Desa Cikarawang :
Lapisan atas :
Lapisan menengah :
Lapisan bawah :
Desa Tarikolot :
Lapisan atas :
Lapisan menengah :
Lapisan bawah :
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh dalam bentuk laporan atau literatur mengenai profil Desa Cikarawang dan Desa Tarikolot, sedangkan data primer berupa data kuantitatif
dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari pengumpulan data melalui instrumen utama penelitian survei, yaitu kuesioner. Kuesioner tersebut berisi pertanyaan yang
akan diajukan kepada responden. Kuesioner ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi secara tertulis dari responden berkaitan dengan tujuan penelitian. Kuesioner
yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pertanyaan mengenai karakteristik responden, data rumahtangga responden, marginalisasi, tunjangan, lapisan sosial, serta
pola alokasi tenaga kerja. Data kualitatif diperoleh dari pengumpulan data melalui wawancara mendalam agar dapat mengetahui pengalaman, persepsi, pemikiran,
perasaan, dan pengetahuan dari subyek penelitian.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh diolah dalam bentuk kode dan disajikan dalam Microsoft Excel 2007. Kode-kode tersebut dikumpulkan dan diinterpretasikan dalam
buku kode. Kode tersebut kemudian diolah ke dalam bentuk tabel frekuensi dan tabulasi
silang crosstab dengan software SPSS versi 17. Berdasarkan olahan data tersebut dilakukan analisa deskriptif berupa
interpretasi data yang memberikan sejumlah informasi. Selain itu, data juga diolah dengan analisa kualitatif yang dilakukan dengan cara mendeskripsikan dan
menginterpretasikan fenomena yang ada di lapang.
BAB IV GAMBARAN UMUM DESA
4.1 Desa Cikarawang 4.1.1 Kondisi Demografis
Desa Cikarawang merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan terdiri dari 7 RW. Sebelah utara Desa Cikarawang
dibatasi oleh Sungai Cisadane, sebelah selatan dibatasi oleh Sungai Ciapus, sebelah barat dibatasi oleh Sungai Ciaduan, dan sebelah timur dibatasi oleh Kelurahan Situgede.
Desa Cikarawang memiliki jumlah penduduk 8.227 orang, yang terdiri dari 4.199 orang laki-laki dan 4.028 orang perempuan, serta 2.114 Kepala Keluarga.
Desa Tarikolot merupakan sebuah desa yang terletak di Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan memiliki luas wilayah 250,05 ha. Sebelah utara Desa
Tarikolot berbatasan dengan Desa Citeureup, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sukahati, sebelah timur dengan Desa Gunungsari, dan sebelah barat berbatasan dengan
Desa Karang Asem Timur. Pada tahun 1981 Desa Tarikolot mengalami pemekaran karena meningkatnya pertambahan penduduk. Desa tarikolot terbagi menjadi Desa
Tarikolot dan Desa Gunungsari. Desa Tarikolot memiliki 5.292 kepala keluarga dengan jumlah penduduk
sebanyak 20.017 jiwa, yang terdiri dari 50.2 persen laki-laki dan 49.8 persen perempuan. Banyaknya jumlah penduduk Desa Tarikolot membuat desa ini menjadi
desa terpadat di Kecamatan Citeureup dengan kepadatan penduduk 2.210 jiwa per kilometer persegi. Adapun jumlah penduduk berdasarkan umur pada kedua lokasi
penelitian dapat dilihat di dalam Tabel 3 di bawah ini Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Golongan Umur dan Tipe Desa,
2011
Sumber : Catatan Kantor Desa Cikarawag dan Kantor Desa Tarikolot tidak diterbitkan, 2010
Golongan Umur Desa Cikarawang
Desa Tarikolot Jumlah
Persentase Jumlah
Persentase
0-14 tahun 1852
22.5 4098
20.5 15-59 tahun
6087 74.0
14533 72.6
59 tahun 288
3.5 1386
6.9 Total
8227 100.0
20017 100.0
Dari data pada tabel tersebut menunjukkan penduduk desa Cikarawang memiliki sumberdaya manusia yang sebagian besar termasuk ke dalam angkatan kerja, karena
jumlah penduduk pada usia kerja 15-59 tahun lebih banyak, yaitu 74.0 persen, daripada penduduk bukan usia kerja 0-14 tahun dan 59 tahun, yaitu 26.0 persen.
Sedangkan pada Desa Tarikolot terdapat penduduk yang berusia 0-14 tahun sebanyak 21.9 persen laki-laki dan 19.0 persen perempuan. Adapun penduduk usia kerja 15-59
tahun terdiri dari 70.5 persen laki-laki dan 74.7 persen perempuan, dan penduduk yang berusia 59 tahun terdiri dari 7.6 persen laki-laki dan 6.3 persen perempuan. Dengan
jumlah tersebut, terlihat bahwa penduduk Desa Tarikolot memiliki penduduk usia kerja 15-59 tahun yang juga lebih banyak dibandingkan penduduk bukan usia kerja 0-14
tahun dan 59 tahun.
4.1.2 Kondisi Sosial
Adanya potensi pertanian di Desa Cikarawang, menumbuhkan keinginan masyarakat untuk membentuk kelompok tani sehingga mereka memiliki wadah untuk
berkumpul, bekerjasama dan membentuk suatu kesatuan ysng memiliki kesamaan identitas, atribut, sistem norma dan peraturan-peraturan berkelompok, guna mengatur
pola-pola interaksi antar anggota kelompok dan mencapai tujuan bersama. Kelompok tani yang sudah terdaftar di kantor Kecamatan Dramaga berjumlah 5 kelompok, yaitu
Kelompok Tani Hurip, Kelompok Wanita Tani Melati, Kelompok Tani Mekar, Kelompok Tani Setia dan Kelompok Tani Subur Jaya. Di desa ini juga terdapat
lembaga-lembaga masyarakat yaitu kelompok PKK, pramuka gudep, kelompok tani, karang taruna,
kelompok remaja masjid, majelis ta’lim, kader pembangunan desa KPD, dan sebagainya.
Sebagian besar penduduk Desa Tarikolot beretnis Sunda, yakni sebanyak 95.4 persen, sedangkan sisanya beretnis Jawa 1.9 persen, Betawi 1.7 persen, Batak 0.7
persen, dan Minang 0.3 persen. Mayoritas penduduk Desa Tarikolot beragama Islam, yaitu sebanyak 99.0 persen, sementara sisanya Kristen 0.7 persen, Katholik 0.27 persen,
dan Budha 0.03 persen. Di sekitar RW 07 terdapat dua buah pabrik dengan skala besar yang menyerap
banyak tenaga kerja dari Desa Tarikolot. Peluang kerja dan peluang usaha yang terdapat pada Desa Tarikolot menyerap tenaga kerja bukan hanya dari Desa Tarikolot, tetapi
masyarakat dari luar desa ini pun berdatangan untuk memperoleh pekerjaan. Mereka tinggal menetap di desa ini dengan mengontrak sebuah rumah milik warga Desa
Tarikolot, sehingga meningkatkan pendapatan bagi masyarakat Tarikolot. Banyaknya
warga pendatang yang menetap, menyebabkan beragamnya suku dan budaya yang ada di desa ini. Akan tetapi, meskipun beragam suku dan budaya, masyarakat Tarikolot,
terutama RW 07 tetap terjaga kerukunan dan keharmonisannya. Desa Tarikolot memiliki infrastruktur jalan yang cukup memadai karena adanya
bantuan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM dan PT. Indocement Tunggal Perkasa. Bantuan tersebut diberikan tidak hanya untuk
pembangunan jalan utama desa, tetapi juga semua jalan-jalan kecil yang ada di desa tersebut. Memadainya kondisi jalan di desa ini memudahkan warga untuk melakukan
mobilisasi untuk mencapai tempat kerja, sekolah, dan pasar. Kemudahan akses jalan ini dimanfaatkan oleh para pemilik usaha untuk menjual dagangannya di sepanjang jalan-
jalan yang banyak dilalui warga. Mulai dari penjual makanan, seperti warung tegal, pedagang sate, nasi goreng, hingga pedagang gorengan, penjual pulsa, mainan anak, dan
toko kelontong terdapat di sepanjang jalan desa. Tingginya mobilitas warga di desa ini membuat pengusaha besar dari luar desa
tertarik untuk membuka usaha di desa ini. Hal ini terlihat dari adanya tiga buah minimarket dilingkungan Desa Tarikolot. Selain itu, letak desa yang tidak jauh dari
Pasar Citeureup membuat keadaan desa semakin ramai. Dengan tersedianya beragam kebutuhan warga, membuat desa ini selalu ramai oleh lalu lintas desa, bahkan pada jam
pulang kerja jalan di menuju Desa Tarikolot seringkali mengalami kemacetan.
4.1.3 Kondisi Ekonomi
Kegiatan ekonomi penduduk desa Cikarawang sebagian besar dilakukan dalam bentuk pertanian, yaitu sejumlah 41,6 persen, sedangkan sisanya, yaitu 2.3 persen
bekerja di bidang perdagangan, 0.4 persen bekerja di bidang jasa, 26.6 persen bekerja di bidang industri, 13.3 persen bekerja sebagai PNS, 15.8 persen merupakan pensiunan,
dan sisanya pengangguran. Sedangkan banyaknya jenis usaha di bidang industri menyebabkan jenis pekerjaan penduduk Desa Tarikolot sebagian besar sebagai buruh
atau karyawan dari industri-industri yang ada 96.2 persen. Tabel 4 di bawah ini menyajikan jumlah penduduk berdasarkan mata pencahariannya.
Tabel 4. Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Jenis Pekerjaan dan Tipe Desa, 2011
Jenis Pekerjaan Desa Cikarawang
Desa Tarikolot Jumlah
Persentase Jumlah
Persentase
Pertanian 565
49.4 15
0.2 Industri
362 31.6
5801 92.4
Perdagangan 31
2.8 133
2.2 Jasa
6 0.5
302 4.8
PNS 180
15.7 26
0.4 Total
1144 100.0
6277 100.0
Sumber : Catatan Kantor Desa Cikarawang dan Kantor Desa Tarikolot tidak diterbitkan, 2010
Desa Cikarawang memiliki luas wilayah 216,56 ha, dimana lebih dari 50 persennya merupakan areal persawahan, yaitu 128,109 ha, sehingga Desa Cikarawang
dikenal sebagai desa pertanian. Dari luasnya lahan yang digunakan untuk bercocok tanam, memungkinkan masyarakat Cikarawang bermata pencaharian di sektor
pertanian. Selain bercocok tanam, kegiatan pertanian juga dilakukan dalam subsektor peternakan dan perikanan. Kegiatan di subsektor peternakan terlihat dari beberapa
sektor ternak yang dimiliki oleh setiap warga di rumahnya masing-masing. Komoditas peternakan yang telah dikembangkan secara komersial di wilayah desa ialah
penggemukan 55 kambing dan usaha peternakan ayam berkapasitas 5.000 ayam potong yang dimiliki oleh warga masyarakat. Kegiatan di subsektor perikanan belum cukup
berkembang. Keberadaan danau atau situ seperti Situ Burung yang ada di desa ini juga belum dimanfaatkan secara optimal untuk budidaya perikanan air tawar. Luasnya
peluang usaha dan peluang kerja di sektor pertanian dan industri ini menjadikannya sebagai tulang punggung pendapatan desa, dengan menyumbang pendapatan
Rp180.000.000tahun, serta industri rumah tangga yang menyumbang pendapatan sebesar Rp75.000.000tahun.
Di sektor industri terdapat beberapa home industry komersial yaitu pembuatan miniatur aeromodelling, pembuatan pupuk organik bokasi, dan industri makanan seperti
dodol, rengginang, keripik tempe, talas, dan pisang. Usaha-usaha tersebut memberi manfaat bagi masyarakat desa dalam penyerapan tenaga kerja dan peningkatan
pendapatan desa.
Selain itu, terdapat juga usaha pada sektor jasa yang telah dilakukan warga di Desa Cikarawang. Kegiatan tersebut dilakukan dalam bentuk jahit-menjahit, mobil
angkutan, warnet, ojek, penggilingan gabah dan pengolahan tanah pertanian, yaitu melalui penyewaan kerbau atau traktor tangan.
Pada sektor perdagangan, di daerah ini beberapa warga telah menjadi pengumpul hasil pertanian yaitu ubi jalar dan ubi kayu untuk di jual di Pasar Induk
Kramatjati, dan industri pengolahan pangan. Sebagian warga ada yang menjadi pedagang sayur-mayur, kacang-kacangan, bakso, mie ayam, maupun produk-produk
lain serta ada yang membuka warung di rumah.
1.1.4 Karakteristik Responden
Responden pada Desa Cikarawang merupakan lima belas laki-laki dan lima belas perempuan usia produktif 15-59 tahun yang tinggal di RW 03. Tiga puluh persen
responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMA, sehingga pendidikannya dikatakan tinggi. Akan tetapi, jika dibedakan menurut jenis kelamin, dapat dilihat adanya
perbedaan antara tingkat pendidikan perempuan dan laki-laki. Responden laki-laki memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi daripada responden perempuan. Terdapat
40.0 persen responden perempuan yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD, sedangkan responden laki-laki tidak ada. Sementara itu, terdapat 53.3 persen responden
laki-laki yang tamat SMA, tetapi hanya 6.7 persen reponden perempuan. Responden pada Desa Tarikolot merupakan lima belas orang laki-laki dan lima
belas orang perempuan usia produktif 15-59 tahun yang tinggal di RW 07. Sebagian besar responden memiliki tingkat pendidikan tamat SMP. Akan tetapi, jika dibedakan
menurut jenis kelamin, dapat dilihat adanya perbedaan tingkat pendidikan yang dialami responden laki-laki dan perempuan Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan
dan Tipe Desa, 2011
Tingkat Pendidikan Desa Cikarawang
Desa Tarikolot L
P L
P
Tidak tamat SD Jumlah
0.0 6
1 Persentase
40.0 6.7
20.0 Tamat SD
Jumlah 2
4 3
3 Persentase
13.3 26.7
20.0 20.0
Tidak tamat SMP Jumlah
Persentase 1
0.0 6.7
0.0 0.0
Tamat SMP Jumlah
Persentase 3
1 4
7 20.0
6.7 26.7
46.7 Tidak tamat SMA
Jumlah Persentase
1 6.7
0.0 0.0
0.0 Tamat SMA
Jumlah Persentase
8 1
5 4
53.3 6.7
33.3 26.7
Tidak tamat DiplomaS1
Jumlah Persentase
0.0 0.0
0.0 0.0
Tamat DiplomaS1 Jumlah 1
2 2
1 Persentase
6.7 13.3
13.3 6.7
Sumber : Catatan Kantor Desa Cikarawag dan Kantor Desa Tarikolot tidak diterbitkan, 2010
Sebagian besar responden Desa Cikarawang bekerja sebagai buruh, yaitu buruh tani, buruh bengkel, buruh pengupas ubi, dan pembantu rumah tangga. Di samping itu
terdapat juga responden yang bekerja sebagai pengusaha atau pemilik usaha, seperti pemilik warung kelontong, maupun pengusaha kue dari hasil-hasil pertanian yang ada.
Banyaknya jenis industri yang terdapat di Desa Tarikolot memungkinkan responden untuk memasuki sektor industri. Jenis industri yang terdapat di Desa
Tarikolot adalah industri garmen, sehingga banyak responden perempuan yang telah memasuki sektor industri. Hal ini dikarenakan jenis pekerjaan pada industri garmen
membutuhkan ketelitian dan ketekunan, sesuai dengan stereotype yang ada pada perempuan. Selain itu, tumbuhnya industri-industri besar di desa ini membuka peluang
usaha bagi responden yang tidak memiliki kesempatan memasuki sektor industri. Peluang tesebut dimanfaatkan dengan membuka berbagai jenis usaha yang memenuhi
kebutuhan masyarakat desa, mulai dari warung sembako, rumah makan, penjual pulsa,
pemilik dealer motor, dan tukang ojek. Pada penelitian di desa pertanian, juga diketahui adanya pelapisan sosial yang
terdiri dari lapisan bawah, menengah, dan atas. Terdapat enam orang responden laki- laki yang berasal dari lapisan bawah, empat orang laki-laki dari lapisan menengah, dan
lima orang dari lapisan atas. Di samping itu juga terdapat lima orang responden perempuan yang berasal dari lapisan bawah, tujuh orang dari lapisan menengah, dan
tiga orang dari lapisan atas Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Kelamin dan Lapisan Sosial di Desa Cikarawang, 2011
Jenis Kelamin Lapisan Sosial
Total Bawah
Menengah Atas
Laki-laki Jumlah
6 40.0
4 26.7
5 33.3
15 100.0
Persentase Perempuan Jumlah
5 33.3
7 46.7
3 20.0
15 100.0
Persentase Sumber : Wawancara dengan lima Ketua RT di RW 03 Desa Cikarawang, 2011
Selain itu, penelitian pada desa industri juga menunjukkan adanya pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan bawah, menengah, dan atas. Terdapat sebelas orang
responden laki-laki yang berasal dari lapisan bawah, dua orang dari lapisan menengah, dan dua orang dari lapisan atas. Adapun responden perempuan pada lapisan bawah
sebanyak dua belas orang, dua orang dari lapisan menengah, dan satu orang dari lapisan atas Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Responden menurut Jenis Kelamin dan Lapisan Sosial di Desa Tarikolot, 2011
Jenis Kelamin Lapisan Sosial
Total Bawah
Menengah Atas
Laki-laki Jumlah
11 73.3
2 13.3
2 13.3
15 100.0
Persentase Perempuan
Jumlah 12
80.0 2
13.3 1
6.7 15
100.0 Persentase
Sumber : Wawancara dengan enam Ketua RT di RW 07 Desa Tarikolot
BAB V MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM
INDUSTRIALISASI PEDESAAN
Marginalisasi perempuan dalam dunia kerja merupakan hal yang sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, adanya industrialisasi pedesaan telah
membawa sejumlah perubahan bagi kaum perempuan untuk dapat keluar dari pembedaan-pembedaan yang ada dalam masyarakat. Untuk melihat adanya perubahan
yang dialami kaum perempuan tersebut, dilakukan penelitian pada dua desa dengan corak yang berbeda. Desa pertama adalah Desa Cikarawang yang masih bercorak
pertanian, dengan 41.6 persen penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian, dan desa kedua adalah Desa Tarikolot yang berada di lingkungan industri, dimana 96.2
persen penduduknya bermata pencaharian sebagai buruh atau karyawan. Menurut Scott 1986 dalam Grijns dkk 1992, marginalisasi terdiri dari empat
tipe: 1 Penyingkiran dari pekerjaan produktif yang berarti hilangnya kesempatan untuk memberikan kontribusi ekonomi dalam pendapatan keluarga, 2 Pemusatan pada
pinggiran pasar tenaga kerja, dimana seseorang yang dapat memasuki sektor produktif dan memperoleh imbalan dari pekerjaannya mengalami marginalisasi dalam hal status
pekerjaan sebagai buruh ataupun pekerja keluarga yang tidak dibayar, curahan waktu yang tinggi lebih dari 35-40 jamminggu dengan imbalan yang rendah, serta adanya
pembedaan dalam mendapatkan tunjangan, 3 Feminisasi sektor produktif dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Marginalisasi tipe 3 ini dapat dilihat dari jenis pekerjaan
yang dimiliki seseorang. Misalnya, untuk sektor pertanian, laki-laki memiliki akses yang lebih tinggi daripada perempuan karena sektor pertanian dipandang merupakan
pekerjaan yang berat dan kotor sehinga cocok untuk laki-laki. Demikian juga dengan sektor indutri yang menuntut pendidikan yang tinggi, yang biasanya tidak dimliki
perempuan. Dengan demikian, pada akirnya perempuan terkonsentrasi pada sektor perdagangan dan jasa yang tidak menuntut pendidikan tinggi, dan 4 Pelebaran
ketimpangan ekonomi yang dialami seseorang sebagai dampak dari adanya marginalisasi tipe 1, 2, dan 3.
5.1 Penyingkiran dari Pekerjaan Produktif Marginalisasi Tipe 1
Penyingkiran dari pekerjaan produktif berarti hilangnya kesempatan untuk dapat turut serta memberikan kontribusi ekonomi dalam pendapatan keluarga. Dalam
penelitian ini, penyingkiran dari pekerjaan produktif dilihat dari status bekerja responden. Status bekerja dibedakan menjadi bekerja produktif dan tidak bekerja
produktif. Tidak bekerja produktif berarti penyingkiran dari pekerjaan produktif karena memasuki sektor reproduktif yang dianggap sebagai pekerjaan perempuan. Dengan
adanya industrialisasi pedesaan, diduga perempuan tidak mengalami marginalisasi tipe 1 yang berupa penyingkiran dari pekerjaan produktif. Hal ini dikarenakan banyaknya
peluang kerja dan peluang usaha yang muncul seiring dengan munculnya industrialisasi pedesaan.
Pada desa pertanian Cikarawang, terdapat 20 persen responden perempuan yang mengalami penyingkiran dari pekerjaan produktif atau dengan kata lain tidak
memiliki kontribusi ekonomi secara langsung dalam pendapatan keluarganya. Sementara itu, pada desa industri Tarikolot terdapat 13.3 persen responden perempuan
yang mengalami penyingkiran dari pekerjaan produktif Tabel 8.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Responden Perempuan menurut Status Bekerja dan Tipe Desa, 2011
Status Bekerja Desa
Pertanian Desa
Industri Industrialisasi
Pedesaan
Bekerja Produktif Jumlah
12 80.0
13 86.7
+ 1 6.7
Persentase Tidak Bekerja
Produktif Jumlah
3 20.0
2 13.3
- 1 6.7
Persentase Total
Jumlah 15
100.0 15
100.0 30
100.0 Persentase
Keterangan : + menunjukkan adanya peningkatan jumlah dan persentase - menunjukkan adanya penurunan jumlah dan persentase
Persentase dari responden perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 1 untuk desa pertanian dan desa industri berturut-turut adalah 20 persen dan 13.3 persen,
sementara responden dikatakan mengalami marginalisasi tipe 1 apabila persentasenya lebih dari 50 persen. Adanya industrialisasi pedesaan membawa perubahan bagi kondisi
perempuan ke arah yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan dengan penurunan persentase responden yang tidak bekerja produktif sebesar 6.7 persen.
Adanya perbedaan persentase responden laki-laki dan perempuan yang mengalami marginalisasi tipe 1 menjelaskan bahwa walaupun di kedua desa penelitian
tidak terjadi marginalisasi perempuan tipe 1 dalam industrialisasi pedesaan, penyingkiran dari pekerjaan produktif masih dirasakan oleh sebagian kecil responden
perempuan. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam industrialisasi pedesaan, laki-laki memiliki kesempatan yang sedikit lebih besar untuk memasuki sektor
produktif daripada perempuan. Tidak terjadinya marginalisasi tipe 1 dibuktikan oleh banyaknya peluang kerja
yang terdapat di kedua desa. Masyarakat desa pertanian memiliki kesempatan kerja yang besar karena letaknya yang berdekatan dengan Institut Pertanian Bogor IPB,
sehingga mereka dapat memasuki sektor produktif untuk memenuhi kebutuhan para mahasiswa, dosen, maupun staff dari perguruan tinggi tersebut, misalnya sebagai
pedagang makanan, penjual pulsa, bibi cuci, jasa fotocopy, pemilik kamar kost, tukang ojek, dan lain sebagainya. Adapun pada desa industri, dapat diketahui bahwa tidak
terjadinya marginalisasi tipe 1 disebabkan oleh banyaknya industri yang terdapat di desa ini, baik industri besar maupun industri kecil. Keberadaan industri-industri tersebut,
selain memberikan kontribusi ekonomi secara langsung bagi masyarakat yang bekerja sebagai pegawai di industri tersebut, juga memberikan kontribusi ekonomi secara tidak
langsung bagi masyarakat yang bekerja sebagai pemilik warung makan, penjual pulsa, pemilik kontrakan, tukang ojek, sopir angkot, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, dugaan terjadinya penyingkiran perempuan dari pekerjaan produktif dalam industrialisasi pedesaan tidak didukung fakta empiris yang
menunjukkan banyaknya peluang usaha dan peluang kerja pada kedua desa penelitian.
5.2 Pemusatan pada Pinggiran Pasar Tenaga Kerja