Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

Indonesia. Penulis juga akan membahas bentuk-bentuk diplomasi yang dilakukan oleh Jepang dan Indonesia. Hubungan diplomasi yang dibahs adalah hubungan diplomasi yang dijalin setelah tahun 1945. Hal ini dikarenakan pada masa sebelumnya hubungan Jepang dan Indonesia adalah penjajah dengan negara terjajah. Jadi jelas ada hubungan diplomasi seperti yang akan dibahas dalam skripsi ini.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka amat diperlukan untuk mengukur keakuratan sebuah penjelasan terhadap permasalahan yang ada. Tinjauan Pustaka ini berasal dari beberapa ahli. Berikut ini beberapa tinjauan pustaka yang digunakan oleh penulis. Diplomasi menurut Sir Earnest Satow dalam Roy 1995:2 merupakan “penerapan kepandaian dan taktik pada pelaksanaan hubungn resmi antara pemerintah negara-negara berdaulat”. Menurut K.M. Panikar dalam Roy 1995:3 “diplomasi, dalam hubungnnya denag politik Internasional adalah seni mengedepankan kepentingan suatu Negara dalam hubunganny denga Negara lain”. Menurut Svarlien dalam Roy 1995:3 mendefinisikan diplomasi ”sebagai seni dan ilmu perwakilan Negara dan perundingan. Kata yang sama juga telah dipakai untuk menyatakan secara umum keseluruhan kompleks hubungn luar negeri suatu Negara, yaitu departemen luar negerinya”. Menurut Ivo D. Ducharck dalam Roy 1995:3 diplomasi biasanya didefinisikan sebagai praktek pelaksanaan politik negeri suatu Negara denga cara negoisasi denag Negara lain. S.L Roy 1995:5 menyimpulkan pandangan mengenai diplomasi sebagai berikut: Universitas Sumatera Utara Diplomasi, yang sangat erat hubunagnnya dengan hubungan antar Negara adalah seni mengedepankan kepentingan suatu Negara melalui negoisasi dengan cara- cara damai apabila mungkin, dalam berhubungan dengan Negara lain. Apabila cara-cara damai gagal untuk memperoleh tujuan yang diinginkan, diplomasi mengizinkan penggunaan ancaman atau kekuatan nyata sebagai cara untuk mencapai tujuan-tujuannya. Menurut Sukarwarsini Djelantik 2008:3 diplomasi memiliki kaitan yang erat denga politik luar negeri karean diplomasi merupakan implementasi dari kebijakkan luar negeri yang dialakukan pejabat-pejabat resmi yang terlatih. Jepang memiliki gaya runding yang berbeda-beda dari Negara-negara Barat. Jepang dalam diplomasinya memiliki kultur-kultur seperti kultur awase dan erabi, kultur haji no bunka dankultur masyarakat vertikal-horizontal. Kultur erabi atau erabi no bunka diambil dari kata erabu dan bunka. Erabu memiliki arti memilih sedangkan IbunkaI memiliki arti budaya. Apabila kedua kata ini digabungkan akan membnetuk makna harfiah yaitu budaya memilih. Kultur erabi mengandung pengertian suatu rangkaian prilaku apabila seseorang menetapkan tujuannya, menyusun suatu rencana untuk mencapaiii tujuan tersebut, dan kemudian bertindak mengubah lingkunagn itu sejalan dengan rencananya. Kultur awase sebaliknya, menolak gagasan bahwa manusia bias memanipulasi lingkungannya dan sebagai gantinya mengharuskan ia menyesuaikan dirinya dengannya. Jepang adalah Negara yang menggunakan kultur awase, sedangkan Negara-negara Barat seperti Ameriak menggunakan kultur erabi Kinhide, 1981:7. Ruth Benedict 1981:107 mengatakan on sebagai kata yang selalu dipakai dalam arti pengbdian tanpa batas, kalu ini menyangkut tentang seseorang yang Universitas Sumatera Utara terbesar dan terutama, yaitu on kekaisaran. Ruth Benedict juga menekankan 1981:121 kalau on adalah utang yang harus dibayar kembali. Apabila on ini tidak dapat dibayar, mereka kan mendapatkan malu sehingga disebut sebagai kultur haji no bunka. Najane Chie 1981: 175-176 menjabarkan secara jelas bagaimana orang Jepang membutuhkan persahabatan Orang Jepang sangat membutuhkan persahabatan. Mereka membentuk persahabatan atas dasar persamaan tempat kerja, seksi atau lembaga. Diluar itu dapat dikatakan orang luar. Persahabatan orang Jepang bersifat sensitif atau lebih banyak memeras pikiran daripada tenaga karena perasaannya yang luar biasa. Mereka cenderung menyembunyikan keinginan dan perasaan yang sesungguhnya.

1.4.2 Kerangka Teori