Hukum Thermodinamika Pertama dan Enthalpi

12.3. Hukum Thermodinamika Pertama dan Enthalpi

Bayangkan suatu sistem yang terisolasi dari lingkungannya. Transfer energi dari sistem ke lingkungan ataupun sebaliknya dari lingkungan ke sistem, tidak terjadi. Jika status sistem berubah melalui alur (cara) perubahan tertentu, maka energi internal sistem ini berubah. Jika kemudian sistem kembali pada status semula melalui alur perubahan yang berbeda dari alur perubahan sebelumnya, maka energi internal akan kembali pada nilai awalnya. Perubahan neto dari energi internal adalah nol sebab jika tidak, akan menyalahi prinsip konservasi energi. Jadi perubahan energi internal, yang mengikuti terjadinya perubahan status sistem, tidak tergantung dari alur perubahan status tetapi hanya tergantung dari status awal dan status akhir. Setiap besaran yang merupakan fungsi bernilai tunggal dari status thermodinamik adalah fungsi status . Perubahan nilai suatu fungsi status hanya tergantung dari nilai status awal dan status akhir saja dan tidak tergantung dari alur perubahan dari status awal menuju status akhir. Hal ini sesuai dengan Hukum Thermodinamika Pertama yang juga disebut hukum kekekalan energi. Ingat bahwa kasus yang sedang kita bicarakan ini adalah kasus sistem terisolasi .

Kita lihat sekarang suatu sistem tertutup. Pada sistem tertutup (massa konstan) tranfer energi antara sistem dan lingkungan dapat terjadi. Satu- satunya bentuk perubahan energi yang bisa terjadi di dalam sistem adalah perubahan energi internal, karena hanya energi internal yang merupakan besaran intrinsik sistem. Jika q adalah panas yang ditransfer masuk ke sistem dan w adalah kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap lingkungan sebagai akibat masuknya q, maka dapat kita tuliskan

(12.1) ∆ E adalah perubahan energi internal sistem, q adalah energi panas yang

masuk ke sistem, dan w adalah kerja yang dilakukan oleh sistem terhadap lingkungan. Relasi (12.1) merupakan pernyataan secara matematis dari Hukum Thermodinamika Pertama. Kita perhatikan bahwa dalam relasi (12.1), E adalah sifat atau besaran khas sistem dan merupakan fungsi status sedangkan q dan w bukanlah besaran khas

sistem. ∆ E menunjukkan perbedaan energi internal antara status awal sistem yang berada dalam keseimbangan dan status akhir sistem setelah mencapai keseimbangan yang baru.

192 Sudaryatno S & Ning Utari S, Mengenal Sifat Material

12.3.1. Enthalpi

Jika hanya tekanan atmosfer yang bekerja pada sistem, maka jika energi panas sebesar dq masuk ke sistem maka energi internal sistem berubah sebesar

(12.2) P adalah tekanan atmosfer yang dapat kita anggap konstan, dV adalah

dE = dq − PdV

perubahan volume sistem sehingga sistem melakukan kerja pada lingkungan sebesar PdV. Kita tekankan di sini bahwa hanya tekanan atmosfer yang bekerja pada sistem karena pada umumnya proses-proses baik di laboratorium maupun kejadian sehari-hari, berlangsung pada tekanan atmosfer yang boleh dikatakan konstan.

Membuat tekanan konstan selama proses berlangsung merupakan pekerjaan yang tidak terlalu sulit dilakukan. Akan tetapi membuat volume konstan sangatlah sulit. Oleh karena itu diperkenalkan peubah baru yang disebut enthalpi. Enthalpi suatu sistem, H, didefinisikan sebagai

(12.3) P dan V adalah peubah thermodinamik yang menentukan status sistem,

H ≡ E + PV

sedangkan E adalah fungsi status, maka H juga fungsi bernilai tunggal dari status. Oleh karena itu enthalpi juga merupakan fungsi status seperti halnya E. Namun enthalpi langsung berhubungan dengan hasil pengkuran dibandingkan dengan E, sehingga lebih sesuai untuk melakukan perhitungan-perhitungan dengan menggunakan data-data hasil pengukuran. Dengan pendefinisian enthalpi ini, maka kita dapat mengatakan bahwa suatu sistem memiliki enthalpi H di samping mengatakan bahwa sistem memiliki energi internal E. Jika sistem menerima masukan energi panas maka enthalpi-nya meningkat.

Karena enthalpi merupakan fungsi status maka perubahan enthalpi tidak tergantung dari alur perubahan melainkan tergantung hanya dari enthalpi

awal dan enthalpi akhir. Jadi perubahan enthalpi pada sistem, ∆ H , untuk semua proses adalah

∆ H = H akhir − H awal

H akhir adalah enthalpi sistem pada akhir proses sedangkan H awal adalah enthalpi pada awal proses dan keduanya diukur dalam keadaan keseimbangan thermodinamik.

12.3.2. Contoh Kasus: Perubahan Enthalpi Pada Reaksi Kimia

Kita mengambil kasus perubahan enthalpi pada reaksi kimia untuk menjelaskan perubahan-perubahan pada sistem dengan melihat perubahan enthalpinya. Penerapan persamaan (12.4) pada suatu reaksi kimia memberikan pengertian-pengertian sebagai berikut.

Jika H akhir >H awal maka ∆ H pada sistem adalah positif yang berarti terjadi penambahan enthalpi pada sistem; transfer energi terjadi dari lingkungan ke sistem dan proses ini disebut proses endothermis.

Sebaliknya apabila H akhir <H awal transfer energi terjadi dari sistem ke lingkungannya; enthalpi sistem berkurang dan proses ini merupakan proses eksothermis.

Dalam reaksi kimia, reagen (reactant, unsur / materi yang akan bereaksi) merupakan status awal sistem dan hasil reaksi merupakan status akhir sistem. Jadi untuk suatu reaksi kimia dapat kita tuliskan formula perubahan enthalpi

∆ H = H hasil reaksi − H reagen (12.5) Apabila suatu reaksi kimia merupakan jumlah dua atau lebih reaksi,

maka perubahan enthalpi total untuk seluruh proses merupakan jumlah dari perubahan enthalpi reaksi-reaksi pendukungnya. Ini adalah hukum Hess dan hal ini merupakan konsekuensi dari hukum kekekalan energi.

Hukum Hess terjadi karena perubahan enthalpi untuk suatu reaksi adalah fungsi status, suatu besaran yang nilainya ditentukan oleh status sistem. Perubahan enthalpi yang terjadi baik pada proses fisika maupun proses kimia tidak tergantung pada alur proses dari status awal ke status akhir; perubahan enthalpi hanya tergantung pada enthalpi pada status awal dan pada status akhir. Penentuan perubahan enthalpi suatu reaksi kimia dilakukan melalui teknik kalorimetri; ada dua jenis kalorimeter untuk keperluan ini yaitu kalorimeter- pembakaran (kalorimeter pada volume konstan, yang dikenal dengan bomb calorimeter ) dan kalorimeter-reaksi (kalorimeter pada tekanan konstan yang dikenal dengan coffee-cup calorimeter). Kita tidak mendalami teknik kalorimetri ini, namun uraian singkat berikut ini dapat memberi gambaran.

Kalorimeter-pembakaran digunakan untuk mengukur panas- pembakaran yang berkembang mengikuti suatu rekasi. Suatu contoh

194 Sudaryatno S & Ning Utari S, Mengenal Sifat Material 194 Sudaryatno S & Ning Utari S, Mengenal Sifat Material

q reaksi = − ( q air + q silinder )

q reaksi adalah panas yang timbul dari reaksi pembakaran materi; q air adalah panas yang diterima air, dan q silinder adalah panas yang diterima silinder.

q air = C air m air ∆ T air , q silinder = C silinder m silinder ∆ T silinder dengan ∆ T air = ∆ T silinder ; m adalah massa, dan C adalah kapasitas

panas dengan mengingat bahwa proses tranfer panas ke silinder berlangsung pada volume konstan.

Berbeda dengan kalorimeter-pembakaran, pada kalorimeter-reaksi tranfer panas dari materi yang ber-reaksi berlangsung pada tekanan konstan dan transfer panas ini hanya diterima oleh massa yang mengisi cawan reaksi karena cawan reaksi terbuat dari material isolasi panas.

q reaksi = − q campuran reagen