Pendapatan Analisis Pendapatan dan Fungsi Produksi Tempe Pada Industri Pola Kemitraan dan Pola Mandiri (Kasus Desa Cimanggu I Kec. Cibungbulang Kabupaten Bogor)

3 Pendapatan usahatani bagi anggota kelompok tani sebesar Rp 698 615.42 per hektar usahatani bagi non anggota pendapatan usahatani sebesar Rp 3 870 441.41 per hektar.

5. Ruswan

2012 Analisis Pendapatan dan Produksi Usaha Kecil Tempe Anggota dan Non Anggota Primer Koperasi Produsen Tahu Dan Tempe Indonesia Tebet Barat Jakarta Selatan 1 Usaha kecil tempe anggota dan non anggota KOPTI yang memiliki pendapatan yang berbeda tergantung dari kualitas bahan baku kedelai yang digunakan yaitu kedelai tipe A dan tipe B. 2 Penggunaan faktor-faktor produksi usaha kecil tempe anggota KOPTI yang berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi tempe yaitu kedelai, dan tenaga kerja, untuk usaha kecil tempe non anggota penggunaan faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi tempe yaitu kedelai, dan ragi. 3 Penggunaan faktor-faktor produksi usaha kecil tempe anggota dan non anggota KOPTI belum efisien, ditunjukkan dengan rasio nilai NPM-BKM tidak sama dengan satu. Produksi rata-rata yang dihasilkan usaha kecil tempe anggota KOPTI pada kondisi aktual sebesar 85.00 kg per sekali produksi, apabila faktor produksi yang digunakan berada pada tingkat optimal maka akan menghasilkan produksi optimal sebesar 183.83 kg per sekali produksi. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha tempe merupakan salah satu usaha yang banyak dilakukan oleh masyarakat baik skala kecil rumah tangga maupun skala besar industri yang fokus dalam memproduksi tempe. Salah satu upaya pemerintah untuk mengembangkan usaha tempe yang ada di Indonesia adalah dengan mengeluarkan program Primer Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia KOPTI. Lembaga ini bertujuan membantu pengusaha tempe yang ada di seluruh Indonesia agar mampu menghasilkan produk tempe yang baik secara kualitas dan optimal secara kuantitas. Penelitian ini akan menjelaskan bagaimana pengusaha tempe pola kemitraan dan pola mandiri yang berada di Desa Cimanggu I Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, dilihat dari sudut pandang karakteristik pengusaha, faktor yang mempengaruhi hasil produksi, serta perbandingan biaya dan pendapatan antara pengusaha pola kemitraan dan pola mandiri. Baik pengusaha tempe pola kemitraan maupun pola mandiri sama-sama mengalami keterbatasan dalam memaksimumkan keuntungan sehingga perlu diketahui struktur biaya dan masing-masing kontribusi biaya tersebut. Pemahaman struktur biaya sangat penting karena berimplikasi pada pendapatan yang diterima oleh masing-masing pengusaha tempe baik pola kemitraan maupun pola mandiri. Pertama, pada struktur biaya akan dianalisis biaya tetap, biaya variabel dan unit cost masing-masing pengusaha tempe. Kedua, pada pendapatan akan dianalisis biaya tunai, biaya non-tunai dan pendapatan total. Pengukuran kelayakan usaha tempe diukur dengan cara menghitung perbandingan antara penerimaan total dengan biaya produksi total dari masing-masing pengusaha dengan menggunakan analisis RC rasio. Selanjutnya adalah membandingakan pendapaatan yang diterima oleh pengusaha pola kemitraan dan pola mandiri dalam satu tahun dengan menggunakan analisis perbandingan. Adapun alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 1.