Tata Cara Penentuan Harga Produk Farmasi Sebagai Bentuk

pelabelan obat-obatan tersebut, maka obat-obatan tersebut akan ditarik dan dimusnahkan izin beredarnya.

E. Tata Cara Penentuan Harga Produk Farmasi Sebagai Bentuk

Perlindungan Konsumen. Menurut Pasal 4 huruf b, salah satu hak konsumen adalah untuk memilih dan mendapatkan barang danatau jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan. Mendapatkan barang danatau jasa sesuai dengan nilai tukar, diartikan untuk melindungi konsumen dari harga barang danatau jasa yang tidak wajar. Karena dalam keadaan tertentu konsumen dapat saja membayar yang jauh lebih tinggi daripada kegunaan atau kualitas dan kuantitas barang danatau jasa yang diperolehnya. 144 Penegakan hak konsumen ini didukung pula oleh ketentuan dalam Pasal 5 ayat 1 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ketentuan di dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat UULMPUTS, dinyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama. Sedangkan Pasal 6 UULMPUTS menyatakan bahwa, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang satu harus membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama. 144 Ahmadi Miru Sutarman Yodo, Op.cit, hal. 45. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan aturan-aturan yang telah disebutkan sebelumnya, jelas bahwa pemerintah berusaha untuk menegakkan dan menjaga hak konsumen pada bidang pembayaran barang dan atau jasa yang akan dibeli konsumen agar sesuai dan seimbang dengan harga dan produk yang diterima oleh konsumen. Dalam bidang Farmasi, konsumen tentunya juga mempunyai hak yang sama dalam masalah pembayaran produk sebagaimana hak konsumen tentang pembayaran produk di bidang lainnya, yaitu hak untuk mendapatkan harga yang wajar sesuai dengan produk yang ia dapatkan. Salah satu contohnya ialah mendapatkan harga obat yang sesuai dan wajar dengan harga dan fungsinya. Obat merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang memegang peranan penting didalam proses penyembuhan satu penyakit. Fungsi pelayanan kesehatan dapat dipandang dari sudut sosial, etika dan bisnis. Sementara itu pelayanan kesehatan di Indonesia telah jauh ter-intervensi oleh bisnis sehingga fungsi sosialnya diabaikan sama sekali. 145 Sedemikian jauh intervensi bisnis dalam pelayanan kesehatan sehingga harga obat melambung tinggi mahal harganya dan juga harga yang tidak wajar. Mahal dan ketidak wajaran harga obat di Indonesia dirasakan sekali oleh mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan sebab disamping penghasilan rendah mereka mengeluarkan uang untuk menebus obat dari kantong-kantong mereka masing-masing. 146 Masyarakat yang berpenghasilan tinggi, harga obat bukan dipermasalahkan, yang perlu adalah manfaat dari obat disamping kebanyakan masyarakat yang sudah mampu, sudah mempunyai tanggungan asuransi, jadi 145 Mangku Sitepoe, Op.cit, hal. 13. 146 Ibid. Universitas Sumatera Utara bukan mereka yang membayar obat tersebut, tetapi pihak asuransi. Mengingat Indonesia merupakan negara yang berkembang, negara yang pendapatan per kapitanya belum setinggi negara-negara maju, kebanyakan masyarakatnya pasti mempunyai penghasilan yang rendah, dimana akan sangat sulit bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah untuk menebus harga obat yang tidak wajar atau terlampau mahal tersebut. Penggolongan obat dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu obat paten dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan dan memiliki waktu paten tertentu tergantung jenis obatnya. Perusahaan farmasi yang memiliki hak paten tersebut dapat memproduksi obat itu secara eksklusif hingga masa patennya habis. Menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Jika masa paten obat tersebut habis, maka obat tersebut berganti menjadi golongan obat generik. Obat generik memiliki harga yang lebih murah dibandingkan obat paten karena tidak adanya biaya penelitian yang dibebankan kepada harga jual sedangkan pada harga obat paten terdapat biaya penelitian dan promosi obat tersebut. 147 Pemerintah telah melaksanakan perlindungan terhadap masyarakat yang berpenghasilan rendah terhadap harga obat yang tidak wajar dengan cara membuat kebijakan obat generik. Obat generik merupakan bentuk dari respon pemerintah dalam mengantisipasi harga obat yang tidak wajar dan harga obat yang tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah di Indonesia sejak tahun 1980. Demi terlaksananya penggunaan obat generik, maka dibuatlah 147 http:outlet-obat.blogspot.com201205obat-generik.html, diakses tanggal 15 Februari 2014 pukul 15.05 WIB. Universitas Sumatera Utara landasan hukum untuk pengawasan penggunaan obat generik, yaitu Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 085MenkesPerI1989 yang mewajibkan penulisan resep dan penggunaan obat generik di fasilitas kesehatan pemerintah. Obat Generik Berlogo OGB diluncurkan pada tahun 1991 oleh pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah ke bawah akan obat. Jenis obat ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional DOEN yang merupakan obat esensial untuk penyakit tertentu. Harga obat generik dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat. Oleh karena itu, sejak tahun 1985 pemerintah menetapkan penggunaan obat generik pada fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah. Harga obat generik bisa ditekan karena obat generik hanya berisi zat yang dikandungnya dan dijual dalam kemasan dengan jumlah besar, sehingga tidak diperlukan biaya kemasan dan biaya iklan dalam pemasarannya. Proporsi biaya iklan obat dapat mencapai 20-30, sehingga biaya iklan obat akan mempengaruhi harga obat secara signifikan. Mengingat obat merupakan komponen terbesar dalam pelayanan kesehatan, peningkatan pemanfaatan obat generik akan memperluas akses terhadap pelayanan kesehatan terutama bagi masyarakat yang berpenghasilan rendah. 148 Khusus obat paten, harganya tidak diatur secara spesifik oleh pemerintah. Setiap pelaku usaha obat paten berhak untuk menentukan sendiri harga obat yang 148 http:nuranimahabbah.wordpress.com20110406obat-generik, diakses pada tanggal 15 Februari 2014 pukul 15.33 WIB. Universitas Sumatera Utara mereka produksi untuk dijual di pasaran. Obat paten jauh lebih mahal daripada obat generik disebabkan oleh beberapa hal, antara lain: 149 1. Adanya pajak yang harus dibayar oleh pelaku usaha atas produksi dan pendistribusian obat tersebut. 2. Pelaku usaha harus menanggung biaya promosi dalam mendistribusikan obat tersebut ke pasaran. 3. Pelaku usaha juga harus menanggung biaya distribusi, seperti biaya pengangkutan, pengiriman, dan sebagainya. 4. Obat paten tidak disubsidi oleh pemerintah layaknya obat generik, dan pelaku usaha yang cenderung ingin mendapatkan keuntungan dari penjualan obat tersebut, tidak seperti obat generik yang dapat dijual rugi. a. Tata cara penentuan harga pada obat paten adalah sebagai berikut: 150 a. Harga Pokok Produksi HPP atau Cost of Goods Manufacture COGM HPP = Raw Material + Packaging Material + Direct Labor + Over Head + Fix Burden Dalam industri farmasi, biaya bahan baku zat aktif dan bahan pengisi dan bahan pengemas sekitar 70-80 ; biaya tenaga kerja langsung sekitar 5-10 ; dan biaya tambahan biaya penyusutan, biaya energi, biaya bahan bakar, biaya telepon, biaya perawatan, biaya pelatihan, biaya onderdil sekitar 15-20 dari HPP. 149 Hasil wawancara dengan Hidayat Nur, Sales Manager PT. Mutiara Mukti Farma Medan, tanggal 10 Februari 2014. 150 http:hilalisme.wordpress.com20121221rahasia-mahalnya-harga-obat, diakses pada tanggal 15 Februari 2014 pukul 15.50 WIB. Universitas Sumatera Utara b. Harga Jual Pabrik HJP atau Cost of Goods Sales COGS HJP = HPP + Biaya Pemasaran + Biaya Administrasi + Biaya Manajemen + Pajak + Keuntungan + Lisensi c. Harga Netto Apotek HNA HNA = HJP + Biaya Distribusi HNA + PPN = Harga jual pabrik obat danatau PBF kepada apotek dan rumah sakit harga patokan tertinggi Kepmenkes 922012 tentang HET Obat Generik Tahun 2012 d. Harga Eceran Tertinggi HET HET = HNA + Pajak Pertambahan Nilai PPN 10 + Margin apotek 25 Kepmenkes 692006 tentang Pencantuman HET pada Label Obat HET adalah harga jual tertinggi di apotek, rumah sakit, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang berlaku untuk seluruh Indonesia Kepmenkes 922012 tentang HET Obat Generik Tahun 2012. HNA ≤ 74 HET Kepmenkes 922012 tentang HET Obat Generik Tahun 2012. e. Harga Jual Apotek HJA Besarnya HJA kepada pasien tidak boleh lebih tinggi dari HET. Secara garis besar, cara untuk menentukan HJA menggunakan rumus sebagai berikut: HJA = {HNA + PPN} x I + E + T I = Indeks berkisar 1,1-1,25 E = Embalase harga barang yang tidak termasuk obat, misalnya plastik, salinan resep Universitas Sumatera Utara T = Tuslah Berdasarkan uraian di atas, dapat diperhatikan bahwa sekiranya pemerintah juga sudah melindungi masyarakat dari harga obat paten yang terlalu tinggi atau tidak wajar dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi Pada Label Obat. Pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi Pada Label Obat, ditetapkan bahwa dalam jangka waktu 6 enam bulan sejak peraturan ini ditetapkan, pabrik obat atau industri farmasi wajib mencantumkan Harga Eceran Tertinggi HET pada label obat yang diproduksi serta bagi Apotik dan Pedagang Besar Farmasi masih boleh menjual obat yang tidak dicantumkan label Harga Eceran Tertinggi dalam jangka waktu 6 enam bulan sejak peraturan ini ditetapkan. Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi Pada Label Obat, tidak ditentukan secara tegas sanksi terhadap obat yang tidak mencantumkan label HET, tetapi dapat disimpulkan bahwa dalam jangka waktu 6 enam bulan sejak ditetapkannya Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 2006 tentang Pencantuman Harga Eceran Tertinggi Pada Label Obat tersebut, setiap obat yang tidak berlabelkan HET dilarang untuk diedarkan karena tidak memenuhi hak konsumen sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 huruf b dan Pasal 4 huruf c UUPK yang sebagian isinya mengatur tentang hak konsumen Universitas Sumatera Utara yaitu hak untuk memilih dan mendapatkan barang danatau jasa sesuai dengan nilai tukar dan hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa ,yang mana ketentuan pencantuman HET juga merupakan bentuk dari pelaksanaan Pasal 7 huruf b UUPK yang menyebutkan bahwa pelaku usaha berkewajiban memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang danatau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Pencantuman HET juga merupakan bentuk dari pelaksanaan Pasal 8 UUPK, yaitu ketentuan yang mengatur hal-hal yang dilarang bagi para pelaku usaha, diantaranya kewajiban untuk mencamtukan label yang berkaitan dengan barang danatau jasa yang dijual, dalam hal ini pencantuman HET pada label obat. Sanksi yang dapat dijatuhkan kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 8 UUPK tersebut, sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 60- 63 UUPK, antara lain; sanksi administratif dan sanksi pidana. Sedangkan untuk penyelesaian secara perdata, konsumen yang merasa dirugikan karena tidak dicantumkannya HET pada label obat, dapat menempuh upaya sebagai berikut: 1 Konsumen dapat menanyakan langsung kepada pelaku usaha terhadap selisih harga yang dijual dengan HET yang tercantum pada label obat. 2 Konsumen dapat mengadu langsung ke instansi terkait untuk menanyakan tentang kondisi yang telah ditemukan. 3 Jika hal ini tidak dapat respon yang positif maka konsumen dapat mengajukan gugatan baik secara langsung ke Pengadilan Negeri ataupun ke lembaga arbitrase konsumen yakni Badan Penyelesaian Sengketa Universitas Sumatera Utara Konsumen BPSK setempat. Ataupun dapat mewakilkan gugatannya kepada Yayasan Lembaga Konsumen setempat. Universitas Sumatera Utara BAB IV ASPEK HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK FARMASI DI INDONESIA DAN PENYELESAIAN SENGKETA DI BIDANG FARMASI

A. Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Farmasi Obat ditinjau dari