Pembentukan Tentara Nasional Indonesia.
1 Pembentukan Tentara Nasional Indonesia.
Sampai pada saat diproklamasikan kemerdekaannya, Republik Indonesia secara resmi belum memiliki sebuah institusi angkatan bersenjata yang terorganisir dengan baik. Pada waktu itu yang ada hanya para pemuda yang sebelumnya tergabung dalam organisasi-organisasi kemiliteran bentukan Belanda (KNIL) atau yang merupakan bentukan Jepang seperti Peta dan Heiho. Selain itu juga terdapat laskar-laskar perjuangan (para militer) di berbagai daerah. Biasanya para pemuda yang tergabung dalam laskar- laskar perjuangan ini, memiliki afiliasi dengan kelompok-kelompok politik, seperti
Barisan Pelopor (nasionalis) dan Hizbullah (Masjumi). 38 Di tengah semakin tidak menentunya situasi dan kondisi politik pada masa itu,
dimana terdapat perbedaan pendapat antara para pemimpin perjuangan (Sukarno-Hatta) yang menginginkan untuk menempuh jalur diplomasi dengan semangat para pemuda yang menginginkan penggunaan kekuatan bersenjata untuk mempertahankan
kemerdekaan 39 , Komite Nasional Indonesia (KNI) Pusat memutuskan untuk segera dibentuk sebuah badan yang disebut dengan Badan Penolong Keluarga Korban Perang
(BPKKP) pada tanggal 22 Agustus 1945. Selanjutnya dibentuk pula sebuah Badan Keamanan Rakyat (BKR), yang kedudukannya berada dibawah KNIP dan BPKKP. 40
38 Ulf Sundhaussen, Politik Militer Indonesia 1945-1967, Menuju Dwifungsi ABRI, Jakarta, LP3ES, 1986, hal: 4.
39 Hal ini oleh Feith dikatakan sebagai awal konflik antara Sukarno dan AD. Lihat Herbert Feith, Sukarno- Militer Dalam Demokrasi Terpimpin, Jakarta, Sinar Harapan, 1995, hal:34.
40 Ben Anderson, Revolusi Pemuda, Pendudukan Jepang dan Perlawanan Di Jawa 1944-1946, Jakarta, Sinar Harapan, 1988, hal:125-126.
Badan ini sendiri berfungsi sebagai memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan.
Meski telah berusaha untuk menghimpun segala kekuatan bersenjata yang ada, namun nampaknya keberadaan dari BKR tersebut tidak juga memuaskan para pemuda pejuang pada waktu itu. Para pemuda pejuang lain yang tidak tergabung dalam BKR secara sepihak juga telah melucuti persenjataan tentara Jepang. Perintah sekutu kepada para tentara Jepang untuk mempertahankan keadaan status quo, ternyata di berbagai wilayah telah menimbulkan bentrokan-bentrokan antara para pemuda dan tentara Jepang tersebut. Kedatangan tentara NICA (Netherlands Indies Civil Administratation), telah turut memperuncing keadaan keamanan di Indonesia, sehingga menimbulkan pertempuran-pertempuran di berbagai daerah.
Perkembangan kondisi dan situasi inilah yang kemudian memaksa pemerintah untuk membentuk sebuah organisasi Angkatan Perang yang lebih kondusif. Selanjutnya dengan sebuah Maklumat Pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 5 Oktober 1945 dibentuklah sebuah organisasi kemiliteran dengan nama Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pembentukan TKR ini dimaksudkan untuk menghimpun bekas para anggota PETA, Heiho dan juga KNIL. Pembentukan TKR kemudian dilanjutkan pula dengan pengangkatan Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Namun ternyata pembentukan TKR juga tidak memberikan kepuasan pada para pemuda. Mereka menganggap TKR tidak lebih sebagai sebuah bentuk keraguan pemerintah yang masih ingin menitikberatkan pejuangan diplomasi dibanding perjuang bersenjata seperti yang mereka inginkan. Mereka juga beranggapan bahwa yang dibutuhkan negara Indonesia pada saat itu ialah sebuah alat organisasi pertahanan yang bersifat nasional, sehingga mampu untuk menghadapi sekutu. Oleh sebab itulah, pada tanggal 26 Januari 1946 dikeluarkanlah ketetapan pemerintah tentang pembentukan Tentara Republik Indonesia
(TRI). 41 Sebagai hasil konsolidasi TKR Laut dan dikeluarkannya ketetapan baru no:6/S.D.1946 tentang TRI bagian perhubungan udara, kemudian dibentuk pula
41 Sebelumnya pada tanggal 1 Januari 1946 kata keamanan diganti dengan keselamatan, sehingga menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Selain itu nama kementrian keamanan diganti menjadi kementrian
pertahanan, Yahya Muhaimin, Perkembangan Militer Dalam Politik Di Indonesia 1945-1966, Yogjakarta, Gajahmada University Press, 1982, hal: 25-26.
Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI) pada tanggal 19 Juli 1946 dan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) 9 April 1946.
Ketika Belanda kembali melakukan agresi militernya, persoalan-persoalan seperti perbedaan strategi dalam menghadapi Belanda kembali muncul dan semakin meruncing. Selain itu, persoalan intern dalam tubuh TRI yang belum terselesaikan juga semakin bertambah dengan persoalan-persoalan hubungan antara organisasi tentara resmi dengan para laskar dengan berbagai ideologinya yang seringkali tidak searah dengan strategi dan orientasi militer. Sebagai solusinya pada tanggal 5 Mei 1947 dikeluarkanlah dekrit untuk membentuk Panitia Pembentukan Organisasi Tentara Nasional Indonesia, yang pada akhirnya menghasilkan sebuah ketetapan presiden tanggal 3 Juni 1947 tentang pembentukan Tentara Nasional Indonesia (TNI), dimana para anggotanya terdiri dari seluruh kekuatan bersenjata, termasuk laskar-laskar perjuangan rakyat.