Pengertian Sengketa Konsumen. Penyelesaian Sengketa Konsumen.

B. Penyelesaian Sengketa Konsumen.

1. Pengertian Sengketa Konsumen.

Aktivitas ekonomi dirasakan hidup bila tercipta suasana yang mendukung kelancaran arus produksi barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Globalisasi ekonomi ditandai dengan perdagangan bebas belum banyak memberikan perbaikan ekonomi Indonesia. Anggapan bahwa perdagangan bebas menguntungkan konsumen dalam bentuk mutu dan harga barang, barangkali masih merupakan mitos yang diciptakan untuk mempertahankan dominasi perusahaan atau produsen atas konsumen dalam sistem ini. 91 Suasana yang tidak kondusif, tertib dan lancar lagi antara konsumen dengan pelaku usaha yang menjadi sumber dari sengketa konsumen. Sidharta berpendapat, sengketa konsumen adalah sengketa berkenaa dengan pelanggaran hak-hak konsumen. Lingkupnya mencakup semua segi hukum, baik keperdataan, pidana maupun tata usaha negara. Oleh karena itu tidak digunakan istilah “sengketa transaksi konsumen” karena yang terakhir ini berkesan lebih sempit yang hanya mencakup aspek hukum keperdataan. 92 Ada beberapa kata kunci untuk memahami pengertian “sengketa konsumen” dalam kerangka UUPK dengan menggunakan metode penafsiran. 93 Pertama, batasan konsumen dan pelaku usaha menurut UUPK. Konsumen dipastikan setiap orang atau individu pemakai barang danatau jasa untuk keperluan sendiri, keluarga atau pihak lain. Perlindungan yang diberikan UUPK 91 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.cit. hal. 175. 92 Shidarta, Hukum Op.cit. hal. 165. 93 Yusuf Shofie, Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 121. Universitas Sumatera Utara tak hanya pada konsumen secara individu, tetapi juga di perluas pada mahluk hidup lain. Contoh mahluk hidup lain ini, yaitu binatang peliharaan seperti ikan, ayam, kucing, anjing, burung dan sebagainya. Batasan konsumen menurut UUPK ini tidak diperluas individu pihak ketiga bystander yang dirugikan atau menjadi korban akibat penggunaan atau pemanfaatan suatu produk barang atau jasa. Investor, tanpa memperhatikan besar kecilnya modal liquid dan nonliquid yang ditanamkan serta instrument-instrumen investasi yang digunakan, bukanlah konsumen karena motif untuk mendapatkan keuntungan tertentu berupa uang danatau yang dapat dipersamakan dengan itu tak dapatlah termasuk kategori barang danatau jasa yang dimaksudkan UUPK. 94 Yang sangat asasi, UUPK tidak mengakui badan hukum, seperti yayasan dan perseroan terbatas sebagai konsumen. Jika saja badan hukum diakui sebagai konsumen menurut UUPK, esensi perlindungan hukum yang diberikan Undang- Undang Perlindungan Konsumen menjadi kabur. Masih sering dijumpai pernyataan sebagian pelaku usaha yang merasa berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum berdasarkan Undang-Undang Perlindunga Konsumen, padahal yang terjadi sebenarnya sengketa di antara mereka sendiri sesame pelaku usaha. Sering argumentasi yang dikemukakan, yaitu mereka telah membeli atau melakukan pembayaran, misalnya sengketa pengiriman barang komoditas dagang yang diasuransikan, ternyata tak dibayar klaim ganti ruginya oleh perusahaan asuransi, ketika barang tersebut rusak atau tenggelam akibat kerusakan atau tenggelamnya kapal pengangkut. Contoh lain, pembelian sejumlah besar telur 94 Ibid. hal 122. Universitas Sumatera Utara untuk kepentingan pembuatan kue-kue yang akan diperjualbelikan, ternyata sebagian pecah pada waktu pengangkutan. Apa yang dikatakan sebagai konsumen di sana sebenarnya adalah konsumen antara. Sengketa-sengketa itu bukanlah sengketa konsumen. Perlindungan hukum yang diberikan UUPK hanya berhak bagi individu konsumen akhir end users. Kedua, batasan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen pada Pasal 1 angka 11 UUPK menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan “sengketa konsumen”, yaitu: sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Pelaku usaha di situ, yaitu: 1 Setiap orang atau individu; 2 Badan usaha yang berbadan hukum atau tak berbadan hukum. Selengkapnya pasal tersebut menyatakan bahwa, badan Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. Jadi, sengketa sesama pelaku usaha bukanlah sengketa konsumen. Oleh karena itu, ketentuan-ketentuan UUPK tak dapat digunakan pelaku usaha. 95 Pendapat lain mengenai pengertian sengketa konsumen menurut Az. Nasution bahwa, sengketa konsumen adalah sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha publik atau privat tentang produk konsumen, barang danatau jasa konsumen tertentu. 96 Beliau juga memberikan pendapat yang sama, bahwa pengertian konsumen dalam sengketa konsumen haruslah konsumen yang dimaksud dalam pengertian konsumen menurut UUPK, yaitu pemakai, pengguna 95 Ibid. hal. 123. 96 Az. Nasution, Op.cit. hal. 221. Universitas Sumatera Utara danatau pemanfaat barang danatau jasa untuk memenuhi kebutuhan hidup diri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk tujuan komersial dan produk yang disengketakan harus produk konsumen, artinya produk itu merupakan barang danatau jasa yang umumnya dipakai, digunakan atau dimanfaatkan bagi memenuhi kepentingan diri, keluarga, danatau rumah tangga konsumen. 97 Menurut Abdul Halim Barkatulah, sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi antara konsumen sebagai pengguna barang atau jasa disatu pihak dengan pelaku usaha atau produsen di pihak lain yang dianggap telah melanggar hak-hak konsumen. 98 Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 350MPPKep122001 tanggal 10 Desember 2001, yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti rugi atas kerusakan, pencemaran danatau yang menderita kerugian akibat mengkonsumsi barang danatau memanfaatkan jasa. Sebagaimana sengketa hukum pada umumnya, sengketa konsumen harus diselesaikan sehingga tercipta hubungan baik antara pelaku usaha dan konsumen, di mana masing-masing pihak mendapatkan kembali hak-haknya. Penyelesaian sengketa secara hukum ini bertujuan untuk memberi penyelesaian yang dapat menjamin terpenuhinya hak-hak kedua belah pihak yang bersengketa. Dengan begitu, rasa keadilan dapat ditegakkan dan hukum dijalankan sebagaimana mestinya. 99 97 Ibid. 98 Abdul Halim Barkatulah, Op.cit. hal. 109. 99 Janus Sidabalok, Op.cit. hal. 144. Universitas Sumatera Utara UUPK membagi penyelesaian sengketa konsumen menjadi 2 dua bagian, yaitu: 100 a Penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau non-litigasi 1. Penyelesaian sengketa secara damai oleh para pihak sendiri. 2. Penyelesaian sengketa melalui lembaga yang berwenang, yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dengan menggunakan mekanisme melalui konsiliasi, mediasi atau arbitrase. b Penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan atau litigasi. Selain kedua kelompok cara penyelesaian sengketa tersebut masih banyak dapat ditemukan cara-cara penyelesaian bentuk lain. Tetapi kalau diteliti lebih mendalam kesemuanya akan menjurus pada kedua bentuk penyelesaian yang dimaksudkan diatas. Masing-masing kelompok cara penyelesaian sengketa mempunyai “kekuatan” dan “kelemahan” masing-masing. Penyelesaian sengketa secara damai, membutuhkan kemauan dan kemampuan berunding untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai. Memang sangat diperlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak, disamping kesabaran, dalam upaya ini. Faktor-faktor internal seperti “kepribadian”, “gengsi” atau apa yang disebut dengan “kehormatan” perlu mendapat perhatian khusus. Sedangkan penyelesaian melalui lembaga atau instansi yang berwenang membutuhkan pengetahuan tentang tata cara dan atau 100 Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen ditinjau dari Hukum Acara serta kendala Implementasinya, Jakarta: Prenada Media Group, 2011, hal. 98. Universitas Sumatera Utara aturan yang berlaku bagi penyelesaian sengketa tersebut. Peringkat penyelesaian sengekta yang harus dilalui perlu pula mendapatkan perhatian. 101

2. Penyelesaian Sengketa Konsumen dengan jalan Non-Litigasi.