D. Syarat Yang Harus Dipenuhi Oleh Produk Farmasi Agar Dapat
Diedarkan.
Salah satu dari hak konsumen adalah hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang danatau jasa dan salah satu kewajiban
dari pelaku usaha adalah menjamin mutu barang danatau jasa yang diproduksi danatau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standard mutu barang danatau
jasa yang berlaku, oleh karena itu guna menjamin tercapainya hak konsumen tersebut dalam mengonsumsi produk farmasi obat, industri farmasi selaku
pelaku usaha wajib untuk menjaga standard mutu produk yang dihasilkannya berdasarkan ketentuan yang sudah berlaku.
Suatu produk farmasi obat yang hendak diproduksi oleh suatu Industri Farmasi, wajib mendapat persetujuan atau sertifikasi dari BPOM Badan
Pengawas Obat dan Makanan agar dapat diproduksi dan diedarkan di masyarakat sebagai bentuk pengawasan dari pemerintah terhadap keamanan konsumen dalam
mengonsumsi obat yang bersangkutan. Sertifikat yang sudah dikeluarkan oleh BPOM, hanya berlaku untuk
jangka waktu lima tahun selama industri farmasi yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan. Masalah jangka waktu sertifikasi ini diatur dalam Pasal 13 Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
Nomor. HK.04.1.33.12.11.09947 Tahun 2011 tentang Tata Cara Sertifikasi Cara Pembuatan Obat Yang Baik.
CPOB Cara Pembuatan Obat yang Baik, merupakan suatu pedoman yang harus diterapkan dalam seluruh rangkaian proses di industri farmasi dalam
Universitas Sumatera Utara
pembuatan obat jadi, sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 43MenkesSKII1988 tentang Cara Pembuatan Obat yang
Baik. Pedoman CPOB bertujuan untuk menghasilkan produk obat yang senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi menyebabkan
perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep dan persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu
ke waktu mengikuti perkembangan teknologi dibidang farmasi. Pedoman CPOB merupakan suatu pedoman bagi industri farmasi
mengenai semua aspek-aspek dalam suatu industri farmasi untuk menjamin mutu obat jadi. Pedoman CPOB tahun 2006, meliputi 12 aspek antara lain: ketentuan
umum, personalia, bangunan dan fasilitas, peralatan, sanitasi dan higiene, produksi,pengawasan mutu, inspeksi diri, penanganan terhadap keluhan dan
penarikan kembali obat dan obat kembalian, dokumentasi, pembuatan dan analisa berdasarkan kontrak, kulifikasi dan validasi.
140
Menurut CPOB, setiap Industri Farmasi yang hendak memproduksi suatu obat, wajib untuk mendaftarkan obat yang hendak diproduksi ke BPOM Badan
Pengawas Obat dan Makanan terkait dengan komposisi dan tata cara pembuatan obat sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh BPOM. Obat tersebut
hanya boleh diproduksi dan diedarkan jika contoh dari obat yang telah didaftarkan ke BPOM tersebut sudah mendapat sertifikasi CPOB dari BPOM, dengan arti
140
http:rizkaemel.blogdetik.com20130420cara-pembuatan-obat-yang-baik-cpob, diakses pada tanggal 11 Februari 2014, pukul 13.46 WIB.
Universitas Sumatera Utara
bahwa obat yang hendak diproduksi tersebut sudah memenuhi standard mutu dan keamanan yang ditentukan oleh BPOM agar tidak membahayakan konsumen yang
akan mengonsumsi obat tersebut jika sudah diedarkan.
141
Suatu produk farmasi atau obat yang tidak mendapat sertifikasi CPOB dari BPOM, atau yang belum pernah dicoba untuk didaftarkan, tidak boleh diproduksi
terlebih dipasarkan ke masyarakat karena standard mutu dan keamanannya belum dijamin oleh BPOM, yang berarti obat tersebut belum terjamin aman bagi para
konsumen yang akan mengonsumsinya, serta bagi Industri Farmasi yang mencoba memproduksi dan terlebih memasarkan obat yang belum mendapat sertifikasi
CPOB dari BPOM, bisa terancam sanksi adminsitratif berupa peringatan, pencabutan izin usaha, izin pembuatan obat, dan juga izin pencabutan kerja
Apoteker bagi Apoteker penanggung jawab bagian produksi. Selain sanksi administratif, juga dapat dikenakan sanksi pidana berupa denda dan hukuman
penjara bagi pihak yang bertanggung jawab, yakni Apoteker dari perusahaan dan Direkturnya.
142
CPOB juga tidak hanya terbatas pada komposisi dan tata cara pembuatan dari obat saja, tetapi juga mengenai kelengkapan dan kelayakan mesin produksi,
kebersihan dan kelayakan sarana produksi: seperti kualitas air yang harus memenuhi standard yang telah ditentukan oleh BPOM, kebersihan ruangan
produksi, suhu ruangan produksi agar sterilitas produk yang dihasilkan tetap terjaga kualitasnya, kualitas sirkulasi udara, penambahan gudang, kebersihan
141
Hasil wawancara dengan Amiruddin Pinem, HRD Manager PT. Mutiara Mukti Farma Medan, pada tanggal 10 Februari 2014.
142
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pekerja yang berkerja, serta faktor-faktor lainnya yang menunjang dalam proses produksi obat tersebut.
143
Pelabelan kemasan dan katalog pada obat-obatan juga wajib dicantumkan dalam bahasa Indonesia. Ketentuan pelabelan ini juga mencakup semua obat-
obatan yang diproduksi dalam negeri maupun obat-obatan yang diimpor dari luar negeri. UUPK juga sudah mengatur hal ini secara tegas dimana UUPK
mewajibkan produsenpelaku usaha untuk mencantumkan label pada produk yang mereka produksi danatau edarkan dalam label yang berbahasa Indonesia.
Pencantuman label berbahasa Indonesia pada obat-obatan juga merupakan hak dari konsumen, yaitu hak untuk mendapatkan informasi yang terang dan
benar, karena dikhawatirkan jika tidak dicantumkan dalam bahasa Indonesia, banyak masyarakat Indonesia yang tak paham dengan bahasa asing, seperti bahasa
Inggris, yang dapat mengakibatkan kesalahpahaman konsumen dalam memahami informasi tentang suatu produk obat-obatan.
Permendag No. 62M-DAGPER122009 jo. No. 22M-DAGPER52010 tentang Kewajiban Pencantuman Label Pada Barang menyatakan bahwa setiap
pelaku usaha yang memproduksi atau mengimpor barang untuk diperdagangkan di pasar dalam negeri mencantumkan label dalam Bahasa Indonesia. Dan kebijakan
ini berlaku sejak 1 September 2010. Untuk yang telah teraktivasi, tapi label tersebut belum memenuhi persyaratan yang ditentukan, produsen atau importir
harus melakukan penyesuaian label secara benar dan bertahap paling lama enam bulan. Jika dalam tempo waktu enam bulan tidak dilakukan perubahan pada
143
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
pelabelan obat-obatan tersebut, maka obat-obatan tersebut akan ditarik dan dimusnahkan izin beredarnya.
E. Tata Cara Penentuan Harga Produk Farmasi Sebagai Bentuk