Prinsip koperasi menurut Undang-Undang Perkoperasian nomor 25 tahun 1992 adalah :
1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka;
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis;
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara sebanding dengan besarnya jasa
usaha masing-masing anggota; 4.
Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap modal; 5.
Kemandirian. Selanjutnya, dalam ayat dua dikatakan bahwa dalam mengembangkan koperasi,
maka koperasi melaksanakan pula prinsip koperasi sebagai berikut : 1.
Pendidikan perkoperasian; 2.
Kerjasama antar koperasi.
2.2 Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia
Koperasi berasal dari bahasa Latin cooperere yang dalam bahasa Inggris menjadi cooperation, berarti bekerja sama. Menurut UU No 25 Tahun 1992,
koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip-prinsip
koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi berdasar atas azas kekeluargaan. Koperasi berbeda dengan badan usaha lainnya, perbedaannya terletak pada
tujuan koperasi yang tidak hanya mencapai keuntungan yang sebesar-besarnya, tetapi juga mempertinggi kesejahteraan anggotanya. Keberhasilan koperasi dilihat
dari kemampuan koperasi untuk hidup terus dengan kekuatannya sendiri dan memberikan pelayanan kepada anggotanya secara kontinyu. Faktor yang paling
menentukan keberhasilan koperasi adalah faktor manajemen. Hal ini sangat penting dalam pengelolaan koperasi yang dapat menentukan kemajuan usaha
koperasi yang bersangkutan Ruswan, 2013. Anggota koperasi di Indonesia memiliki bermacam-macam jenis usaha,
diantaranya mempunyai usaha kecil seperti tahu dan tempe. Koperasi yang menaungi pelaku usaha kecil tahu dan tempe adalah KOPTI. KOPTI berdiri sejak
Tahun 1979 di Jakarta yang bertujuan untuk mengatasi kesulitan pengrajin tahu dan tempe dalam memperoleh kedelai dan menghasilkan tahu tempe yang baik.
KOPTI diharapkan mampu menjadi pusat pelayanan bagi anggota khususnya maupun masyarakat umum di wilayah kerja. KOPTI juga dimaksudkan untuk
meningkatkan mutu tahu dan tempe yang dibuat oleh pengrajin anggota KOPTI tersebut, antara lain dibidang manajemen dan administrasi, bidang modal dalam
bentuk bantuan kredit kepada pada pengusaha. Keberadaan KOPTI di Desa Cimanggu I memberikan kemudahan kepada pengusaha tempe pola kemitraan
yang karena ketersediaan kedelai yang lebih pasti ketimbang ketersediaan kedelai bagi pengusaha pola mandiri yang disediakan oleh pasar.
2.3 Karakteristik Tempe
Tempe adalah makanan yang dibuat dari kacang kedelai yang difermentasikan menggunakan kapang Rhizopus oligosporus, kegiatan fermentasi
melibatkan tiga faktor pendukung yaitu, bahan baku yang diolah kedelai, mikroorganisme jamur tempe dan lingkungan tumbuh. Proses pembuatan tempe
yang terdiri atas perendaman, pencucian, pembilasan dan fermentasi secara akumultatif telah mampu menghancurkan zat gizi yang terdapat pada kedelai
mentah. Teknologi tradisional dan relatif sederhana ini telah mampu menghancurkan zat anti gizi pada kedelai sekaligus menghasilkan zat gizi utama
yang mampu memperbaiki mutu gizi kedelai Winarno, 1993. Tempe merupakan makanan tradisional yang telah dikenal masyarakat
Indonesia sejak dulu terutama dalam tatanan budaya makan masyarakat Jawa, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Produk ini berbahan baku utama kedelai
dan merupakan hasil dari proses fermentasi. Terdapat tiga faktor pendukung dalam proses pembuatan tempe yaitu bahan baku yang diurai, mikroorganisme,
dan keadaan lingkungan tumbuh. Bahan baku yang dimaksud yaitu keping-keping biji kedelai yang telah direbus, mikroorganisme berupa kapang tempe Rhizopus
oligosporus, Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, dan yang terakhir yaitu keadaan lingkungan tumbuh seperti suhu 30° C, pH awal 6,8 serta kelembapan
nisbi 70-80 Sarwono, 1994. Permintaan akan tempe ini dipastikan akan terus meningkat seiring dengan
meningkatnya populasi penduduk di Indonesia, sehingga akan berpengaruh pula pada peingkatan produsen tempe yang ada di setiap daerah atau kota yang ada di