4. Larangan menjual hasil hutan.
Aturan tidak boleh menjual hasil hutan datang dari BTNGHS sebagai pihak pengelola hutan.
Masyarakat Cipeuteuy lebih banyak mengambil hasil hutan dan memanfaatkannya untuk pemenuhan kebutuhan sendiri, hal tersebut timbul dari
kesadaran diri sendiri bahwa hutan tidak boleh dieksploitasi dengan mengambil banyak hasil hutan lalu menjualnya ke pihak lain. Masyarakat dengan sendirinya
melakukan pembatasan terhadap penggunaan hasil hutan sebagai bentuk upaya dalam melestarikan hutan. Sama halnya dengan beberapa larangan di atas, tidak
ada sanksi yang diterapkan oleh masyarakat bagi warganya yang menjual hasil hutan. Sanksi yang diterapkan hanya sanksi dari pihak BTNGHS berupa proses
hukum dengan diserahkan kepada pihak kepolisian.
5.1.1 Klasifikasi Larangan
5.1.1.1 Berdasarkan Tingkat Sanksi
Dari keempat bentuk larangan yang ada dalam masyarakat Cipeuteuy, hanya satu larangan yang merupakan aturan yang tumbuh dalam masyarakat dengan
sendirinya, yaitu larangan memasuki wilayah cagar alam. Tiga larangan lainnya merupakan proses adopsi masyarakat dari aturan yang telah disosialisasikan oleh
BTNGHS. Dilihat dari tingkat sanksinya larangan tersebut terbagi dua, yaitu larangan dengan sanksi keras dan larangan dengan sanksi ringan. Larangan yang
termasuk ke dalam sanksi keras yaitu larangan menebang pohon dan menjual hasil hutan. Sanksi bagi larangan tersebut adalah dengan diserahkan kepada pihak
berwajibkepolisian untuk diproses secara hukum, sedangkan yang termasuk larangan kedalam sanksi ringan adalah larangan memasuki kawasan cagar alam
dan larangan menggarap lahan. Saat ini masyarakat telah jarang yang tertangkap memasuki kawasan yang semula ditetapkan sebagai cagar alam karena lokasinya
yang relatif jauh dan karena kebutuhan masyarakat telah dapat terpenuhi tanpa harus masuk ke dalam kawasan tersebut. Bagi masyarakat yang menggarap lahan
tidak diberikan sanksi apapun. BTNGHS hanya memberikan himbauan untuk menanami lahan garapan masyarakat dengan tanaman asli taman nasional.
5.1.1.2 Berdasarkan Jangka Waktu
Dilihat dari jangka waktunya, larangan tersebut ada yang berlaku selama periode waktu tertentu dan ada yang berlaku selamanya. Untuk larangan yang
berlaku selama periode waktu tertentu adalah larangan menggarap lahan. Sesuai dengan himbauan dan sosialisasi yang telah dilakukan oleh BTNGHS, masyarakat
diperbolehkan menggarap lahan bersamaan dengan menanam tanaman berkayu. Sehingga apabila tanaman berkayu tersebut telah tumbuh dan lahan tidak
memungkinkan lagi untuk ditumpangsarikan maka masyarakat dengan sendirinya diharapkan meninggalkan lahan garapan tersebut.
5.1.1.3 Berdasarkan Tempat