keadilan masyarakat konsumen. Hendaknya pengadilan tidak lagi hanya menunggu undang-undang sebagai dasar hukum mengadili sengketaperkara yang
diajukan para pencari keadilan. Sudah bukan saatnya lagi pengadilan hanya sebagai “corong” undang-undang. Di tengah krisis moneter ini, dapat saja
pengadilan membuat terobosan baru atas kemungkinan penyalahgunaan krisis moneter sebagai alasan force majeur dari produsenpengusaha.
129
4. Penyelesaian Sengketa Konsumen di Bidang Farmasi.
Hubungan antara konsumen produk farmasi dengan produsen produk farmasi tidak jauh berbeda dengan hubungan konsumen antara pelaku usaha pada
umumnya. Konsumen dan produsen produk farmasi merupakan subjek hukum, yaitu pendukung hak dan kewajiban dimana kedua pihak mempunyai hak-hak dan
kewajiban masing-masing yang wajib untuk dipenuhi. Suatu hubungan antara konsumen dengan pelaku usaha tidak selamanya akan berjalan mulus tanpa
sengketa, bisa jadi suatu saat terjadi sengketa dimana hak-hak masing-masing pihak dilanggar oleh pihak lainnya atau salah satu pihak merasa dirugikan baik
secara materiil atau immateriil oleh pihak yang lain. Sengketa yang sudah timbul diantara konsumen dan produsen produk
farmsai, tentu harus diselesaikan agar tercapai suatu kepastian hukum, kedamaian dan kepuasan antar para pihak. Penyelesaian sengketa konsumen pada umumnya
dapat ditempuh dengan beberapa cara, yakni:
129
Yusuf Shofie, Op.cit, hal.315-316.
Universitas Sumatera Utara
[a]. Upaya damai langsung secara kekeluargaan antara pelaku usaha dengan
konsumen tanpa melalui BPSK atau pengadilan. [b].
Penyelesaian di luar pengadilan melalui BPSK. [c].
Penyelesaian melalui gugatan ke Pengadilan Negeri tempat kedudukan konsumen.
Penyelesian sengketa konsumen di bidang farmasi juga tidak berbeda dengan penyelesian sengketa konsumen pada umumnya. Setiap pengguna produk
farmasi untuk kepentingan pribadi atau orang lain selama bukan untuk diperjualbelikan konsumen akhir dikategorikan sebagai konsumen menurut
UUPK yang dimana konsumen produk farmasi tersebut mempunyai hak-hak yang dilindungi oleh UUPK.
Produsen produk farmasi, juga dikategorikan sebagai produsenpelaku usaha menurut UUPK yang dimana terdapat kewajiban yang harus dipenuhi,
disamping larangan-larangan dan tanggung jawab yang harus dipatuhi selama menjalankan kegiatan usaha. Sedangkan hak-hak dari produsenpelaku usaha
produk farmasi umumnya merupakan kontra prestasi dari kewajiban konsumen, dengan kata lain hak dari produsenpelaku usaha produk farmasi merupakan
kewajiban dari konsumen produk farmasi. Jika hak dan kewajiban masing-masing pihak dijalankan dan dipatuhi
dengan tertib, tentu saja sengketa antar pihak dapat dihindarkan, tetapi tidak selamanya hak dan kewajiban tersebut dapat dijaga dengan baik sepenuhya.
Terjadinya pelanggaran pada hak-hak konsumen oleh pelaku usaha dan atau sebaliknya, peristiwa inilah yang dinamakan dengan sengketa konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Konsumen, sebagai pihak yang lemah, lebih sering dirugikan dalam sengketa konsumen dibandingkan dengan pelaku usaha yang posisinya lebih dominankuat,
oleh karena itu eksistensi UUPK sangat diharapkan dapat melindungi hak-hak konsumen sebagai pihak yang lemah kedudukannya dibandingkan dengan
produsenpelaku usaha yang lebih dominan. PT. Mutiara Mukti Farma, selaku produsen produk farmasi, juga pernah
menghadapi masalah sengketa konsumen.
130
Pada tahun 2000, seorang konsumen di Semarang, Jawa Tengah mengalami efek samping yang tidak terduga setelah
mengonsumsi salah satu produk dari PT. Mutiara Mukti Farma. Kemudian sampel obat yang dikonsumsi oleh konsumen tersebut diperiksa dan diteliti oleh Badan
Pengawas Obat dan Makanan BPOM untuk memeriksa apakah obat tersebut memang telah sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh BPOM atau
tidak memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh BPOM. Hasil uji laboratorium BPOM menunjukan bahwa sampel produk farmasi yang dikonsumsi
oleh konsumen tersebut sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan oleh BPOM dan aman untuk diedarkan. Ternyata penyebab efek samping pada
konsumen tersebut merupakan kelainan tersendiri yang terdapat pada tubuh konsumen itu sendiri sehingga mengakibatkan alergi atau penolakan terhadap
produk farmasi yang dikonsumsinya. Kejadian ini sangat jarang terjadi, karena merupakan bentuk alergi terhadap bahan obat tertentu yang hanya bisa diderita
oleh orang-orang tertentu saja. PT. Mutiara Mukti Farma, sebagai produsen produk farmasi yang beritikad baik, berusaha untuk membantu konsumen tersebut
130
Hasil wawancara dengan Amiruddin Pinem, HRD PT. Mutiara Mukti Farma, Medan pada tanggal 10 Februari 2014.
Universitas Sumatera Utara
walaupun menurut hasil uji laboratorium BPOM yang menunjukkan bahwa produk dari PT. Mutiara Mukti Farma tersebut sudah sesuai dengan standar mutu
yang telah ditetapkan oleh BPOM dan layak untuk diedarkan ke masyarakat. Sengketa antara konsumen di Semarang, Jawa Tengah tersebut dengan PT.
Mutiara Mukti Farma tersebut diselesaikan dengan cara kekeluargaan tanpa melalui perantaraan BPSK maupun pengadilan. PT. Mutiara Mukti Farma selaku
produsen yang beritikad baik, dengan menunjuk salah satu utusannya, menjumpai langsung konsumen dan menanggung semua kerugian yang diderita oleh
konsumen tersebut, yang berupa uang pengobatan yang telah dihabiskan oleh konsumen tersebut selama menjalani perawatan di rumah sakit akibat alergi
terhadap produk farmasi dari PT. Mutiara Mukti Farma.
131
Penyelesaian dengan cara kekeluargaan tetap diutamakan, meskipun penyelesaian dengan cara menggugat ke BPSK atau pengadilan negeri setempat
dimungkinkan, dengan demikian, hubungan yang baik antara konsumen dengan produsen tetap dapat dijaga karena tidak ada pihak yang merasa dikalahkan karena
sesuai dengan prinsip alternative dispute resolution, win-win solution sama-sama menang, dimana penyelesaian didasarkan pada musyawarah dan mufakat dari
para pihak yang bersengketa, sehingga kepercayaan konsumen terhadap PT. Mutiara Mukti Farma sebagai produsen produk farmasi yang bertanggung jawab
dapat direstorasi kembali seperti keadaan sebelum bersengketa. Keuntungan lain yang diperoleh dari konsumen dan PT. Mutiara Mukti Farma tersebut ialah
menghemat biaya yang besar dan waktu yang lama jika melalui proses gugatan ke
131
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
BPSK atau pengadilan negeri setempat dan terkesan menjatuhkan konsumen serta merusak kreditabilitas dari PT. Mutiara Mukti Farma sebagai produsen produk
farmasi yang beritikad baik dan bertanggung jawab jikalau pengadilan memenangkan PT. Mutiara Mukti Farma karena memang kerugian konsumen
tersebut merupakan hal yang tidak terduga sebelumnya. Tentu saja hal ini dihindari karena PT. Mutiara Mukti Farma tidak ingin menjadi produsen yang
hanya mengharapkan keuntungan semata tanpa memperhatikan kepentingan konsumen yang mengonsumsi produknya karena PT. Mutiara Mukti Farma
memegang prinsip ”konsumen adalah raja”, dimana kepentingan dan keselamatan konsumen tetap harus diutamakan mengingat bahwa keuntungan yang didapatkan
oleh PT. Mutiara Mukti Farma merupakan hasil penjualan produk yang didapatkan atas kepercayaan konsumen atas produk PT. Mutiara Mukti Farma itu
sendiri. Akhir kata, penyelesaian sengketa konsumen di bidang farmasi tidak beda
dengan penyelesaian sengketa konsumen pada umumnya, dapat ditempuh jalur litigasi atau jalur non-litigasi, tetapi diutamakan penyelesaian melalui jalur non-
litigasi karena keuntungan yang lebih banyak bagi para pihak yang bersengketa dibandingkan dengan penyelesaian melalui jalur litigasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan