Menebang Pohon Interaksi Masyarakat dengan Hutan

Membuka lahan dilakukan dengan membersihkan pohon-pohon, tumbuhan bawah, rumput dan sampah-sampah yang ada di lahan tersebut. Pembakaran lahan juga dilakukan untuk membersihkan lahan dan mematikan hama. Tidak ada waktu khusus dalam mebuka lahan. Masyarakat bisa kapan saja melakukan kegiatan tersebut, kecuali pada hari Jum’at dimana akan dilaksanakan sholat Jum’at, pada hari itu masyarakat membuka lahan hanya sampai pukul ll.00 WIB. Masyarakat menggunakan lahan tersebut untuk dijadikan sawah, kebun atau huma. Pemilihan sawah, kebun atau huma didasarkan pada kemampuan masyarakat dalam mengelola lahan. Pada masyarakat yang berkebun, tanaman yang ditanam di kebun masyarakat adalah jagung, kacang, cabai, dan sayur mayur. Setelah adanya anjuran dari BTNGHS, sebagian masyarakat menanami tanaman kayu di lahan kebun, sawah atau huma mereka. Tanaman kayu tersebut diantaranya adalah puspa dan rasamala, biasanya ditanam di tepi lahan. Mereka menanami tanaman berkayu untuk dijadikan simpanan dan digunakan jika sewaktu-waktu dibutuhkan.

5.2.2 Menebang Pohon

Penebangan pohon dilakukan oleh sebagian warga masyarakat untuk bahan pembuatan rumah. Masyarakat menebang pohon karena mahalnya harga bahan bangunan dan harga kayu jika membeli kayu secara legal. Sementara pendapatan masyarakat pada umumnya tidak mencukupi, di sisi lain mereka sangat membutuhkan tempat tinggal. Penebangan pohon untuk pembuatan rumah telah dilakukan sejak dahulu hingga sekarang. Mereka terbiasa memanfaatkan apa yang dihasilkan hutan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Masyarakat menebang pohon hanya sebatas kebutuhan mereka. Biasanya kebutuhan kayu untuk membuat rumah sekitar 4 sampai 5 meter kubik. Kayu yang dijadikan bahan baku pembuatan rumah diantaranya jenis Puspa, Waru, Huru, Sengon, Manii, dan Rasamala. Jenis-jenis tersebut dipilih karena jenis tersebut tersedia di hutan. Penebangan pohon dilakukan secara individu oleh orangkeluarga yang membutuhkan. Sebelum penebangan dilakukan, biasanya mereka meminta permohonan dengan sesajikemenyan dan mengucap doa-doa agar penghuni pohon tersebut tidak mengganggu proses penebangan. Dalam proses menebang pohon, biasanya mereka menentukan arah rebah terlebih dahulu. Pohon yang rebah diarahkan pada tempat atau lahan yang aman agar tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman lain di sekitarnya. Penentuan arah rebah ini juga didasarkan pada arah angin dan arah tajuk pohon agar penebangan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Setelah itu dibuat takik rebah dan takik balas pada pohon yang akan ditebang kira-kira 40-60 cm di atas permukaan tanah dengan tujuan mempermudah proses penebangan. Alat yang biasa digunakan masyarakat untuk menebang kayu adalah golok dan kapak. Masyarakat tidak pernah menggunakan chainsaw karena harganya yang relatif mahal, selain itu penebangan pohon juga relatif jarang dilakukan kecuali jika masyarakat membutuhkan kayu untuk membuat rumah. Masyarakat yang menebang kayu relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, hal ini terjadi setelah pembatasan dari BTNGHS diperketat dan sanksi yang telah dibuat,. Terlebih setelah ada beberapa kasus seperti penangkapan penduduk yang tertangkap memiliki kayu ilegal. Penduduk yang tertangkap menebang atau memiliki kayu ilegal diserahkan kepada yang berwajib untuk diproses secara hukum. Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Departemen Kehutanan Arman Mallolongan, dari data empiris menunjukan bahwa kawasan TNGHS seluas 113.357 hektar telah mengalami penurunan kualitas dan degradasi hutan seluas 22.000 hektar atau 19,4 . Penutupan lahan tersebut terjadi disebabkan oleh adanya kegiatan illegal logging, penambangan emas liar dan perambahan hutan yang telah memasuki kawasan hutan konservasi Veto News 25 Januari 2011

5.2.3 Mengambil Kayu Bakar

Dokumen yang terkait

Jenis Sumberdaya Taman Nasional Gunung Halimun yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Kiasari Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Jawa Barat

0 15 76

Implikasi Modal Sosial Masyarakat Terhadap Pengelolaan Taman Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak

3 59 247

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Implementasi manajemen kolaboratif dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat: studi kasus kampung citalahab Sentral-Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 28 83

Strategi Komunikasi Pemasaran kawasan ekowisata berbasis masyarakat (kasus: Taman Nasional Gunung Halimun Salak)

2 19 310

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Analisis Kelembagaan Masyarakat Adat Kasepuhan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan (Studi Kasus Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Taman Nasional Gunung Halimun-Salak)

4 23 250

Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar

0 11 46

Persepsi Masyarakat Tentang Layanan Ekosistem Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

0 1 36