Latar Belakang Masalah Hubungan Diplomasi Jepang Indonesia Setelah Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Karakteristik geografis suatu negara senantiasa mempunyai pengaruh terhadap kehidupan bangsanya. Hal ini dapat dilihat pada sejarah, tabiat dan watak bangsa tersebut. Hal ini dapat berlaku terhadap Negara Jepang Suryohadiprojo, 1982:1. Secara topografi, Jepang merupakan bagian dari suatu deretan pegunungan yang panajng yang terangkai dari Asia Tenggara samapi jauh ke Alaska . Menurut survey dari Lembaga Survai Geogarfi Kementrian Pembangunan Jepang, kawasan pegunungan mencapai 70 dari seluruh daratan Jepang Anonim, 1982:3. Disana- sini terdapat gunung-gunung yang menjulang tinggi dan diantaranya adalah gunung berapi. Luasnya daerah pegunungan menyebabkan tanah dataran berwujud sempit antara pegunungan dengan pantai Samudera Pasifik dan Laut Jepang. Sempitnya dataran menyebabkan tanah pertanian hanya meliputi 15 saja dari seluruh daratan Jepang. Walalupun memiliki daratan yang sempit, berkat keuletannya, bangsa Jepang dapat menghasilkan 10 juta ton beras setiap tahun. Jepang sebagai negara kepulauan, sifat maritimnya menyebabkan bangsa Jepang menjadi bangsa pelaut yang ulung Suryohadiprojo, 1982:3. Meskipun memiliki kondisi topogarafi seperti ini Jepang tidak pernah putus asa bahkan terus berjuang dengan rajin dalam membangun negara dan bangsanya hal initerbukti pada masa kini, Negara Jepang menjadi Negara yang kuat. Kekuatan Jepang mulai terlihat pada masa perang dunia kedua, Jepang muncul sebagai negara Universitas Sumatera Utara yang kuat dan ditakuti. Jepang bersama sekutunya menebarkan horor diseluruh dunia. Jepang merebut Indonesia dari Belanda pada tahun 1942 dan menjajah Indonesia sampai perang dunia kedua berakhir pada tahun 1945 Majalah angkasa, 2008:81. Sebagai negara yang kalah perang, Jepang harus membayar sejumlah pampasan perang yang nilainya tidak sedikit. Bukan hanya itu saja, mereka juga terpaksa membiarkan sekutu menduduki Jepang sampai pada tahun 1952. Walupun demikian, Jepang pada tahun yang sama mencapai produksi yang jumlahnya hampir sama seperti sebelum perang Vogel, 1982:26. Semuanya ini diperoleh karena keuletan yang dimiliki bangsa Jepang dan sikap disiplinnya. Selain disiplin dan keuletannya, Jepang juga memiliki kultur yang mendukung seperti kultur awase, kultur haji no bunka, dan kultur masyarakat vertiakal-horizontal. Kultur Awase atau Awase no Bunka 合わせ の 文化 berasal dari kata dalam bahasa Jepang yaitu kata au 合う dan bunka 文化 . Kata au 合う memiliki makna menyatukan atau menggabungkan. Sedangkan kata bunka 文化 mempunyai makna budaya. Apabila kedua kata ini digabungkan memiliki makna secara harfiah yaitu budaya menyatukan atau budaya menggabungkan. Ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Kinhide, kultur awase adalah kultur yang mengandung pengertian menerima ini atau itu Kinhide, 1981: 7. Hal ini terlihat dalam kepercayaan mereka, dimana mereka mau menerima dan menganut dua agama sekaligus. Kultur haji no bunka 恥 の文化 terdiri atas dua kata yang berasal dari bahasa Jepang yaitu haji 恥 dan bunka 文化 . Haji 恥 memiliki arti malu sedangkan bunka 文化 memiliki arti budaya. Apabila kedua kata ini digabungkan memiliki makna secara harfiah yaitu budaya malu Budaya ini terlihat dari sikapnya yang tidak senang jika tidak dapat membalas apa yang mereka terima karena memalukan. Kultur Universitas Sumatera Utara masyarakat horizontal-vertikal yang dimiliki Jepang terlihat dalam sikap bangsa Jepang yang senang berkelompok. Ketiga kultur ini, baik kultur awase, kultur haji no bunka ataupun kultur masyarakat vertical-horizontal juga dapat ditemukan dalam hubungan diplomasi Jepang Indonesia yang telah mencapai umur lima puluh tahun pada tahun 2008 yang lalu. Kultur awase terlihat dalam sikap diplomasi Jepang yang bersifat soft power tanpa kekerasan0 atau sering dikenal dengan sebutan soft diplomacy diplomasi tanpa kekerasan. Dalm diplomasi ini tidak ada penekanan menggunakan senjata. Joseph S. Nye dalam Utomo 2008:1 mengungkapkan soft power sebagai kemampuan mencapai tujuan dengan tindakan atraktif dan menjauhi tindakan kohersif kekerasan atau intimidasi. Di tataran hubungan Internasional, soft powers diawali dengan membangun hubungan kepentingan dan asistensi ekonomi sampai tukar menukar denagn budaya lainnya. Meskipun belakangna ini soft powers menjadi arus global, jauh hari jepang telah menerapkannya untuk membangun kembali hubungn baik dengan negara-negara bekas jajahan termasuk Indonesai. Jepang menggunakan soft power berupa bantuan ekonomi atau pinjaman lunak untuk mengikat hati negara- negara sahabat, lalu dilanjutkan dengan bilateral yang mengikat sehingga ketergantungna kepada Jepang semakin meningkat Utomo, 2008:1. Kultur haji no bunka terlihat dari keseriusan Jepang untuk membayar pampas an perang sebagai pertanggung-jawaban kepada Indonesia atas segala kerugian yang dialami Indonesia pada masa penjajahan Jepang di Indonesia. Jepang juga tidak pernah membuat perjanjian yang menyebabkan negara itu berhutang kepada Indonesia . Bahkan bantuan Jepang menempati urutan pertama dibanding dengan negara-negara lain yang memberi bantuan kepada Indonesia anonim, 2005: 3. Kultur masyarakat vertical-horizontal terlihat pada upaya membentuk persahabatan yang lebih erat antar Universitas Sumatera Utara pemerintah kota tau provinsi sehingga terbentuklah diplomasi kota kembar. Medan tempat penulis tinggal saat ini adalah kota kembar dari kota Ichikawa di prefektur Chiba Aneka Jepang, 2008:18. Hubungan diplomasi Jepang dan Indonesai ini menempuh perjalan yang panjang jika dilihat dari sudut pandang sejarah. Pada mulanya Jepang datang sebagi penjajah pada tahun 1943 menggantikan Belanda yang kalah perang. Setelah kekalahan Jepang pada tahun 1945, kedua Negara disibukkan dengan upaya merekonsiliasi negaranya pasca perang dunia kedua sedangkan Indonesia sebagai Negara yang baru merdeka masih berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan itu sendiri. Hubunga bilateral kedua Negara secara resmi dimulai pada tahun 1958 tepatnya pada tanggal 20 Januari dengan penadatangan perjanjian perdamaian RI- Jepang. Hubungn ini memasuki tahun emas pada tahun 2008 yang lalu yang dirayakan oleh kedua negara Surkajapura, 2008:3. Semua upaya yang dilakukan dalam hubungan diplomasi ini dilandasi oleh banyak factor. Salah satu faktor adalah status Jepang asebagai Negara maju. Setelah Jepang berkembang menjadi Negara modern dan aktif dalam pergaulan Internasional, maka ia pun menaruh minat agar hubungannya dengan negara-negara kepulauan di Asia Tenggara terpelihara denag baik. Ini penting dari sudut geosentrisnyua, yaitu posisi Negara-negara lepas pantai terthadap Negara daratan. Selain itu, Negara-negara kepulauan Asia Tenggra menjamin keamana lalu lintas yang membawa ekspor dari Jepang ke luar negeri. Bahkan,Negara-negara itu sendiri menjadi negara sumber bahan-bahan mentah dan energy, serta menjadi pasar untuk ekspor Jepang seperti Indonesia Suryohadiprojo, 1982:6. Bagi Jepang, Indonesia adalah negara yang yang sangat penting. Diantara masyarakat kedua Negara ini terentang tali persaudaraan yang terjalin sejak lama. Universitas Sumatera Utara Lagi pula, anara negara itu telah terbina hubungan yang sangat erat di bidang politik, ekonomi, kebudayaan dan lainnya. Selain itu, dilihat dari sisi manapun, seperti luas geografis, jumlah penduduk, kekayaan sumber daya alam, Indonesai merupakan negar terbesar di Asia Tenggara. Karena itu, bagi Jepang dan negara-negara Asia lainnya, perkembangan negara Indonesia secara ekonomi dan sosial di dalam iklim politik yang stabil, merupakan hal yang sangat pentiang anonim, 2005:3. Jepang juga kerap memberikan bantuan keapda Indonesia seperti bantuan pengetasan kemiskinan, bantuan untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi, bantuan untuk pembentukkan masyarakat yang adil dan makmur, bantuan untuk pelestarain lingkungan, dan bantuan untuk perdamaian. Sebaliknya , Indonesia sering mengirimkan bahan-bahan mentah untuk produksi Negara Jepang bahkan kebutuhan masyarakat Jepang seperti gas dan minyak bumi. Hubungan yang sudah berumur 50 tahun ini bukannya tidak pernah diterpa badai. Beberapa kali hubungan kedua Negara mengalami goncangan tetapi tidak menyebabkan hubungan kedua negara mencapai titik terendah berupa pemutuan hubungan diplomatik Sukarjapura, 2008: 3. Keinginan untuk lebih mengetahui bagaimana hubungan diplomasi Jepang-Indonesia dan kultur yang terkandung dalam hubungan diplomasi yang melandasi penulisan skripsi ini.

1.2 Rumusan Masalah