Makna pendidikan menurut Mortimer J. Adler yang dikutip dalam bukunya H.M. Arifin mengatakan bahwa, pendidikan adalah proses dengan mana semua kemampuan
manusia bakat dan kemampuan yang diperoleh yang dapat dipengaruhi oleh pembiasaan, disempurnakan dengan kebiasaan-kebiasaan yang baik melalui sarana yang
secara artistic dibuat dan dipakai oleh siapapun untuk membantu orang lain atau dirinya sendiri mencapai tujuan yang ditetapkan yaitu kebiasaan yang baik.
54
Kalau kita melihat kembali mengenai pengertian pendidikan akhlak, maka akan terlihat dengan jelas sesuatu yang diharapkan terwujud setelah seseorang mengalami
pendidikan akhlak. Hal ini dipahami, karena pada usia ini pendidikan sangat berpengaruh dalam dirinya. Jika pendidikan akhlak sudah ditanamkan pada usia pra-baligh, misalnya
ia seorang anak yang penuh sopan santun maka anak tersebut akan memilih etika yang luhur. Jika sejak masih anak-anak ia tumbuh dan berkembang dengan berpijak pada
landasan iman kepada Allah dan terdidik untuk selalu taqwa, ingat, pasrah, meminta pertolongan dan berserah diri kepada Allah, maka ia akan memiliki kemampuan dan
bakat pengetahuan di dalam menerima setiap keutamaan dan kemuliaan, disamping akan terbiasa dengan akhlak yang mulia.
Tujuan akhlak adalah hendak menciptakan manusia sebagai makhluk yang tinggi dan sempurna, dan membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya. Ahklak hendak
menjadikan orang berakhlak baik bertindak-tanduk yang baik terhadap manusia, terhadap sesama makhluk dan terhadap Tuhan. Sedangkan yang hendak dikendalikan oleh akhlak
adalah tindakan lahir.
55
Menanggapi dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan akhlak adalah untuk menanamkan rasa takwa kepada Allah SWT dan pengembangan
rasa kemanusiaan kepada sesama serta membawa anak didik kepada pembinaan mental yang sehat, moral yang tinggi dan pengembangan bakat, sehingga anak itu dapat merasa
lega dan tenang, dalam pertumbuhan jiwanya tidak goncang. Karena kegoncangan jiwa dapat menyebabkan mudah terpengaruh oleh tingkah laku yang kurang baik.
6. Metode Membina Akhlak
54
H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta Anggota IKAPI: Bina Aksara, 1987, cet. ke-1, h. 11
55
Anwar Masy’ari , Akhlak Qur’an, Surabaya: Bina Ilmu Offset,1990, cet. Ke-1, h. 4
Membina akhlak merupakan tumpuan perhatian utama dalam Islam. Secara moralistik pembinaan akhlak merupakan salah satu cara untuk membentuk mental
manusia agar memiliki pribadi yang bermoral, berbudi pekerti yang luhur dan bersusila. Pembinaan akhlak merupakan penuntun bagi umat manusia untuk memiliki sikap
mental kepribadian sebaik yang ditunjukkan oleh Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad SAW, pembinaan pendidikan dan penanaman nilai-nilai akhlaqulkarimah sangat tepat
bagi remaja agar di dalam perkembangan mentalnya tidak mengalami hambatan dan penyimpangan kearah negatif.
56
Agar pembinaan akhlak memperoleh hasil yang memuaskan, diperlukan cara atau metode. Berikut penulis kemukakan beberapa metode yang dapat digunakan dalam
membina akhlak. Metode-metode tersebut antara lain:
a Melalui Keteladanan
Dalam Al-Quran kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberi sifat di belakangnya seperti sifat hasanah yang berarti baik. Sehingga terdapat
ungkapan uswatun hasanah yang artinya teladan yang baik.
57
Keteladanan dalam proses pendidikan merupakan metode yang sangat tepat untuk membina akhlak seorang anak. Dalam pelaksanaan pendidikan, siapapun
penidiknnya seharusnya memberikan contoh terbaik untuk diikuti oleh anaknya. Hal ini terjadi baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun di masyarakat. Untuk itulah Allah
mengutus Nabi Muhammad sebagai uswah untuk menyempurnakan akhalak manusia
58
. Sebagaimana firmannya:
S34 5 l e.
YmdA35 n D
oM q
r] M g
sU J
t Z5 l e.
L MuY
; -YM 5
, e.3v ,
w xe.
D E 3 ,
Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulallah itu contoh teladan yang baik bagimu; ialah bagi orang yang mengharapkan rahmat Allah dan kedatangan
hari Qiamat dan ia banyak ingat menyebut akan Allah.” Q.S. Al-Ahzaab 21
56
Sudarsono, Etika Islam Tentang Kenakalan Remaja,Jakarta:Bina Aksara, 2001 h. 151
57
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, 1997 Cet.1 h. 95
58
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, h.329
Dengan kepribadian, sifat tingkah laku dan pergaulannya bersama sesama manusia, Rosulullah Saw, benar-benar merupakan interpretasi praktis yang manusiawi
dalam menghidupkan hakikat, ajaran, adab dan tasyri’ al-Quran. Yang melandasi perbuatan pendidikan Islam serta penerapan metoda pendidikan Qurani yang terdapat di
dalam ajaran tersebut.
59
Selanjutnya, Miqdad Yalzan mengemukakan bahwa pada masa awal kehidupannya, Seorang anak senantiasa mencontoh tingkah laku orang lain, terutama
orang-orang yang sering ia jumpai sehari-hari. Apa yang dikerjakan oleh orang tersebut, maka itulah yang ia anggap baik yang kemudian ditirunya.
60
Dengan demikian proses internalisasi nilai-nilai keutamaan bagi anak sangat ditekankan pelaksanaanya, hal tersebut dapat dilakukan melalui contoh-contoh yang
diberikan dan diterima di dalam keluarga. Dalam konteks ini Umar Hasyim menjelaskan bahwa, dalam keluarga mula-mula anak mengenal kata-kata dan pengertiannya, ucapan-
ucapan dan bacaan-bacaan. Juga berbagai contoh teladan yang nantinya tidak bisa lepas dari apa yang bakal dipraktekkannya dalam kehidupan selanjutnya. Bagaimana sikap dan
langkahnya terhadap orang tua atau orang lain, bagaiman “menghayati” praktek ajaran Islam seperti shalat berjamaah di rumah, di musholla, atau di masjid, sholat tarawih dan
sholat Idul Fitri atau Idul Adha dan sebagainya. Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa keutamaan akhlak yang
dimanifestasikan dalam keteladanan yang baik, adalah factor terpenting dalam upaya memberikan pengaruh terhadap hati dan jiwa. Seorang pendidik harus mampu
memberikan suatu contoh yang baik, akhlak mulia, perilaku yang baik,sifat-sifat Islami yang terpuji, sehingga menjadi purnama petunjuk, matahari penerang, penyeru kebaikan
dan kebenaran, serta menjadi sebab dalam tersebarnya risalah Islam yang abadi. Selain itu dengan membiasakan mendidik anak dalam kebaikan merupakan langkah penting
dengan harapan dapat dijadikan sebagai pelajaran baik bagi mereka.
b Metode Pembiasaan
Metode lain yang cukup efektif dalam membina akhlak anak adalah melalui metode pembiasaan. Banyak para pakar pendidikan yang sepakat bahwa pembinaan
59
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, Cet 3 h.127
60
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidikan Islam, h.329-330
moral atau akhlak dapat mempergunakan metode ini. Ungkapan Imam al-Ghozali yang sangat indah mengisyaratkan pentingnya pembiasaan yang dilakukan sejak kecil antara
lain berbunyi: “Hati anak bagaikan suatu kertas yang tergores sedikitpun oleh tulisan gambar bagaimanapun coraknya. Tetapi ia dapat menerima apa saja bentuk yang
digoreskan, apa saja yang ia gambarkan di dalamnya, malahan ia akan condong dan cocok kepada suatu yang diberikan kepadanya. Kecondongan ini akhirnya akan menjadi
kebiasaan dan terakhir menjadi sebagai kepercayaan. Oleh sebab itu, apabila si anak telah siviasakan untuk mengamalkan apa-apa yang baik diberi pendidikan ke arah itu, pastilah
ia akan tumbuh di atas kebaikan tadi dan akibatnya ia akan selamat dan sentosa dunia dan akhirat.
61
Al-Qur-an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Misalnya dalam kasus menghilangkan kebiasaan meminum khamar. Al-
Qur’an memulai dengan menyatakan bahwa hal itu merupakan kebiasaan orang-orang kafir Quraisy, dilanjutkan dengan menyatakan bahwa dalam khamar itu ada unsur dosa
dan manfaatnya, namun unsur dosanya lebih besar dari unsur manfaatnya. Dilanjutkan dengan larangan mengerjakan shalat dalam keadaan mabuk, kemudian menyuruh agar
menjauhi minuman khamar itu.
62
Sementara itu Athiyah Al-Abrasyi mengemukakan bahwa: Pembentukan tingkah laku yang baik pada anak-anak dilakukan sejak kecil, seperti membiasakan tidur lebih
cepat, membiasakan berolah raga, membiasakan jangan meludah di tempat-tempat umum, jangan mengeluarkan ingus atau berdiri di belakang di mana ada orang lain,
jangan ongkang kaki, jangan suka berdusta, dan membiasakan taat kepada bapak dan ibu.
63
Metode pembiasaan disamping digunakan dalam akhlak, juga dapat digunakan pada masalah-masalah ibadah. Dalam hal ini Rosulullah Saw bersabda
ﻡ 9
? 3
1 F
: G
H ﺱ
J K
L 9
M 5
N =
G H
5 O
K9 ;
29 P
N =
; 6
Q ﺝ
S
61
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam, h. 330-331
62
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,h. 101
63
A. Tafsir, dkk, Cakrawala Pemikiran Pendidkan Islam h.331
Artinya: “Suruhlah anak-anakmu mengerjakan shalat bila mereka telah berusia tujuh tahun, dan pukullah jika meninggalkannya bila meraka telah berumur sepuluh
tahun dan pisah-pisahkanlah mereka di tempat tidur .”HR.Abu Daud
64
Dari beberapa ungkapan diatas, maka penulis dapat simpulkan bahwa penerapan metode pembiasaan dalam membina akhlak anak cukup baik. Jika metode pembiasaan
diterapkan di semua lingkungan pendidikan, hampir dipastikan akan lahir generasi- generasi yang memiliki kepribadian yang mentap, yang dihiasi akhlak.
c Metode Nasihat
Metode lain yang dianggap efektif dalam membina akhalak adalah melalui metode nasihat. Metode ini dapat membukakan mata anak-anak pada hakekat sesuatu,
dan mendorongnya menuju situasi yang luhur, menghiasinya dengan akhlak yang mulia, serta membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. Oleh karena itu, tidak heran jika
banyak ayat-ayat al-Quran yang mengisyaratkan penggunaan metode ini dalam proses pendidikan. Diantaranya ucapan nabi Lukman kepada anaknya :
yz]u` ; Ui{| 4
l 4 N
3 o
34~ U•`
J E
Wo PY
dA 3 n D
9] ۥ
,, n D
m M t5
,, n D
ƒY m f ;
UiW „
… {l 4
† ‡35
sw
. T
Artinya: “Hai anakku, sesungguhnya jika ada amalan engkau baik atau buruk seberat biji sawi yang tersembunyi dalam batu atau di langit atau di bumi, niscaya
didatangkan dibalas Allah juga. Sesungguhnya Allah Maha halus, lagi Maha mengetahui.”
Q.S. Luqman: 16 Nasehat hendaknya diampaikan dengan cara menyentuh kalbu, itu tidak mudah.
Akan tetapi, dengan keikhlasan dan berulang-ulang, akhirnya nasehat itu akan dirasakan menyentuh kalbu pendengarannya.
65
Tapi nasehat yang disampaikankannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasehat itu. Ini
menunjukan bahwa antara satu metode yakni nasihat dan metode lain yang dalam hal ini keteladan bersifat saling melengkapi.
66
d Metode Hukum
64
Imam Nawawi, Riadus Sholihin, Bairut: Darul Fikr, t.th juz 3 h.133
65
Ramayulis, Metodologi Pengajaran Agama Islam,h.128
66
Abudin Nata, Filsafat Pendidikan Islam,h. 98
Muhammad Quthb mengatakan: “bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat
yang benar. Tindakan tegas itu adalah hukuman.
67
Hukuman merupakan alat pendidikan yang apabila akan digunakan harus dipikirkan masak-masak sebab hukuman belum tentu merupakan alternatif yang sangat
tepat untuk diberikan kepada anak.
68
Di dalam al-Quran, hukuman biasanya dikenal dengan nama azab. Berkenaan dengan hukuman ini, misalnya dijumpai:
l 4 , L
YM 5 M ? ; miYW
Z :;
„ •
e xtP 5,
n D = S5
] ,
U C V
Artinya: “Bila mereka tidak patuh, maka Allah akan menghukum mereka dengan hukuman yang pedih di dunia dan di akhirat,”
Q.S. al-Taubah. 74 Dengan demikian, keberadaan hukuman diakui dalam Islam dan digunakan dalam
rangka membina ummat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk
orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menunjukan perbuatan baik.
7. Pengertian Remaja dan Permasalahan yang Dihadapi Remaja