Pendekatan Penelitian Metodologi Penelitian

Denotasi didapat dari pengamatan langsung dari tanda-tanda yang ada yang menghasilkan makna nyata, makna yang sebenarnya hadir. 23 Sedangkan konotasi merupakan signifikasi tingkat kedua. Konotasi merupakan penciptaan makna lapis kedua yang terbentuk ketika lambang denotasi dikaitkan dengan aspek psikologis, seperti perasaan, emosi, atau keyakinan. Karena pada dasarnya penanda konotasi dibangun dari tandatanda dari sistem denotasi. Dalam hal ini, digambarkan bahwa denotasi lebih menitik beratkan pada ketertutupan makna. 24 Dalam kerangka Barthes, konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai mitos dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberi pembenaran nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu. 25 Mitos, menurut Roland Barthes adalah sebuah ilmu tentang tanda. Menurut Barthes, mitos adalah type of speech tipe wicara atau gaya bicara seseorang. Mitos digunakan orang untuk mengungkapkan sesuatu yang tersimpan dalam dirinya. Mitos adalah naratif yang dikonstruksikan dengan wacana dialektis dan eksposisi, mitos bersifat orasional dan intuitif, bukan uraian filosof yang sistematis. 26 Makna konotasi mengacu pada enam prosedur, yaitu: 27 1. Rekayasa yang secara langsung dapat memengaruhi realitas itu sendiri, terdiri dari: 23 Antonius Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi Yogyakarta: Gitanyali, 2004, h. 39. 24 Birowo, Metodologi Penelitian Komunikasi, h. 39. 25 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 155. 26 Sunardi, Semiotika Negativa, h. 156. 27 Alex Sobur, Analisis Teks Media Bandung: Rosda, 2012, h. 128. a. Trick Effect, artinya memanipulasi gambar sampai tingkat yang berlebihan untuk menyampaikan maksud pembuat berita. b. Pose, ialah gaya, posisi, ekspresi dan sikap objek foto. Dalam mengambil foto berita seseorang, seorang wartawan foto akan memilih objek yang sedang diambil. c. Objek, objek ini ibarat perbendaharaan kata yang siap dimasukkan ke dalam sebuah kalimat. Objek ini merupakan point of interest POI pada sebuah gambarfoto. 2. Rekayasa yang masuk dalam wilayah ―estetis, terdiri dari: a. Photogenia, adalah teknik pemotretan dalam pengambilan gambar. Misalnya: lighting pencahayaan, exposure ketajaman foto, bluring keburaman, panning efek kecepatan, moving efek gerak, freeze efek beku, angle sudut pandang pengambilan objek dan sebagainya. b. Aestheticism, yaitu format gambar atau estetika komposisi gambar secara keseluruhan dan dapat menimbulkan makna konotasi. c. Sintaksis, yaitu rangkaian cerita dari isi fotogambar yang biasanya berada pada caption keterangan foto dalam foto berita dan dapat membatasi serta menimbulkan makna konotasi. Penelitian ini tidak hanya mencari makna atas tanda yang ada dalam foto, melainkan juga untuk menjabarkan mitos ke arah nilai budaya dengan menggunakan enam nilai budaya, yaitu: 28 28 Rusmin Tumanggor, dkk., Ilmu Sosial Budaya Dasar Edisi Revisi Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010, h. 142.

a. Nilai teori. Ketika manusia menentukan dengan objektif identitas benda-

benda atau kejadian-kejadian, maka dalam prosesnya hingga menjadi pengetahuan, manusia mengenal adanya teori yang menjadi konsep dalam proses penilaian atas alam sekitar

b. Nilai ekonomi. Ketika manusia bermaksud menggunakan benda-benda

atau kejadian-kejadian, maka ada proses penilaian ekonomi atau kegunaan, yakni dengan logika efisiensi untuk memperbesar kesenangan hidup. Kombinasi antara nilai teori dan nilai ekonomi yang senantiasa maju disebut aspel progresif dari kebudayaan.

c. Nilai agama. Ketika manusia menilai suatu rahasia yang menakjubkan

dan kebesaran yang menggetarkan di mana di dalamnya ada konsep kekudusan dan ketakziman kepada yang Mahagaib, maka manusia mengenal nilai agama.

d. Nilai seni. Jika yang dialami itu keindahan di mana ada konsep estetika

dalam menilai benda atau kejadian-kejadian, maka manusia mengenal nilai seni. Kombinasi dari nilai agama dan seni yang sama-sama menekankan intuisi, perasaan, dan fantasi disebut aspek ekspresif dari kebudayaan.

e. Nilai kuasa. Ketika manusia merasa puas jika orang lain mengikuti

pikirannya, norma-normanya, dan kemauannya, maka ketika itu manusia mengenal nilai kuasa.

f. Nilai solidaritas. Tetapi ketika hubungan itu menjelma menjadi cinta,

persahabatan, dan simpati sesama manusia, menghargai orang lain, dan merasakan kepuasan ketika membantu mereka maka manusia mengenal nilai solidaritas.