BAB IV
ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK FARMASI DI INDONESIA DAN PENYELESAIAN SENGKETA DI
BIDANG FARMASI
A. Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Farmasi Obat ditinjau dari
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Pengaturan mengenai Perlindungan Konsumen di Indonesia sudah diatur di dalam UUPK. Pemakai produk farmasi dapat dikategorikan sebagai konsumen
dan pihak pembuat produk farmasi dapat dikategorikan sebagai produsen atau pelaku usaha yang masing-masing mempunyai hak dan kewajiban timbal balik
yang sudah diatur dalam UUPK. Pemakai produk farmasi dapat dikategorikan sebagai konsumen karena
sesuai dengan bunyi dari Pasal 1 angka 2 UUPK yang menyatakan bahwa, Konsumen adalah setiap orang pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam
masyrakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun mahluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Unsur-unsur konsumen dari pasal di atas, terdiri dari: 1.
Setiap orang; 2.
Pemakai barang danatau jasa yang tersedia dalam masyarakat; 3.
Baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain maupun mahluk hidup lain;
4. Tidak untuk diperdagangkan.
Universitas Sumatera Utara
Sesuai unsur-unsur dari pasal di atas, maka sudah jelas setiap orang yang memakai produk farmasi untuk kepentingan dirinya sendiri, keluarga dan orang
lain maupun mahluk hidup lain untuk keperluan pribadi serta tidak untuk diperdagangkan, sudah termasuk dalam kategori konsumen yang memiliki hak
dan kewajibannya sebagaimana yang telah diatur di dalam UUPK. Pelaku usahaprodusen penghasil produk farmasi dikategorikan sebagai
pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3 UUPK yang menyatakan bahwa, pelaku usaha adalah setiap orangperseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik
sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiata usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Unsur-unsur pelaku usaha dari pasal tersebut, terdiri dari: a.
Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum;
b. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum Republik Indonesia; c.
Sendiri atau bersama-sama melalui perjanjian; d.
Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi. Menurut unsur-unsur dari pasal di atas, pelaku usaha dapat berbentuk
badan hukum maupun bukan badan hukum, tapi sesuai dengan Permenkes, produsen produk farmasi wajib berbentuk badan hukum berupa Perseroan
Terbatas yang didirikan dan berkedudukan serta melakukan kegiatan dalam
Universitas Sumatera Utara
wilayah hukum Republik Indonesia baik sendiri atau bersama-sama menyelenggarakan kegiatan usaha, yakni kegiatan produksi dan penjualan produk
farmasi, maka produsen produk farmasi termasuk dalam pengertian Pelaku Usaha menurut ketentuan pasal di atas.
Produk farmasi dapat dikategorikan sebagai barang menurut Pasal 1 angka 4 UUPK yang menyatakan bahwa, barang adalah setiap benda baik berwujud
maupun tidak berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai,
dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen. Unsur-unsur dari pasal di atas, terdiri dari:
1 Setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud;
2 Bergerak maupun tidak bergerak;
3 Dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan;
4 Yang dapat diperdagangkan, dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh
konsumen. Sesuai dengan unsur-unsur dari pasal di tersebut, produk farmasi tergolong
barang menurut Pasal 1 angka 4 UUPK, karena sifatnya yang berwujud, bergerak, dapat dihabiskan, dapat diperdagangkan dan dimanfaatkan oleh konsumen untuk
kesehatan. Pemakai produk farmasi selaku konsumen menurut UUPK, sudah pasti
memiliki hak dan kewajibannya yang diatur dalam UUPK, sesuai dengan ketentuan dari Pasal 4 UUPK, yang dinyatakan bahwa, hak konsumen adalah:
Universitas Sumatera Utara
a hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi
barang danatau jasa; b
hak untuk memilih dan mendapatkan barang dan ataujasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
c hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang danatau jasa; d
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya, atas barang danatau jasa yang digunakan;
e hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan penyelesaian
sengketa perlindungan konsumen secara patut; f
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
h hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi danatau penggantian,
apabila barang danatau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
i hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya. Dari bunyi pasal tersebut, dapat dijabarkan satu persatu hak-hak konsumen
pemakai produk, yakni sebagai berikut: 1.
Hak atas keamanan dan keselamatan Hak atas keamanan dan keselamatan ini dimaksudkan untuk
menjamin keamanan dan keselamatan konsumen dari produk farmasi
Universitas Sumatera Utara
dalam penggunaan suatu produk farmasi yang diperolehnya, sehingga konsumen dapat terhindar dari kerugian fisik maupun psikis apabila
mengonsumsi suatu produk farmasi, 2.Hak untuk memilih dan mendapatkan barang;
Hak untuk memilih dan mendapatkan barang dimaksudkan untuk memberi kebebasan kepada konsumen produk farmasi atau obat untuk
memilih produk farmasi yang sesuai dengan kebutuhannya, tanpa ada tekanan luar terkecuali produk farmasi atau obat yang tidak dijual bebas
danatau memerlukan resep dari dokter. Hak memilih yang dimiliki konsumen ini hanya ada jika ada
alternatif pilihan dari jenis produk tertentu, karena jika suatu produk dikuasai secara monopoli oleh suatu produsen atau dengan kata lain tidak
ada pilihan lain baik barang maupun jasa, maka dengan sendirinya hak untuk memilih ini tidak akan berfungsi.
151
3.Hak atas informasi; Hak atas informasi ini sangat penting, karena tidak memadainya
informasi yang disampaikan kepada konsumen dapat juga merupakan salah satu bentuk cacat produk, yaitu yang dikenal dengan cacat industri
atau cacat karena informasi yang tidak memadai. Hak atas informasi yang jelas dan benar dimaksudkan agar konsumen dapat memperoleh gambaran
yang benar tentang suatu porduk, karena dengan informasi tersebut, konsumen dapat memilih produk yang diinginkansesuai dengan
151
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op.cit. hal. 42.
Universitas Sumatera Utara
kebutuhannya serta terhindar dari kerugian akibat kesalahan dalam penggunaan produk.
152
Informasi mengenai produk farmasi merupakan salah satu hak dari konsumen pemakai produk farmasi, diantaranya adalah mengenai manfaat
dari kegunaan produk, efek samping atas penggunaan produk, tanggal kadaluwarsa, komposisi produk, serta identitas dari produsen produk
farmasi tersebut. Bahkan ada beberapa produk yang mencantumkan harganya sebagai bentuk informasi untuk melindungi konsumen dari harga
produk yang tidak wajar. Informasi tersebut dapat disampaikan secara lisan, maupun secara
tertulis, baik yang dilakukan dengan mencantumkan kepada label yang melekat pada kemasan produk, maupun melalui iklan-iklan yang
disampaikan oleh produsen, baik melalui media cetak maupun media elektronik.
4.Hak untuk didengar; Hak untuk didengar ini merupakan hak dari konsumen agar tidak
dirugikan lebih lanjut atau hak untuk menghindarkan diri dari kerugian. Hak ini dapat berupa pertanyaan tentang berbagai hal yang berkaitan
dengan produk-produk tertentu apabila informasi yang diperoleh tentang produk tersebut kurang memadai ataukah berupa pengaduan atas adanya
kerugian yang dialami akibat penggunaan suatu produk, atau yang berupa pernyataanpendapat tentang suatu kebijakan pemerintah yang berkaitan
152
Ibid. hal. 41.
Universitas Sumatera Utara
dengan kepentingan konsumen. Hal ini disampaikan baik secara perseorangan, maupun secara kolektif, baik yang disampaikan secara
langsung maupun diwakili oleh suatu lembaga tertentu, misalnya melalui YLKI.
153
5.Hak untuk mendapatkan advokasi atau upaya penyelesaian hukum yang patut;
Hak ini tentu saja untuk melindungi kepentingan konsumen produk farmasi yang telah dirugikan baik secara fisik maupun psikis sebagai
akibat penggunaan produk farmasi, dengan melalui jalur hukum. Baik melalui jalur litigasi gugatan ke Pengadilan ataupun jalur non-litigasi
yang berupa melalui pengaduan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK danatau ganti rugi seketika oleh produsen atau pelaku
usaha. 6.Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
Hak untuk memperoleh pendidikan konsumen ini dimaksudkan agar konsumen produk farmasi memperoleh pengetahuan maupun
ketrampilan yang diperlukan agar dapat terhindar dari kerugian akibat penggunaan produk farmasi, karena dengan pendidikan tersebut,
konsumen akan dapat menjadi lebih teliti dan kritis dalam memilih produk yang dibutuhkan, jadi ini juga berhubungan dengan keselamatan dan
keamanan dari konsumen itu sendiri.
153
Ibid. hal . 44.
Universitas Sumatera Utara
7.Hak untuk diperlakukan secara jujur dan tidak diskriminatif; Sesuai dengan Penjelasan dari Pasal 4 huruf g UUPK yang
menyatakan bahwa, hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, budaya, daerah,
pendidikan, kaya, miskin, dan status sosial lainnya. Pada hakikatnya, setiap konsumen produk farmasi, berhak untuk
diperlakukan dengan benar dan jujur dalam mendapatkan suatu produk farmasi tanpa diperlakukan secara diskriminatif oleh para pelaku usaha
atau produsen dari suatu produk farmasi. 8.Hak untuk mendapat kompensasi atau ganti rugi;
Hak untuk mendapat kompensasi atau ganti rugi ini dimaksudkan untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak tidak seimbang
akibat dari penggunaan suatu produk farmasi yang tidak sesuai dengan harapan dari konsumen.
Hak ini sangat terkait dengan penggunaan produk farmasi yang telah merugikan konsumen, baik yang berupa kerugian materi maupun
kerugian yang menyangkut fisik sakit, cacat, bahkan kematian dari konsumen yang menggunakan produk farmasi tersebut.Hak ini supaya
dapat direalisasikan tentu saja harus bersamaan dengan penyelesaian sengketa konsumen baik melalui jalur litigasi maupun yang melalui jalur
non-litigasi. Kewajiban dari konsumen produk farmasi, sebagaimana yang telah diatur
dalam Pasal 5 UUPK, yang menyatakan bahwa, kewajiban konsumen adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang danatau jasa demi keamanan dan keselamatan; b.
beritikad baik dalam melakukan pembelian barang danatau jasa; c.
membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati; d.
mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.
Kewajiban-kewajiban dari konsumen produk farmasi dapat diuraikan sebagai berikut:
1]. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi;
Kewajiban bagi konsumen produk farmasi untuk membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan
produk farmasi demi keamanan dan keselamatan merupakan suatu hal yang sangat penting.
Adapun pentingnya kewajiban ini karena sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara jelas mengenai suatu produk, namun
konsumen tidak membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya. Dengan pengaturan kewajiban ini, memberi konsekuensi pelaku usaha
tidak bertanggung jawab, jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian akibat mengabaikan kewajiban tersebut.
Sebagai contoh, untuk penggunaan obat-obatan dari dokter atau berdasarkan etiket produk tersebut telah diberikan instruksi bahwa
pemakaiannya hanya dalam dosis tertentu, namun konsumen sendiri yang tidak mematuhi instruksi tersebut. Kesalahan konsumen dalam
Universitas Sumatera Utara
penggunaan produk farmasi, juga banyak terjadi pada penggunaan obat bebas obat tanpa resep. Walaupun obat bebas tersebut adalah obat yang
dinyatakan oleh para ahli aman dan manjur apabila digunakan sesuai petunjuk yang tertera pada label serta peringatannya, namun konsumen
harus menyadari bahwa mengobati diri sendiri dengan menggunakan obat bebas sesungguhnya bukanlah hal yang mudah, sederhana dan selalu
menguntungkan. Tanpa dibekali dengan pengetahuan yang memadai, tindakan tersebut dapat menyebabkan terjadinya ketidaktepatan
penggunaan obat, yang bukannya menyembuhkan tetapi justru memperparah penyakit, memperburuk kondisi tubuh atau menutupi gejala
yang sesungguhnya menjadi ciri utama penyakit yang lebih serius dan berbahaya.
154
2]. Beritikad baik dalam pembelian barang;
Meyangkut kewajiban konsumen produk farmasi beritikad baik hanya tertuju pada transaksi pembelian produk farmasi tersebut. Hal ini
tentu saja disebabkan karena bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen mulai pada saat melakukan transaksi dengan
produsen. Berbeda dengan pelaku usaha kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen dimulai sejak barang dirancangdiproduksi oleh produsen
atau pelaku usaha.
154
Rahmat, Hati-hati, Obat Bebas Bukan Tanpa Batas, Kompas, 28 September 1997 dalam Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Ibid. hal . 48.
Universitas Sumatera Utara
3]. Membayar sesuai dengan nilai yang telah disepakati;
Kewajiban konsumen produk farmasi untuk membayar sesuai dengan nilai tukar yang telah disepakati dengan pelaku usaha, adalah hal
yang sudah biasa dan sudah semestinya demikian. Kewajiban ini merupakan timbal balik hak dari pelaku usaha untuk mendapatkan
keuntungan dari hasil penjualan produk farmasi dimana konsumen diwajibkan untuk membayar sesuai dengan harga yang telah ditentukan
oleh pelaku usaha. 4].
Mengikuti upaya hukum penyelesaian sengketa konsumen secara patut; Kewajiban ini dimaksudkan untuk menyeimbangkan dengan hak
dari konsumen yang berhak untuk mendapat upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut dan berimbang dengan pelaku usaha.
Produsen produk farmasi, sebagai salah satu subjek dalam Hukum Perlindungan Konsumen, yaitu pelaku usaha, tentu saja juga mempunyai hak dan
kewajiban yang telah diatur dalam Pasal 6 dan Pasal 7 UUPK, hak pelaku usaha yang diatur dalam Pasal 6 UUPK, yang menyatakan bahwa, hak pelaku usaha
adalah: a].
hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan kondisi dan nilai tukar barang danatau jasa yang diperdagangkan;
b]. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang
beritikad tidak baik; c].
hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian sengeketa hukum konsumen;
Universitas Sumatera Utara
d]. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang danatau jasa yang diperdagangkan;
e]. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya. Berdasarkan bunyi Pasal 6 UUPK, dapat diuraikan mengenai hak-hak
produsen produk farmasi selaku pelaku usaha, antara lain: [1].
Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan dan nilai tukar barang;
Hak produsen produk farmasi untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan dan nilai tukar barang, menunjukkan bahwa produsen
farmasi memiliki hak untuk menerima pembayaran sebagai kontraprestasi atas produk farmasi yang telah diproduksi dan disalurkan ke konsumen,
mengingat bahwa produsen farmasi adalah badan usaha yang berusaha untuk mencari keuntungan atau profit, maka tentu keuntungan atas
penjualan produk farmasi menjadi tujuan dari produsen tersebut. [2].
Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari konsumen yang beritikad tidak baik;
Produsen farmasi mempunyai hak untuk mendapat perlindungan hukum, terutama dari konsumen yang beritikad tidak baik, yaitu konsumen
yang dalam melaksanakan kewajibannya sebagai konsumen tidak sesuai dengan itikad baik, yang kemudian menyalahkan produsen atas
kesalahannya sendiri dalam menggunakan produk tersebut.
Universitas Sumatera Utara
[3]. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
sengeketa; Hak ini dimaksudkan untuk melindungi kepentingan
produsenpelaku usaha farmasi dari perlindungan konsumen yang berlebihan sehingga mengabaikan kepentingan atau hak dari produsen
produk farmasi itu sendiri, jadi produsen produk farmasi yang tengah bersengketa dengan konsumennya baik itu melalui jalur litigasi maupun
jalur non-litigasi berhak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya sampai ada suatu putusan tentang sengketa tersebut.
[4]. Hak untuk rehabilitasi nama baik;
Hak ini dimaksudkan untuk melindungi dan memulihkan nama baik dari produsen atau pelaku usaha farmasi agar kembali mendapatkan
kepercayaan dari konsumen, bila dalam penyelesaian sengketa konsumen, terbukti bahwa kerugian baik fisik maupun psikis yang dialami oleh
konsumen pengguna produk farmasi bukan diakibatkan oleh pemakaian produk farmasi itu sendiri, melainkan faktor-faktor lainnya, seperti
pemakaian produk farmasi yang diluar anjuran pemakaian. [5].
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya; Hak-hak produsen atau pelaku usaha yang diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya, seperti Undang-Undang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang-Undang
Pangan, dan undang-undang lainnya. Berkenaan dengan berbagai undang- undang tersebut, maka harus diingat bahwa Undang-Undang Perlindungan
Universitas Sumatera Utara
Konsumen adalah payung bagi semua aturan lainnya berkenaan dengan perlindungan konsumen.
155
Selain dari hak produsen produk farmasi yang telah disebutkan diatas, tentu produsen produk farmasi juga mempunyai kewajiban yang harus dipenuhi
dalam melaksanakan kegiatan usahanya, sebagaimana yang telah diatur dalam Pasal 7 UUPK yang menyatakan bahwa kewajiban pelaku usaha adalah:
[a]. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
[b]. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan;
[c]. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif; [d].
menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangan berdasarkan ketentuan standar mutu barangdan atau jasa
yang berlaku; [e].
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau mencoba barang danatau jasa tertentu serta memberi jaminan danatau garansi atas
barang yang dibuat danatau diperdagangkan; [f].
memberi kompensasi, ganti rugi danatau penggantian apabila barang danatau jasa yang diterima atau dimanfaatkan konsumen tidak sesuai
dengan perjanjian.
155
Ibid. hal 51.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan bunyi dari Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen di atas, dapat diuraikan kewajiban produsen
produk farmasi sebagai berikut: 1.
Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; Kewajiban pelaku usaha beritikad baik dalam melakukan kegiatan
usaha merupakan salah satu asas yang dikenal dalam hukum perjanjian. Ketentuan tentang iktikad baik ini diatur dalam Pasal 1338 ayat 3
KUHPerdata yang menegaskan bahwa perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.
Dalam UUPK, pelaku usaha diwajibkan beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya, sedangkan bagi konsumen, diwajibkan
beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. Dalam UUPK tampak bahwa itikad baik lebih ditekankan pada
pelaku usaha, karena meliputi semua tahapan dalam melakukan kegiatan usahanya, sehingga dapat diartikan bahwa kewajiban pelaku usaha untuk
beritikad baik dimulai sejak barang dirancangproduksi sampai pada tahap purna penjualan, sebaliknya konsumen hanya diwajibkan beritikad baik
dalam melakukan transaksi pembelian barang danatau jasa. Hal ini tentu saja disebabkan karena kemungkinan terjadinya kerugian bagi konsumen
dimulai sejak barang dirancangproduksi oleh produsen pelaku usaha, sedangkan bagi konsumen, kemungkinan untuk dapat merugikan produsen
mulai pada saat melakukan transaksi dengan produsen.
156
156
Ibid. hal .54.
Universitas Sumatera Utara
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur;
Produsen produk farmasi, waijb untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan produk farmasi serta
memberikan penjelasan penggunaan suatu produk, disebabkan karena informasi disamping merupakan hak konsumen, juga karena ketiadaan
informasi atau informasi yang tidak memadai dari produsen atau pelaku usaha merupakan salah satu jenis cacat produk cacat informasi, yang
akan sangat merugikan konsumen. Penyampaian informasi yang benar terhadap konsumen mengenai suatu gambaran produk farmsi sangat
penting, agar konsumen tidak salah terhadap gambaran dan kegunaan terhadap suatu produk farmasi yang dapat berakibat kerugian bagi
konsumen yang salah dalam penggunaanya. 3.
Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
Penjelasan Pasal 7 huruf c UUPK yang menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang membeda-bedakan konsumen dalam memberikan
pelayanan. Pelaku usaha dilarang membeda-bedakan mutu pelayanan kepada konsumen.
Produsen produk farmasi dilarang untuk membedakan konsumen darti segi suku, agam, ras, dan etnis dalam memberikan pelayanan kepada
konsumennya, semua konsumen harus diperlakukan sama tanpa ada pembedaan.
Universitas Sumatera Utara
4. Menjamin mutu barangdan atau jasa yang diproduksi danatau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu; Produsen produk farmasi wajib untuk menjamin mutu produk
farmasi yang diproduksi danatau diperdagangkan setelah produk yang akan diproduksi danatau diperdagangkan tersebut telah mendapatkan izin
dari BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagai bentuk ketentuan standar mutu yang fungsinya untuk menjamin keamanan dan
keselamatan konsumen dalam mengonsumsi produk farmasi tersebut. 5.
Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji danatau mencoba barang danatua jasa tertentu;
Penjelasan Pasal 7 huruf e UUPK menyatakan bahwa, yang dimaksud dengan barang danatau jasa tertentu adalah barang yang dapat
diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian. Berdasarkan penjelasan tersebut, pelaku usaha hanya berkewajiban
untuk memberikan uji coba barang yang dapat diuji atau dicoba tanpa mengakibatkan kerusakan atau kerugian. Produk farmasi dikecualikan dari
kewajiban Pasal 7 huruf e UUPK ini, karena sifatnya yang habis jika digunakan dan membahayakan konsumen jika dikonsumsi tanpa tahu
akibat dan efek samping dari produk farmasi. Uji coba produk farmasi hanya dilakukan oleh peneliti di BPOM Badan Pengawas Obat dan
Makanan, jika uji coba obat tersebut dinyatakan berhasil, maka produk farmasi tersebut baru layak diproduksi dan diedarkan setelah mendapat
izin dari BPOM.
Universitas Sumatera Utara
6. Memberi kompensasi, ganti rugi, danatau penggantian;
Produsen atau pelaku usaha farmasi wajib untuk memberikan ganti rugi apabila konsumen menderita kerugian baik itu secara psikis maupun
fisik sebagai dampak dari mengonsumsi produk farmasi yang ternyata berbeda fungsinya dengan apa yang telah diperjanjikan. Ini merupakan
bentuk cacat produk sebagai akibat dari kelalaian produsen, sehingga merupakan pertanggungjawaban produsen untuk memberikan ganti rugi
kepada konsumen sebagai akibat dari kelalaiannya. Di samping hak dan kewajiban produsen produk farmasi, ada juga
beberapa hal yang dilarang bagi produsen produk farmasipelaku usaha, yang sudah diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 UUPK, akan tetapi tidak
semua ketentuan dari Pasal 8 sampai dengan Pasal 17 tersebut berkaitan dengan larangan bagi produsen produk farmasi.
Ketentuan mengenai larangan bagi pelaku usaha yang berkaitan dengan produsen produk farmasi antara lain: Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10 ,Pasal 12 dan Pasal
13 UUPK. Pasal 8 UUPK menyatakan bahwa: a.
Pelaku usaha dilarang memproduksi danatau memperdagangkan barang danatau jasa yang:
1. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan
dan ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan; 2.
tidak sesuai dengan berat bersih, isi berish atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket
barang tersebut;
Universitas Sumatera Utara
3. tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah dalah
hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; 4.
tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran sebagaimana dinyatakn dalam label, etiket, atau keterangan barang
danatau jasa tersebut; 5.
tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang danatau jasa tersebut; 6.
tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang danatau jasa tersebut;
7. tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa atau jangka waktu
penggunaanpemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu. Penjelasan Pasal 8 huruf g UUPK: Jangka waktu
penggunaanpemanfaatannya yang paling baik adalah terjemahan dari kata best before yang biasa digunakan dalam label produk makanan.
8. tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantukan dalam label; 9.
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang menuat nama barang, ukuran, beratisi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha, serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan
harus dipasangdibuat;
Universitas Sumatera Utara
10. tidak mencantumkan informasi danatau petunjuk penggunaan barang
dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau
bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap, dan benar atas barang yang dimaksud. Penjelasan Pasal 8 ayat 2 UUPK:
barang-barang yang dimaksud adalah barang-barang yang tidak membahayakan konsumen dan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. c.
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar. Penjelasan Pasal 8 ayat 3 UUPK: sediaan farmasi dan pangan yang dimaksud adalah yang membahayakan
konsumen menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. d.
Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat 1 dan ayat 2 dilarang memperdagangkan barang danatau jasa tersebut serta wajib
menariknya dari peredaran. Penjelasan Pasal 8 ayat 4 UUPK: menteri- menteri teknis berwenang menarik barang danatau jasa dari peredaran.
Larangan mengenai kelayakan produk, baik itu berupa barang danatau jasa pada dasarnya berhubungan erat dengan karakteristik dan sifat dari barang
danatau jasa yang diperdagangkan tersebut. Kelayakan produk tersebut merupakan “standar minimum” yang harus dipenuhi atau dimiliki oleh suatu
Universitas Sumatera Utara
barang danatau jasa tertentu sebelum barang danatau jasa tersebut dapat diperdagangkan untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas.
83
Ketentuan Pasal 8 UUPK merupakan satu-satunya ketentuan umum, yang berlaku secara general bagi kegiatan usaha dari para pelaku usaha pabrikan atau
distributor di negara Republik Indonesia.
84
Secara garis besar larangan yang dikenakan dalam Pasal 8 UUPK dapat dibagi ke dalam dua larangan pokok, yaitu:
85
1. Larangan mengenai produk itu sendiri, yang tidak memenuhi syarat dan
standar yang layak untuk dipergunakan atau dipakai atau dimanfaatkan oleh konsumen;
2. Larangan mengenai ketersediaan informasi yang tidak benar, dan tidak
akurat, yang menyesatkan konsumen. Dalam produksi dan peredaran produk farmasi, produsen produk farmasi
harus memenuhi ketentuan standar yang layak agar suatu produk farmasi dapat diproduksi dan diedarkan ke masyarakat. Standar kelayakan suatu produk farmasi
sudah ditentukan oleh BPOM Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. Jadi, setiap produk farmasi yang hendak diproduksi dan diedarkan oleh
produsen produk farmasi, wajib mendapat sertifikasi kelayakan dari BPOM sebagai penentu standar kelayakan produk farmasi di Indonesia.
Selain dari kewajiban untuk memproduksi produk farmasi yang hanya mendapat sertifikasi dari BPOM, produsen juga wajib untuk memberikan takaran
83
Abdul Halim Barkatulah, Hukum Perlindungan Konsumen: Kajian Teoritis dan Perkembangan Pemikiran, Bandung: Nusamedia,2008, hal. 41.
84
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op.cit. hal. 37.
85
Ibid, hal. 39.
Universitas Sumatera Utara
yang pas dan sesuai dengan apa yang dicantumkan pada label produk farmasi tersebut. Hal lain yang wajib untuk dicantumkan pada label produk farmasi adalah
kegunaan produk farmasi, efek samping, cara penggunaan dan tanggal kadaluarsa. Pencantuman informasi tersebut adalah wajib bagi produsen produk farmasi selain
informasi yang benar dan jujur dari produsen adalah hak bagi para konsumen. Pasal 9 UUPK juga menyatakan larangan lain bagi pelaku usaha, sebagai
berikut: a.
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatu barang danatau jasa secara tidak benar, danatau seolah-olah:
1}. barang tersebut telah memenuhi danatau memiliki potongan harga,
harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karateristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
2}. barang tersebut dalam keadaan baik danatau baru;
3}. barang danatau jasa tersebut telah mendapatkan danatau memiliki
sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau asesori tertentu;
4}. barang danatau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang
mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi; 5}.
barang danatau jasa tersebut tersedia; 6}.
barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi; 7}.
barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu; 8}.
barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
Universitas Sumatera Utara
9}. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang danatau
jasa lain; 10}.
menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko, atau efek sampingan tanpa
keterangan yang lengkap; 11}.
menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti. b.
Barang danatau jasa sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dilarang untuk diperdagangkan.
c. Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat 1 dilarang
melakukan penawaran, promosi, dan pengiklanan suatu barangdan atau jasa tersebut.
Memperhatikan substansi ketentuan Pasal 9 tersebut, pada intinya merupakan bentuk larangan yang tertuju pada “perilaku” produsen farmasi atau
pelaku usaha. Pasal 9 ini melarang bagi produsen produk farmasi “membohongi” konsumen seolah-olah bahwa produk farmasi yang diedarkan sudah mempunyai
standar yang layak, kegunaan yang mujarab tanpa efek samping, kata-kata yang berlebihan seperti “aman, tidak beresiko, tanpa efek samping, dibuat dari bahan
alami” tanpa keterangan yang lengkap. Intinya bahwa produsen produk farmasi diwajibkan untuk jujur dalam berusaha dan tidak membohongi konsumen dengan
produk yang seolah-olah sudah memenuhi standar kelayakan untuk diproduksi dan diedarkan.
Larangan terhadap pelaku usaha tersebut dalam Pasal 9 UUPK, membawa akibat bahwa pelanggaran atas larangan tersebut dikualifikasi sebagai perbuatan
Universitas Sumatera Utara
melanggar hukum. Tujuan dari pengaturan ini menurut Nurmadjito adalah mengupayakan terciptanya tertib perdagangan dalam rangka mencipatkan iklim
usaha yang sehat. Ketertiban tersebut sebagai bentuk perlindungan konsumen, karena larangan itu memastikan bahwa produk yang diperjual belikan dalam
masyarakat dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum. Seperti praktek menyesatkan pada saat menawarkan, mempromosikan, mengiklankan,
memperdagangkan atau mengedarkan produk barang danatau jasa yang palsu, atau hasil dari suatu kegiatan pembajakan.
86
Dalam Pasal 10 UUPK, diatur larangan lainnya bagi produsen produk farmasi atau pelaku usaha, yang dinyatakan bahwa, pelaku usaha dalam
menawarkan barang danatau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai: a}.
Harga atau tarif suatu barang danatau jasa; b}.
Kegunaan suatu barang danatau jasa; c}.
Kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi atas suatu barang danatau jasa;
d}. Tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e}. Bahaya penggunaan barang danatau jasa.”
Sama dengan ketentuan Pasal 9 yang diuraikan sebelumnya, Pasal 10 juga menyangkut larangan yang tertuju pada “perilaku” produsen produk farmasi atau
pelaku usaha yang tujuannya mengupayakan adanya perdagangan yang tertib dan
86
Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op.cit. hal. 91.
Universitas Sumatera Utara
iklim usaha yang sehat guna memastikan produk farmasi yang diedarkan dalam masyarakat dilakukan dengan cara tidak melanggar hukum. Demikian pula,
karena ketentuan Pasal 10 di atas berisi larangan menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar atau menyesatkan
terhadap barang danatau jasa tertentu, maka secara otomatis larangan dalam Pasal 10 juga menyangkut persoalan larangan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 9.
Selain adanya larangan-larangan bagi produsen produk farmasi yang diatur dalam UUPK, juga terdapat aturan mengenai tanggung jawab pelaku usaha dalam
hal ini produsen produk farmasi. Pasal 19 UUPK menyatakan bahwa tanggung jawab pelaku usaha adalah
sebagai berikut: {1}.
Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
{2}. Ganti rugi sebagaimana yang dimaksud ayat 1 dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan danatau pemberian
santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
{3}. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 tujuh
hari setelah tanggal transaksi.
Universitas Sumatera Utara
{4}. Pemberian ganti rugi sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1 dan
ayat 2 tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur
kesalahan. {5}.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan
tersebut merupakan kesalahan konsumen. Memperhatikan Pasal 19 ayat 1 dapat diketahui bahwa tanggung jawab
produsen produk farmasi, selaku pelaku usaha meliputi: {a}.
Tanggung jawab ganti kerugian atas kerusakan; {b}.
Tanggung jawab ganti kerugian atas pencemaran; dan {c}.
Tanggung jawab ganti kerugian atas kerugian konsumen. Inti dari Pasal 19 UUPK ini adalah jika konsumen produk farmasi
menderita kerugian akibat terjadinya kerusakan, pencemaran, atau kerugian finansial dan kesehatan karena mengonsumsi produk farmasi yang
diperdagangkan, produsen produk farmasi sebagai pelaku usaha wajib memberi penggantian kerugian, baik dalam bentuk pengembalian uang, penggantian produk
atau barang, perawatan maupun dengan pemberian santunan. Penggantian kerugian itu dilakukan dalam waktu paling lama 7 tujuh hari setelah tanggal
transaksi.
87
Dengan demikian, ketentuan ini tidak memaksudkan supaya sengketa konsumen diselesaikan melalui pengadilan, tetapi merupakan kewajiban mutlak
87
Janus Sidabalok, Op.cit. hal 96.
Universitas Sumatera Utara
bagi produsen untuk memberi penggantian kepada konsumen, kewajiban yang harus dipenuhi seketika. Namun demikian, dengan memperhatikan Pasal 19 ayat
5 maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud di sini adalah kalau kesalahan tidak pada konsumen. Jika sebaliknya kesalahan terdapat pada konsumen, maka
produsen dibebaskan dari tanggung jawab tersebut.
88
Pasal lainnya yang berkaitan dengan produsen produk farmasi dan konsumennya adalah Pasal 22, 23, 27 dan 28. Pasal 22 UUPK menyatakan bahwa,
pembuktian terhadap ada tidaknya unsur kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 4, Pasal 20 dan Pasal 21 merupakan
beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian. Penjelasan Pasal 22 UUPK: ketentuan ini
dimaksudkan untuk menerapkan sistem beban pembuktian terbalik. Pasal 22 ini mempersoalkan tentang segi pidana dari masalah pelanggaran
Pasal 19, Pasal 20 dan Pasal 21, di mana pembuktian unsur kesalahan pada perkara pidana itu dibebankan pada produsen produk farmasi danatau jaksa.
Pasal 23 UUPK menyatakankan bahwa, pelaku usaha yang menolak danatau tidak memberi tanggapan danatau tidak memenuhi ganti rugi atas
tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat 1, ayat 2, ayat 3, dan ayat 4, dapat digugat melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
atau mengajukan ke badan pengadilan di tempat kedudukan konsumen. Pasal 23 merupakan salah satu pasal yang tampaknya diselipkan secara
spesifik, khusus mengatur hak konsumen untuk menggugat pelaku usaha yang
88
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
menolak, danatau tidak memberi tanggapan, danatau tidak memenuhi ganti rugi atas tuntutan konsumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, baik melalui
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, maupun dengan mengajukannya ke badan peradilan di tempat kedudukan konsumen.
89
Pasal 27 UUPK, merupakan pasal “penolong: bagi produsen produk farmasi atau pelaku usaha, yang melepaskannya dari tanggung jawab untuk
memberikan ganti rugi kepada konsumen. Pasal 27 UUPK menyatakan bahwa, pelaku usaha yang memproduksi
barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen, apabila:
1. barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tida dimaksudkan
untuk diedarkan; 2.
cacat barang timbul pada kemudian hari; Penjelasan Pasal 27 huruf b UUPK: cacat timbul di kemudian hari adalah sesudah tanggal yang
mendapat jaminan dari pelaku usaha sebagaimana yang diperjanjikan, baik tertulis maupun lisan.
3. cacat timbul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang;
Penjelasan Pasal 27 huruf c UUPK: yang dimaksud dengan kualifikasi barang adalah ketentuan standarisasi yang telah ditetapkan pemerintah
berdasarkan kesepakatan semua pihak. 4.
kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen;
89
Gunawan Widjaja Ahmad Yani, Op.cit. hal. 70.
Universitas Sumatera Utara
5. lewatnya jangka waktu penuntutan 4 empat tahun sejak barang dibeli
atau lewatnya jangka waktu yang diperjanjikan. Penjelasan Pasal 27 huruf
e UUPK: Jangka waktu yang diperjanjikan itu adalah masa garansi. Pasal 27 UUPK ini mengatur kemungkinan-kemungkinan pembebasan
pelaku usaha dari pertanggungjawaban, yaitu karena faktor-faktor pencurian, cacat yang timbul dikemudian hari, kesalahan konsumen, kadaluwarsa hak untuk
menuntut.
90
Pasal lainnya yang berkaitan dengan Perlindungan Konsumen di bidang Farmasi adalah Pasal 28 UUPK yang menyatakan bahwa, pembuktian terhadap
ada tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 merupakan beban dan tanggung jawab
pelaku usaha. Pasal 28 ini menentukan bahwa beban pembuktian berada di tangan
produsen pelaku usaha. Inilah prinsip pembuktian terbalik, jadi setiap produsen atau pelaku usaha yang dapat membuktikan bahwa kesalahan yang timbul dalam
sengketa konsumen bukan merupakan kesalahannya, maka dapat dibebaskan dari pertanggungjawaban untuk memberikan ganti rugi kepada konsumen.
Hal-hal yang harus dibuktikan oleh produsen atau pelaku usaha agar dapat bebas dari pertanggungjawaban atas kerugian yang diderita oleh konsumen ialah
dengan membuktikan hal-hal yang telah disebut dalam Pasal 27 UUPK, yaitu karena faktor-faktor pencurian, cacat yang timbul dikemudian hari, kesalahan
konsumen dan kadaluwarsa hak untuk menuntut.
90
Janus Sidabalok, Op.cit. hal. 100.
Universitas Sumatera Utara
B. Penyelesaian Sengketa Konsumen.