. Hal ini karena penebangan pohon oleh masyarakat dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan rumah masyarakat dan tidak dilakukan secara kontinu.
Artinya aktifitas ini tidak dilakukan setiap hari atau dalam periode tertentu sebagai mata pencaharian sehingga untuk aktifitas menebang pohon dikategorikan ke
dalam tingkat urgensitas rendah. Informan yang melakukan budidaya pertanian di lahan kawasan taman nasional sebanyak 10 orang yaitu 33,33 dari seluruh
informan. Persentase yang lebih besar ini menunjukan bahwa masyarakat lebih membutuhkan lahan untuk bercocok tanam untuk memenuhi kebutuhan sehari-
hari. Tidak seperti kebutuhan akan kayu yang bersifat temporal hanya saat belum memiliki rumah. Begitu juga dengan kegiatan mengambil kayu bakar dan rumput
untuk pakan ternak yang persentasinya lebih besar, hal itu didasarkan pada kebutuhan sehari-hari masyarakat sehingga urgensitasnya tergolong tinggi.
Kegiatan pemanfaatan tersebut masih dilakukan semata-mata karena kebutuhan ekonomi masyarakat meskipun di sisi lain masyarakat memahami
bahwa tindakan mereka dapat merusak kelestarian hutan. Seperti dikemukakan oleh salah satu warga:
“….Kalo dulu masih boleh waktu perhutani yang ngelola neng. Tapi sekarang mah udah gak boleh nebang pohon, ngegarap. Tapi ya buat
makan sehari-hari jadi ditanamin aja sama padi, sayuran…..” Pada umumnya masyarakat mengatakan bahwa mereka membutuhkan
pengganti atau kompensasi agar tetap dapat memenuhi kebutuhan mereka sehari- hari tanpa harus merusak hutan dan melanggar aturan yang dikeluarkan oleh
BTNGHS.
5.2.1 Budidaya Pertanian
Salah satu kegiatan yang dilakukan masyarakat adalah melakukan budidaya pertanian di lahan kawasan taman nasional. Pada Saat hutan dikelola oleh
Perhutani kegiatan tersebut diperbolehkan, tetapi setelah kawasan ditetapkan menjadi taman nasional kegiatan tersebut dilarang. Sebagian masyarakat telah
terbiasa menggunakan lahan tersebut dan tidak bisa begitu saja dihentikan meskipun telah ada larangan yang jelas. Mereka tetap menggarap dan
menggunakan lahan kawasan taman nasional untuk bertani sawah maupun kebun.
Hal itu dilakukan karena beberapa anggota masyarakat tidak memiliki lahan milik pribadi yang dapat dimanfaatkan sehingga satu-satunya yang bisa digunakan
adalah lahan kawasan taman nasional.
Gambar 4 Budidaya padi di kawasan taman nasional
Gambar 5 Budidaya cabai di kawasan taman nasional Lahan yang digarap oleh masyarakat adalah hutan yang sebelumnya
dikuasai oleh Perhutani sebagai hutan produksi. Lahan tersebut ditumpangsarikan dengan tanaman yang mereka butuhkan seperti jagung, hanjeli dan singkong.
Tanaman ditanam di sela-sela tanaman pokok Perhutani disesuaikan dengan jarak tanam antar pohon sampai lahan tidak memungkinkan lagi untuk
ditumpangsarikan karena tanaman pokoknya telah tumbuh besar hingga menghalangi jatuhnya cahaya ke tanaman masyarakat. Dengan diberikannya
kesempatan menanam di lahan pengelolaan Perhutani masyarakat merasa cukup puas karena dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, sehingga tidak ada
keinginan membuka lahan yang sebelumnya ditetapkan sebagai cagar alam. Setelah alih fungsi kawasan hutan produksi menjadi kawasan taman
nasional pada tahun 2003, maka berdasarkan peraturan dan undang-undang, lahan
tersebut tidak boleh lagi dijadikan lahan pertanian. Sehingga secara perlahan- lahan masyarakat diminta untuk menanami lahan tersebut dengan tanaman asli
taman nasional dan tidak menumpangsarikan lahan dengan tanaman perkebunan. Tetapi hal itu tidak serta merta dilakukan, sebagian masyarakat tetap menanami
lahan tersebut dengan tanaman pertanian. Karena pertambahan jumlah penduduk maka lahan yang selama ini digunakan oleh masyarakat dirasa kurang sehingga
mereka mulai menggarap lahan di kawasan taman nasional .
Lahan yang digarap masyarakat adalah lahan yang lokasinya dekat dengan tempat tinggal mereka atau di sekitar batas kawasan taman nasional dan tidak
terlalu jauh masuk ke dalam kawasan. Tidak adanya pal batas yang jelas pada kawasan taman nasional merupakan salah satu faktor yang menyebabkan
masyarakat menggarap lahan tersebut. Luas lahan yang digarap biasanya disesuaikan dengan kemampuan fisik
masyarakat dalam membuka lahan. Mereka membuka lahan secara manual tanpa menggunakan mesin tertentu sehingga lahan yang digarap oleh masing-masing
keluarga biasanya tidak terlalu luas, yaitu sekitar ratusan sampai ribuan meter persegi. Dari sepuluh informan yang menggunakan lahan di kawasan taman
nasional, rata-rata lahan yang digarap seluas 4.l40 m
2
keluarga. Selain didasarkan pada kesanggupan membuka lahan, luas lahan yang digarap juga didasarkan pada
tingkat kebutuhan masyarakat. Kebutuhan masyarakat yang dimaksud hanya terbatas pada kebutuhan pangan masyarakat saja.
Alat yang digunakan dalam membuka lahan adalah cangkul, golok dan parang. Mereka menggunakan alat-alat tersebut karena tidak memiliki alat lain
yang lebih bagus dan modern sehingga pembukaan lahan dilakukan secara manual dengan alat seadanya. Pembukaan lahan dilakukan secara individu oleh keluarga
yang akan membuka lahan. Pada umumnya dilakukan oleh laki-laki baik itu bapak ataupun anak dalam satu keluarga. Dalam membuka lahan ritual yang dilakukan
masyarakat adalah membaca doa-doa dan pemberian sesajikemenyan yang dilakukan oleh seorang puun. Puun adalah orang yang dipercaya oleh masyarakat
untuk melakukan ritual-ritual tersebut. Tujuan dilakukan ritual tersebut adalah untuk memohon izin kepada jin-jin yang dianggap ada oleh masyarakat yang
tinggal di sekitar hutan yang akan mereka buka.
Membuka lahan dilakukan dengan membersihkan pohon-pohon, tumbuhan bawah, rumput dan sampah-sampah yang ada di lahan tersebut. Pembakaran lahan
juga dilakukan untuk membersihkan lahan dan mematikan hama. Tidak ada waktu khusus dalam mebuka lahan. Masyarakat bisa kapan saja melakukan kegiatan
tersebut, kecuali pada hari Jum’at dimana akan dilaksanakan sholat Jum’at, pada hari itu masyarakat membuka lahan hanya sampai pukul ll.00 WIB.
Masyarakat menggunakan lahan tersebut untuk dijadikan sawah, kebun atau huma. Pemilihan sawah, kebun atau huma didasarkan pada kemampuan
masyarakat dalam mengelola lahan. Pada masyarakat yang berkebun, tanaman yang ditanam di kebun masyarakat adalah jagung, kacang, cabai, dan sayur
mayur. Setelah adanya anjuran dari BTNGHS, sebagian masyarakat menanami tanaman kayu di lahan kebun, sawah atau huma mereka. Tanaman kayu tersebut
diantaranya adalah puspa dan rasamala, biasanya ditanam di tepi lahan. Mereka menanami tanaman berkayu untuk dijadikan simpanan dan digunakan jika
sewaktu-waktu dibutuhkan.
5.2.2 Menebang Pohon