Mengambil Kayu Bakar Interaksi Masyarakat dengan Hutan

pohon tersebut tidak mengganggu proses penebangan. Dalam proses menebang pohon, biasanya mereka menentukan arah rebah terlebih dahulu. Pohon yang rebah diarahkan pada tempat atau lahan yang aman agar tidak menimbulkan kerusakan pada tanaman lain di sekitarnya. Penentuan arah rebah ini juga didasarkan pada arah angin dan arah tajuk pohon agar penebangan dapat dilakukan dengan lebih mudah. Setelah itu dibuat takik rebah dan takik balas pada pohon yang akan ditebang kira-kira 40-60 cm di atas permukaan tanah dengan tujuan mempermudah proses penebangan. Alat yang biasa digunakan masyarakat untuk menebang kayu adalah golok dan kapak. Masyarakat tidak pernah menggunakan chainsaw karena harganya yang relatif mahal, selain itu penebangan pohon juga relatif jarang dilakukan kecuali jika masyarakat membutuhkan kayu untuk membuat rumah. Masyarakat yang menebang kayu relatif lebih sedikit jika dibandingkan dengan beberapa tahun yang lalu, hal ini terjadi setelah pembatasan dari BTNGHS diperketat dan sanksi yang telah dibuat,. Terlebih setelah ada beberapa kasus seperti penangkapan penduduk yang tertangkap memiliki kayu ilegal. Penduduk yang tertangkap menebang atau memiliki kayu ilegal diserahkan kepada yang berwajib untuk diproses secara hukum. Menurut Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam PHKA Departemen Kehutanan Arman Mallolongan, dari data empiris menunjukan bahwa kawasan TNGHS seluas 113.357 hektar telah mengalami penurunan kualitas dan degradasi hutan seluas 22.000 hektar atau 19,4 . Penutupan lahan tersebut terjadi disebabkan oleh adanya kegiatan illegal logging, penambangan emas liar dan perambahan hutan yang telah memasuki kawasan hutan konservasi Veto News 25 Januari 2011

5.2.3 Mengambil Kayu Bakar

Pengambilan kayu untuk kebutuhan bahan bakar rumah tangga dilakukan sesuai dengan kebutuhan rumah tangga masing-masing. Saat ini tidak semua rumah tangga masih memakai kayu bakar karena pada umumnya mereka sudah menggunakan gas sebagai bahan bakar. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada penduduk yang menggunakan kayu sebagai bahan bakar. Sejak dahulu penduduk mengambil kayu bakar di dalam hutan. Tetapi biasanya mereka mengutamakan mengambil kayu yang telah mati dan tidak menebang kayu yang masih hidup. Jenis kayu yang dijadikan kayu bakar oleh penduduk Cipeuteuy adalah Kaliandra. Kaliandra dipilih karena dinilai bagus dan merupakan jenis kayu yang mudah tumbuh lagi. Biasanya masyarakat mengambil kaliandra di talut hutan atau sungai. Jika kaliandra ditebang, maka tunasnya semakin tumbuh banyak. Sehingga penebangan Kaliandra ditalut hutansungai diyakini masyarakat dapat manjaga atau melindungi hutan. Pada jaman dahulu, terdapat aturan dari nenek moyang secara turun temurun yang melarang pengambilan kayu bakar pada hari Sabtu di dalam hutan. Masyarakat meyakini pada hari tersebut di daerah-daerah yang rawan banyak binatang buas dan makhluk halus yang akan mengganggu masyarakat. Akan tetapi saat ini masyarakat dapat dengan bebas mengambil kayu bakar di hari apapun. Kaliandra yang diambil adalah yang sudah cukup besar batang kayunya. Cara mengambilnya yaitu dengan ditebas batangnya di atas permukaan tanah sekitar 40-60 cm kemudian batang kayunya dipotong-potong sekitar satu meter agar mudah dibawa ke rumah, sedangkan daun-daunnya di biarkan saja tanpa dibersihkan untuk dijadikan pupuk sehingga dapat menyuburkan tanah. Pada umumnya pengambilan kayu bakar dilakukan oleh laki-laki. Masyarakat mengambil kayu bakar dengan menggunakan golok secara individu untuk kebutuhan rumah tangganya masing-masing. Mereka mengambil kayu bakar sebanyak satu pikul dan satu kali selama seminggu. Kayu bakar diangkut dengan menggunakan kendaraan seperti motor atau sepeda atau dengan dipikul di atas punggung bagi yang tidak memiliki kendaraan. Lahan-lahan garapan dan lahan milik masyarakat sudah banyak ditanami kaliandra untuk kebutuhan bahan bakar. Masyarakat tidak selamanya harus masuk ke dalam hutan untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar. Hal ini memudahkan masyarakat karena pengambilan kayu bakar dilakukan berbarengan dengan kegiatan bersawah atau berkebun sehingga jarak yang mereka tempuh menjadi lebih dekat.

5.2.4 Mengambil Rumput

Dokumen yang terkait

Jenis Sumberdaya Taman Nasional Gunung Halimun yang Dimanfaatkan oleh Masyarakat Desa Kiasari Kecamatan Cigudeg Kabupaten Bogor Jawa Barat

0 15 76

Implikasi Modal Sosial Masyarakat Terhadap Pengelolaan Taman Nasional (Studi Kasus Taman Nasional Gunung Halimun Salak

3 59 247

Relasi Geder dalam Pemilikan dan Penguasaan Sumberdaya Agraria (Kasus Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

0 16 375

Implementasi manajemen kolaboratif dalam pengelolaan ekowisata berbasis masyarakat: studi kasus kampung citalahab Sentral-Cikaniki, Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat

4 28 83

Strategi Komunikasi Pemasaran kawasan ekowisata berbasis masyarakat (kasus: Taman Nasional Gunung Halimun Salak)

2 19 310

Analisis Dampak Perluasan Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kasepuhan Sinar Resmi (Studi Kasus di Desa Sirna Resmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat)

2 18 275

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Analisis Kelembagaan Masyarakat Adat Kasepuhan Dalam Pemanfaatan Sumberdaya Hutan (Studi Kasus Masyarakat Adat Kasepuhan Cibedug Taman Nasional Gunung Halimun-Salak)

4 23 250

Kajian Pemanfaatan Sumberdaya Hutan di Taman Nasional Gunung Halimun Salak oleh Masyarakat Sekitar

0 11 46

Persepsi Masyarakat Tentang Layanan Ekosistem Taman Nasional Gunung Halimun Salak.

0 1 36