggu, 25 Maret 2007, h. 4. kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik tingkat pertamanya. Dalam penelitian ini, penulis merumuskan bagaimana pembacaan nilai budaya dalam foto jurnalistik yang terdapat dalam foto headline koran Kompas edisi 10 Juli 2013 sampai 7 Agustus 2013. Selanjutnya, untuk menjelaskan hal tersebut, penulis menggunakan enam prosedur konotasi citra yang dikemukakan Barthes, yakni meliputi trick effects, pose, objects objek, photogenia fotogenia, aestheticism estetisme, dan syntax sintaksis.

D. Konsep Nilai Budaya

1. Nilai

Nilai value berasal dari bahasa latin “valere” yang berarti berguna, berdaya, dan berlaku. Dalam hal ini mengandung beberapa pengertian, bahwa nilai merupakan kualitas dari sesuatu yang disukai, diinginkan, dimanfaatkan, berguna, atau dapat menjadi objek kepentingan. 46 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai berarti sifat-sifat hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Misalnya dalam konteks keagamaan, ini merupakan konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok di kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga menjadi pedoman tingkah laku keagamaan warga masyarakat bersangkutan. 47 Seperti yang dikutip Andreas A. Danandjaja berpendapat bahwa nilai adalah pengertian-pengertian conception yang dihayati seseorang mengenai 46 Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan Jakarta: Golo Riwu, 2000, h. 721. 47 Lorens Bagus, Kamus Filsafat Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1996, h. 713. apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. 48 Masih dalam buku yang sama, J. M Soebijanta menyatakan bahwa nilai hanya dapat dipahami jika dikaitkan dengan sikap dan tingkah laku dalam sebuah model metodologis: Gambar 5: Model Metodologis Nilai Nilai Sikap Tingkah Laku Sebuah nilai dapat dikategorikan sebagai: 49 a. Nilai Subjektif Sesuatu yang oleh seseorang dianggap dapat memenuhi kebutuhannya pada suatu waktu dan oleh karena itu seseorang tadi berkepentingan atasnya sesuatu itu, disebut bernilai atau mengandung nilai bagi orang yang bersangkutan. Oleh karena itu ia dicari, diburu, dan dikejar dengan menggunakan berbagai cara dan alat. Dalam hal ini nilai dianggap subjektif dan ekstrinsik. Nilai ekstrinsik sesuatu atau suatu barang berbeda menurut seseorang dibanding orang lain. b. Nilai Objektif Nilai yang didasarkan pada standar dan kriteria tertentu, yang objektif, yang disepakati bersama atau ditetapkan oleh lembaga berwenang. Dalam hal ini nilai dianggap intrinsik. Dari beberapa definisi nilai yang telah disebutkan di atas, maka peneliti dapat menarik kesimpulan bahwa nilai adalah kualitas dari sesuatu yang 48 Taliziduhu Ndraha, Budaya Organisasi Jakarta: PT Rineka Cipta, 1997, h. 18. 49 Bagus, Kamus Filsafat, h. 716. membuat sesuatu itu dihargai dan nilai tinggi sebagai suatu kebaikan dan dapat dijadikan pedoman oleh seseorang dalam bersikap dan bertingkah laku. 50

2. Budaya

Kata kebudayaan berasal dari kata Sansekerta buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. 51 M enurut Tylor, “culture is the complex whole which includes knowledge, belief, art, morals, law, custom, and any other capabilities acquired by man as a member of society.” 52 Sedangkan menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seni agama, kelembagaan, dan samua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia. 53 Menurut Elvio, “Culture is a set of learned adaptive techniques.” 54 Jika bicara masalah budaya, bukan hal yang secara singkat dapat dipahami, ini menyangkut masalah bagaimana budaya berangsur-angsur secara pasti terbentuk melalui proses interaksi manusia dengan alam atau manusia dengan manusia itu sendiri. 50 Bagus, Kamus Filsafat, h. 713. 51 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, h. 181. 52 Fri Suhara, Ilmu Budaya Dasar, Pokok-pokok Perkuliahan Untuk Mahasiswa Bogor: Maharani Press, 1998, h. 72. 53 Yan Mujianto, dkk., Pengantar Ilmu Budaya Yogyakarta: Pelangi Publishing, 2010, h. 1. 54 Elvio Angeloni dan Clyde Kluckhohn, Classic Edition Sources Antropology Pasadena: Mc Graw Hill, 2008, h. 4. Selanjutnya, Elvio juga memiliki persepsi tentang budaya itu sendiri, “Culture is a way of thinking, feeling, believing. It is the group’s knowledge stored up in memories of men; in books and aobjects for future use .” 55 Bagaimana cara seseorang berfikir, merasakan dan memercayai sangatlah berbeda dari manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Ini terbentuk karena adanya ideologi yang dilahirkan dari karakteristik budaya yang ia anut. Budaya juga bisa dikatakan sebagai sistem pengetahuan, nilai, adar istiadat, tatakrama dan ritual keagamaan yang menjadi identitas masing- masing individu. Judy C. Pearson pun ikut andil memberikan persepsi lain tentang budaya yang ia rumuskan. “Culture can be defined as a system of shared beliefs, values, customs, behaviors, and rituals that the member of society use to cope with one another and with their world .” 56 Lebih jauh ia menjelaskan pengertian sub- budaya, “a group that is similar to and part of the larger culture but is distinguished by beliefs and behaviors that differ from the larger culture. And number of co-culture exist based on language, race, religion, economics, age, gender, and sexual orientation .” 57 Inti penting dari budaya adalah mempunyai pandangan bagaimana cara beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Budaya juga memiliki fungsi yang sangat berarti dalam kehidupan sebagai makhluk sosial, budaya 55 Angeloni dan Kluckhohn, Classic Edition Sources Antropology, h. 5. 56 Judy C. Pearson, dkk., Human Communication New York: McGraw-Hill, 2003, h. 212. 57 Pearson, Human Communication, h. 212.