80 Pada hirarki Gambar 20, untuk level kedua yaitu tujuan. Peningkatan
pendapatan memiliki nilai yang tertinggi sebesar 56.8 , diikuti minimisasi biaya yaitu 24.9 dan green factorymanufacturing 18.3 . Artinya pada level ini
tujuan utama yang diperhatikan adalah peningkatan pendapatan bagi semua pihak yang terlibat dalam industri gula. Pemerintah dalam perolehan pajak, investor
keuntungannya dari hasil investasinya, pelaku industri sebagai pihak yang mengelola, lembaga penelitian dan pengembanganperguruan tinggi akan
memperoleh dana untuk pengembangan produk turunan tebu, dan lembaga keuangan mendapatkan keuntungan dari pinjaman yang diberikan dan pihak
lainnya. Level ketiga adalah aktor yang berpengaruh dalam penentuan strategi
diversifikasi tebu. Pelaku industri dengan bobot 38.3 merupakan aktor dengan prioritas tertinggi dalam strategi diversifikasi tebu. Kemudian diikuti lembaga
keuangan dengan bobot 19.2 , lembaga penelitian dan pengembanganperguruan tinggi dengan bobot nilai 16.3 , investor dengan bobot 15.1 , pemerintah
memiliki bobot terkecil yaitu 11.1 . Level keempat adalah faktor-faktor yang berpengaruh dalam penentuan
strategi diversifikasi tebu. Prioritas tertinggi adalah kelayakan usaha dengan bobot nilai 38 .6 , diikuti sumberdaya manusia dengan bobot 21.2 , infrastruktur
dengan bobot 14.8 , potensi produk derivat tebu dengan bobot 13.4 dan bobot terkecil adalah dukungan pemerintah 12 .
Level terakhir yaitu alternatif strategi diperoleh bobot yang paling tinggi adalah efektifitas dan efisiensi dengan bobot hasil AHP adalah 61.1 . Diikuti
pengembangan produk derivat tebu dengan bobot hasil AHP adalah 22.5 dan pendirian pabrik produk derivat tebu dengan bobot hasil AHP adalah 16.4 . Dari
data tersebut diperoleh kesimpulan alternatif yang diprioritaskan adalah strategi efektifitas dan efisiensi industri gula.
1. Input Model Strategi
Input penilaian elemen dilakukan dengan menggunakan kuisioner hasil wawancara dan jajak pendapat. Pembobotan oleh pakar dilakukan dengan
81 memberikan nilai tiap elemen dalam tiap hirarki pada skala 1 sampai 9.
Penginputan data pada paket program SPKDPT dilakukan setelah pembobotan kuisioner hasil jajak pendapat pakar. Model strategi diversifikasi tebu
menggunakan model AHP, model AHP dapat menilai konsistensi pendapat. Range inkonsistensi dari 0,01 hingga 0,1 dapat ditolerir karena pada
kenyataannya nilai konsisten yang absolut jarng terjadi, namun apabila inkonsintensinya lebih dari 0,1 maka perlu dilakukan revisi.
2. Output Model Strategi
Hasil perhitungan dengan metode AHP adalah urutan prioritas dari tiap elemen dari tiap level. Data penilaian pembandingan antar elemen setelah
diinput, akan didapat total nilai perhitungan untuk masing-masing elemen yang terdapat dalam hirarki. Dari penilaian pendapat agregat didapat nilai
inconsistency ratio analisis tujuannya adalah 0,03. Hasil analisis tujuan
disajikan pada Tabel 16 berikut. Tabel 16. Hasil agregat tujuan
No. Tujuan
Bobot AHP Prioritas
1 Minimisasi Biaya
0.249 2
2 Peningkatan Pendapatan 0.568
1
3 Green FactoryManufacturing
0.183 3
Penentuan tujuan disesuaikan dengan kepentingan dari pihak yang berkaitan dengan gula. Hasil analisis menunjukkan bahwa tujuan yang paling
berpengaruh dalam menentukan strategi diversifikasi tebu adalah peningkatan pendapatan. Dengan adanya peningkatan pendapatan kegiatan pengembangan
produk turunan tebu akan berkembang dengan baik, karena semua pihak akan merasakan manfaat ekonomi yang merupakan tujuan utama dalam bisnis.
Tujuan yang menempati prioritas yang kedua adalah minimisasi biaya. Dalam pencapaian tujuan yang pertama dapat dicapai dengan melakukan
minimisasi biaya. Tujuan selanjutnya yang berpengaruh adalah green factory
manufacturing. Untuk keadaan Indonesia saat ini tujuan green factorymanufacturing
belum dapat menjadi prioritas utama karena kondisi
82 agribisnis gula yang tidak baik saat ini. Namun, arah kebijakan pergulaan
Indonesia telah menunjukan niatnya untuk pengembangan industri gula yang yang berbasis tebu.
PG Jatitujuh merupakan salah satu Pabrik gula yang mengarah ke green factorymanufacturing
. Hal ini dapat dilihat dari usaha pengembangan produk yang dilakukan di PG Jatitujuh. Pabrik Cane Top sebagai pabrik pakan ternak
dengan bahan baku pucuk tebu dan pembuatan pupuk MIX oleh PuslitAgro untuk kebutuhan pupuk tebu di PG Jatitujuh dan PG lainnya.
Dalam pengembangan strategi diversifikasi tebu, ada aktor-aktor yang memiliki peranan penting dengan fungsi yang berbeda-beda. Dengan agregat
konsistensi ratio untuk tujuan minimisasi biaya 0,03; peningkatan pendapatan 0,02; green manufacturing 0,02. Data lengkap mengenai prioritas aktor secara
agregat disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil agregat aktor
No Aktor
Bobot AHP Prioritas
1 Pemerintah 0.11128 5
2 Investor 0.151131 4
3 Pelaku Industri
0.382917 1
4 LitbangPT 0.162489 3
5 Lembaga keuangan
0.192432 2
Tabel di atas menyajikan aktor yang berpengaruh dalam strategi diversifikasi tebu. Aktor yang menduduki prioritas pertama
adalah pelaku industri. Prioritas aktor kedua adalah lembaga keuangan. Aktor selanjutnya
yang memiliki peranan adalah lembaga penelitian dan pengembangan perguruan tinggi, investor, pemerintah.
Pelaku industri sebagai pihak pengelola tebu akan menentukan kegiatan pengembangan diversifikasi tebu, karena merupakan pihak yang terjun
langsung dalam bisnis tebu ini. Sebenarnya petani merupakan salah satu pihak yang amat berkepentingan dalam diversifikasi tebu. Namun studi kasus
penelitian ini dilakukan di PG Jatitujuh yang memiliki HGU atas lahan seluas ±11,921.6 Ha, sehingga dalam penelitian ini petani tidak menjadi bagian dari
aktor. Aktor prioritas kedua adalah lembaga keuangan merupakan salah satu
aktor penting sebagai pemberi pinjaman untuk kebutuhan investasi ataupun
83 modal kerja pabrik produk turunan tebu yang akan didirikan. Seperti yang
telah disebutkan sebelumnya, produktivitas lahan tebu, industri gula yang tidak berjalan efisien dan pasar gula dunia yang distortif mengharuskan
adanya revitalisasi dalam industri gula yang diarahkan menjadi industri berbasis tebu. Tentunya hal ini akan membutuhkan investasi yang besar
sehingga peran lembaga keuangan sangat penting. Lembaga penelitian dan pengembanganperguruan tinggi merupakan
aktor yang berperan dalam melakukan inovasi dan perbaikan kualitas. Perbaikan kualitas ini dari mulai input hingga output berupa produk yang
dibutuhkan konsumen. Investor dapat berasal dari pihak luar negeri yang berminat berinvestasi dalam pengembangan diversifikasi produk tebu dan
pemerintah sebagai penentu kebijakan sekaligus penegak kebijakan menyiapkan situasi yang kondusif bagi kepentingan bersama. Akhirnya
,kerjasama semua pihak dalam diversifikasi produk tebu menjadi sangat penting.
Faktor-faktor yang berkaitan dalam diversifikasi tebu merupakan parameter keberhasilan untuk mencapai goal yang dituju. Dengan agregat
konsistensi ratio untuk aktor pemerintah 0,02; investor 0,02; pelaku industri 0,04; lembaga penelitian dan pengembangan 0,04; lembaga keuangan 0,03.
Data lengkap mengenai prioritas faktor secara agregat disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18. Hasil agregat faktor
No Faktor
Bobot AHP Prioritas
1 Infrastruktur 0.148619 3
2 Kelayakan Usaha
0.386178 1
3 Potensi PDT
0.133659 4 4 SDM
0.211733 2 5 Dukungan
Pemerintah 0.120786 5
Faktor yang paling utama dalam pengembangan diversifikasi tebu adalah kelayakan usaha. Produk turunan tebu yang telah terbukti layak baik
secara teknologi maupun ekonomi untuk dikembangkan maka patut untuk didirikan pabrik pengolahannya. Tentu saja pendirian pabrik tersebut harus
disesuaikan dengan tujuan utama yaitu untuk meningkatkan pendapatan.
84 Kemudian faktor kedua adalah sumberdaya manusia, seterusnya, infrastruktur,
potensi PDT dan dukungan pemerintah. Prioritas alternatif strategi adalah prioritas strategi yang akan menjadi
tumpuan dalam pengembangan diversifikasi tebu. Hasil alternatif ini adalah strategi dalam mencapai tujuan peningkatan pendapatan. Hasil penilaian
responden disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil agregat alternatif strategi
No Alternatif
Bobot AHP Prioritas
1 Efektifitas dan Efisiensi
0.611555
1 2 Pengembangan
PDT 0.224948 2
3 Pendirian Pabrik PDT
0.164472 3
Efektifitas dan efisiensi memiliki bobot yang tertinggi yaitu 0.611555. Dari hasil penggabungan pendapat pakar dalam kasus ini strategi yang dipilih
adalah efektifitas dan efisiensi. Strategi Efektif dan efisien yang dimaksud disini adalah efektifitas dan efisiensi dalam pengelolaan industri gula dan
termasuk pabrik produk tebu lain yang telah didirikan. Telah disebutkan sebelumnya, untuk studi kasus di areal PG Jatitujuh terdapat pabrik lain yang
memproduksi produk berasal dari hasil samping tebu seperti PT Cane Top yang memproduksi pakan ternak dari pucuk tebu.
Menurut Mardianto et al 2005, kemunduran industri gula Indonesia yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1940-an. Dimana efisiensi industri
gula yang tercermin pada produktivitas tebu dan hablur yang pernah dicapai selama periode 1930-1940, lambat laun mengalami penurunan dan tidak
pernah mengalami perbaikan hingga tahun 2004 lihat Tabel 19. Menurut Mardianto et al 2005, Trend peningkatan produktivitas tebu
dan hablur selama kurun waktu lima tahun terakhir masih jauh lebih rendah daripada yang pernah dicapai pada kurun waktu 1930-1940. Pada saat itu,
produktivitas tebu hampir mendekati 140 ton per hektar dan produktivitas hablurnya mendekati 18 ton per hektar, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
produktivitas tebu dan hablur saat ini yang hanya sekitar 78 ton dan 6 ton per hektar.
Berbagai program peningkatan industri gula yang dibuat pemerintah sejak tahun 1950 hingga saat ini belum menunjukkan hasil yang memuaskan.
85 Bahkan selama diberlakukannya program Tebu Rakyat Intensifikasi, yang
ditetapkan melalui INPRES No. 9 Tahun 1975, produktivitas tebu dan hablur justru terus mengalami penurunan dibandingkan dengan periode sebelumnya
Mardianto et al, 2005. Data perkembangan produksi disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Perkembangan produksi dan produktivitas gula di Indonesia, 1930-2004
Tahun Luas
Tanam Tebu Ha
Produksi tebu ton
Produktivitas Tebu tonha
Produksi Hablur ton
Produktivitas Hablur
tonha Rendeman
1930 196,592
25,680,901 130.63
2,907,078 14.79
11.32
1935 28,262 3,953,435 139.89
492,598 17.43
12.46
1940 83,522
11,512,776 137.84
1,472,484 17.63
12.79
1950 27,783 2,452,984 88.29
259,771 9.35
10.59 1955 72,426
7,281,504 100.54 813,344
11.23 11.17
1960 72,726 5,985,399 82.30
651,810 8.96
10.89 1965 87,408
7,368,946 84.31 775,950
8.88 10.53
1970 8,1677 7,895,276 96.66
715,312 8.73
9.06
1975 104,777
9,848,259 93.99
1,035,052 9.76
10.51
1980 188,772 13,888,289 73.57 1,249,946 6.55
9.00 1985 285,529 21,048,681 73.72
1,707,048 5.98 8.11
1990 365,926 27,895,448 76.23 2,083,790 5.69
7.47 1995 420,630 30,096,060 71.55
2,096,471 4.98 6.97
1996 403,266 28,603,531 70.93 2,094,195 5.19
7.32 1997 385,669 27,953,841 72.48
2,189,974 5.68 7.83
1998 378,293 27,177,766 71.84 1,491,553 3.94
5.49 1999 340,800 21,401,834 62.80
1,488,599 4.37 6.96
2000 340,660 24,031,355 70.54 1,690,667
4.96 7.04
2001 344,441 25,186,254 73.12 1,725,467 5.01
6.85 2002 350,723 25,533,431 72.80
1,755,434 5.01 6.88
2003 335,725 22,631,109 67.41 1,631,919 4.86
7.21 2004 345,550 26,743,179 77.39
2,051,651 5.94 7.67
Sumber : 1930-1985 Bahari, 1989; 1990-1995 Anonim, 1997; 1996-2004 DGI, 2004 dalam Mardianto et.al 2005
Penyebab utama terpuruknya keadaan pergulaan Indonesia saat ini adalah keadaan hulu yang tidak baik. Namun demikian, ini tidak berarti usaha
di hilir tidak dikembangkan. Dengan adanya perbaikan di hulu dan pengembangan di hilir dimana pabrik gula selain menghasilkan gula juga
memanfaatkan hasil sampingnya menjadi produk bernilai jual maka akan menjadikan Indonesia, siap menghadapi keadaan pergulaan dunia yang
distortif. Di banyak negara, produsen gula telah melakukan diversifikasi produk
tebu. Hal ini dilakukan untuk menyiasati penurunan harga gula, menekan ongkos produksi, memperluas pasar, serta mengurangi risiko kerugian pabrik
gula. Dengan diversifikasi tebu di percaya dan terbukti adanya peningkatan
86 pendapatan karena adanya pemanfaatan hasil samping menjadi produk
bernilai. Karena itu kegiatan penelitian dan pengembangan produk turunan tebu dan pendirian pabrik sangat baik dilakukan untuk menunjang industri
gula yang sedang terpuruk. Hal ini sejalan dengan visi, misi dan startegi Direktorat Jendral Bina Produksi Perkebunan yang mengarah pada industri
berbasis tebu pemanfaatan hasil samping. Terkait dengan hal ini, menurut Mardianto et al 2005, arah kebijakan
industri gula tebu yang berkelanjutan perlu ditopang oleh tiga pilar yang kokoh, berimbang dan terintegrasi, yaitu : i usahatani tebu; ii pabrik gula;
dan iii penelitian dan pengembangan.
3. Tampilan Model Strategi
Pada model berikut ini terdapat fasilitas edit elemen, tambah elemen, hapus elemen. Dengan fasilitas ini pengguna dapat melakukan perhitungan
perkalian matrik yang dilakukan oleh program SPKDPT dan hasilnya dicantumkan pada tangki vektor dan prioritas seperti pada Gambar 21.
Gambar 21. Output model pemilihan strategi diversifikasi tebu
87
E. RANCANGAN IMPLEMENTASI
Dari model pemilihan produk turunan tebu diketahui bahwa biofuelbioethanol
merupakan produk turunan tebu yang memiliki potensi yang paling tinggi. Negara yang berhasil dalam pengembangan produk ini adalah
Brazil. Menurut Khudori 2006, Keberhasilan Brazil dalam mengembangkan energi terbarukan setidaknya disebabkan oleh :
i. Kelembagaan yang baik. Perumusan kebijakan umum industri berbasis tebu berada di bawah wewenang Badan Pengembangan Gula dan Alkohol, sebuah
badan di bawah Kementerian Pertanian. Badan ini bertugas memformulasi kebijakan sektor gula dan alkohol dengan mengembangkan teknologi sosial
dan perdagangan untuk menciptakan produk yang berkualitas dan kompetitif. ii. Mengoptimalkan pasar domestik. Setiap tahun dikeluarkan keputusan presiden
untuk menetapkan range kadar alkohol yang dicampur dalam bensin yang dijual. Dengan cara ini, konsumsi alkohol domestik dapat ditingkatkan.
Produksi gula versus alkohol ini menjadi strategi Brazil untuk keluar dari jerat pasar gula dunia yang distortif.
iii. Dukungan finansial dari kebijakan pemerintah. Pemerintah menyediakan kredit berbunga rendah 11-12 persen, sementara bunga pasar 26 persen
kepada pengusaha dan petani yang mengembangkan energi terbarukan. Hal ini mendorong pengusaha dan petani untuk bergerak di bidang ini.
iv. Dukungan lembaga riset dan pengembangan. Di bawah The Brazilian Agriculture Research Corporation
, sebuah badan di bawah Departemen Pertanian. Badan ini melakukan berbagai penelitian dan pengembangan
bidang bioteknologi dengan orientasi pada terciptanya proses produksi agrobisnis yang modern, efisien, dan kompetitif.
Belajar dari keberhasilan Negara Brazil ini, maka Indonesia sebagai Negara yang memiliki banyak kesamaan dengan Negara Brazil memiliki peluang yang
sama untuk berkembang dalam bidang energi terbarukan biofuel. Dengan dukungan lembaga riset dan pengembangan yang telah ada dan juga pasar
domestik yang cukup besar, peluang pengembangan produk biofuel sangat