Konsep Kerja, Produktif, dan Reproduktif

bahwa marginalisasi perempuan tipe 1 yang berupa penyingkiran dari pekerjaan produktif mengalami penurunan. Angkatan kerja yang telah memasuki sektor produktif mengalami pembedaan dalam hal status pekerjaan. Umur, status kawin, dan pendidikan merupakan faktor- faktor yang mempengaruhi angkatan kerja menurut status pekerjaan. Dalam status tidak kawin, distribusi pekerja laki-laki dan perempuan relatif tinggi pada status pekerja keluarga dan rendah pada status pengusaha. Akan tetapi, pada status kawin, jumlah laki- laki sebagai pekerja keluarga sangat turun, sedangkan perempuan tetap tinggi karena laki-laki harus masuk dalam angkatan kerja dan menjadi pencari nafkah utama, sedangkan perempuan harus mengurus rumahtangga dan keluar dari angkatan kerja Wahyuni 1992 dalam Grijns dkk 1992. Perempuan di Jawa Barat juga mengalami feminisasi dan segregasi berdasarkan jenis kelamin. Wahyuni 1992 dalam Grijns dkk 1992 menunjukkan bahwa sub sektor pekerjaan di sektor industri yang banyak dikerjakan oleh perempuan di pedesaan Jawa Barat adalah industri makanan, industri tekstil, dan industri kayu, rotan, bambu, dan gabus. Pada ketiga sub sektor tersebut persentase laki-laki lebih kecil dari perempuan. Sebaliknya, pada industri mineral, logam dasar, dan pembuatan barang- barang dari logam persentase laki-laki lebih banyak dari perempuan. Hal tersebut dikarenakan industri makanan, tekstil, kayu, rotan, bambu, dan gabus membutuhkan tenaga kerja yang memiliki ketelitian dan ketekunan yang tinggi, seperti yang dimiliki oleh perempuan. Sementara industri mineral, logam dasar, dan pembuatan barang- barang dari logam membutuhkan tenaga yang besar, sehingga dianggap sebagai pekerjaan yang pantas untuk laki-laki dan tidak pantas untuk perempuan.

2.1.3 Konsep Kerja, Produktif, dan Reproduktif

Konsep kerja menurut Sajogyo 1983 merupakan konsep yang mengacu pada kegiatan yang membutuhkan energi, kegiatan yang memberikan sumbangan terhadap produksi barang dan jasa, kegiatan yang mencerminkan interaksi sosial, kegiatan yang memberikan status sosial pada si pekerja, dan kegiatan yang memberikan hasil langsung berupa uang, natura, maupun dalam bentuk curahan waktu. Ada dua jenis kegiatan yang berhubungan dengan konsep kerja, yaitu kegiatan reproduktif dan kegiatan produktif. Kegiatan produktif merupakan kegiatan yang menghasilkan uang, sedangkan kegiatan reproduktif merupakan kegiatan yang tidak menghasilkan uang. Kegiatan produktif menurut Hubeis 2010 merupakan pekerjaan yang menghasilkan barang dan jasa untuk dikonsumsi dan diperjualbelikan, contohnya berdagang, bertani, karyawan industri, dan sebagainya, sementara kegiatan reproduktif dijelaskan oleh Hubeis 2010 adalah peran yang dilakukan oleh seseorang untuk melakukan kegiatan yang berhubungan dengan pemeliharaan sumberdaya insani SDI dan kerumahtanggaan, seperti menyiapkan makanan, mengumpulkan air, mencari kayu bakar, berbelanja, memelihara kesehatan dan gizi keluarga, serta mengasuh dan mendidik anak. Kegiatan ini sangat penting dalam melestarikan kehidupan keluarga, akan tetapi pekerjaan ini jarang dipertimbangkan sebagai pekerjaan yang konkret. Pekerjaan reproduktif oleh Edholm 1977 dalam Beneria 1979 dibagi menjadi tiga aspek, yaitu reproduksi sosial, reproduksi biologis, dan reproduksi tenaga kerja. Reproduksi sosial menunjuk pada pereproduksian keadaan-keadaan yang mempertahankan suatu sistem sosial, sementara itu reproduksi biologis atau pengembangbiakan yang pada intinya adalah pelahiran dan perkembangan fisik umat manusia. Adapun reproduksi tenaga kerja yang tidak hanya melulu perawatan sehari- hari pekerja dan calon tenaga kerja, tapi juga alokasi pelaku-pelaku ke dalam berbagai posisi di dalam proses pekerjaan. Terdapat ketumpangtindihan dalam kerja produktif dan reproduktif. Seseorang yang melakukan pekerjaan rumah, seperti memasak, dapat sekaligus melakukannya untuk dikonsumsi oleh dirinya sendiri dan keluarganya maupun untuk dijual dan menghasilkan uang. Seseorang yang melakukan pekerjaan di rumah belum tentu melakukannya untuk mencukupi kebutuhannya dan keluarganya sendiri, demikian pula orang yang bekerja di luar rumah belum tentu bekerja untuk menghasilkan uang. Sulit untuk memisahkan pekerjaan atas dasar tujuan karena seseorang dapat memasak untuk dijajakan sekaligus untuk dikonsumsi keluarganya Saptari dan Holzner 1997.

2.1.4 Struktur Pelapisan Sosial