2.4.2 Jumlah dan Sebaran Industri Tempe di Kabupaten Bogor
Industri tempe umumnya merupakan sektor informal yang jumlahnya sulit diketahui secara pasti. Hanya sedikit industri tempe yang mendaftarkan usahanya
ke Departemen Perindustrian. Akan tetapi kebanyakan industri tempe tercatat dalam keanggotaan KOPTI. Berdasarkan data yang diperoleh dari KOPTI
Kabupaten Bogor tahun 2012 terdapat 1.373 penggrajin tempe yang tersebar di seluruh Kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor.
Sedangkan di wilayah kotamadya terdapat 165 pengrajin tempe. Berbeda dengan Kabupaten Bogor, kotamadya Bogor mengalami penurunan jumlah
pengrajin tempe sebesar 50. Penurunan ini terjadi karena beberapa wilayah pelayanan yang dulu tergabung dalam KOPTI kotamadya Bogor sekarang
berpindah ke KOPTI daerah masing-masing seperti Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Pengrajin tempe di Kabupaten Bogor tersebar kedalam 22 wilayah
pelayanan. Setiap wilayah pelayanan dikepalai oleh seorang Kepala Wilayah Pelayanan KWP yang ditetapkan dari KOPTI. Wilayah pelayanan kedelai di
Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Penyebaran dan jumlah anggota KOPTI di Kabupaten Bogor
No. Penyebaran Wilayah
Jumlah Anggota 1.
Ciseeng 101
2. Parung
106 3.
Cibinong 105
4. Citereup I
115 5.
Citereup II 82
6. Bojonggede
49 7.
Sukaraja 45
8. Ciawi Megamendung
23 9.
Caringin Cijeruk 65
10. Tamansari
50 11.
Leuwiliang 39
12. Ciampea
62 13.
Cibungbulang 34
14. Jasinga
20 15.
Dramaga 19
16. Cimanggu
37 17.
Cilrndek 84
18. Depok I
68 19.
Depok II 111
20. Sawangan I
77 21.
Sawangan II 17
22. Cimanggis
64 Jumlah
1.373 Sumber : Kantor KOPTI Kabupaten Bogor 2012 Diolah
2.5 Pendapatan
2.5.1 Analisis Pendapatan Penerimaan-Biaya
Salah satu cara untuk mengukur manfaat pola kemitraan dibandingkan dengan pola mandiri pada usaha tempe adalah dengan melihat perbedaan
pendapatan yang di hasilakan dari penjualan tempe per kilo gram bahan baku kedelai. Pendapatan merupakan selisih dari nilai penerimaan terhadap nilai
pengeluaran biaya. Terdapat dua tujuan utama dari analisa pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang dan menggambarkan keadaan yang akan
datang dari perencanaan atau tindakan suatu unit usaha. Analisa pendapatan memberikan bantuan untuk mengukur kegiatan usaha pada saat ini berhasil atau
tidak. Penerimaan perusahaan bersumber dari pemasaran atau penjualan hasil
usaha, seperti panen tanaman dan barang olahannya serta panen dari peternakan dan barang olahannya. Penerimaan bisa juga bersumber dari pembayaran-
pembayaran tagihan, bunga, dividen, pembayara dari pemerintah dan semua sumber lainnya yang menambah aset perusahaan. Semua hasil agribisnis yang
dipakai untuk dikonsumsi keluarga pun harus dihitung dan dimasukkan sebagai penerimaan perusahaan walaupun akhirnya dipakai pemeilik perusahaan secara
pribadi Kadarsan, 1995. Hanafie 2010 menerangkan bahwa pendapatan terbagi menjadi dua yaitu
pendapatan tunai dan pendapatan non tunai. Pendapatan tunai adalah pendapatan yang terhitung dari hasil perusahaan secara tunai. Contohnya adalah hasil
penjualan tempe dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan untuk memproduksinya. Pendapatan non tunai adalah pendapatan yang tidak terhitung
dari hasil perusahaan tidak tunai tetapi termasuk pendapatan. Contohnya adalah tempe hasil produksi yang dikonsumsi sendiri.
Kadarsan 1995 menjelaskan bahwa Pendapatan adalah selisih antara penerimaan total perusahaan dengan pengeluaran. Untuk menganalisis pendapatan
diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan pengeluaran dan penerimaan dalam jangka waktu tertentu.