STRATEGI DIVERSIFIKASI TEBU TINJAUAN PUSTAKA

21 1 1 + + - + = n n C B m n PBP dimana : n = periode investasi pada saat kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir tahun. m = nilai kumulatif Bt – Ct negatif yang terakhir Rp B n = benefit bruto pada tahun ke-n Rp C n = biaya bruto tahun ke-n Rp

G. STRATEGI DIVERSIFIKASI TEBU

1. Agroindustri Pola pengembangan agroindustri dapat didasarkan pada beberapa aspek, antara lain skala usaha, pilihan teknologi, perkembangan industri hilir dengan konsep agroindustri, pembuatan mesin dan peralatan. Beberapa hal yang menjadi dasar pertimbangan dalam rangka mengembangkan unit pengolahan adalah lokasinya berada di pusat produksi sehingga dapat mengurangi biaya pengangkutan dari lapangan ke unit pengolahan dan diharapkan mampu bersaing dari segi harga dan jumlahnya serta dapat mengurangi loss dan kerusakan Darwis,1983. Menurut Soebono 1992, hal lain yang menjadi potensi adalah keadaan iklim di Indonesia yang sangat cocok bagi pengembangan sektor pertanian. Prospek pengembangan agroindustripun sangat baik dengan adanya dukungan potensi sumberdaya manusia yang cukup besar dengan tingkat upah yang relatif bersaing serta tingkat kemampuan untuk berusaha di bidang pertanian yang cukup memadai karena merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduk Indonesia. Pengelompokan beberapa peran agroindustri Soedardjo dalam Soekartawi, 1995 antara lain sebagai berikut : a. Agroindustri Pendorong Ekspor Hasil Pertanian Agricultural Product Export Promoting Agroindustry = APEPAI Pada tahap awal ekspor negara yang didominasi oleh bidang pertanian adalah hasil-hasil pertanian. Tetapi, permintaan komoditas pertanian 22 cenderung menurun dan diganti oleh produk olahan yang harganya relatif lebih tinggi bahkan lebih stabil. Oleh karena itu, agroindustri dikembangkan dengan tujuan untuk memperluas basis pasar ekspor melalui diversifikasi produk, meningkatkan nilai tambah devisa, substitusi produk ekspor melalui diversifikasi produk, meningkatkan nilai tambah devisa, substitusi produk ekspor dan meningkatkan stabilisasi penerimaan devisa hasil diversifikasi ekspor. b. Agroindustri Substitusi Impor Import Substitution Agroindustry = ISAI Pemilihan startegi ini dilandasi oleh tujuan dan kebijakan yang biasanya ditempuh negara sedang berkembang untuk memacu pertumbuhan ekonomi, menghemat devisa, memanfaatkan potensi permintaan masyarakat pendapatan menengah ke atas dan mendorong penanaman modal asing. Strategi ini dapat memacu pertumbuhan ekonomi karena investasi dipacu dengan modal asing, industri skala besar dan teknologi yang diimpor. Apalagi konsumsi kelompok menengah ke atas biasanya meningkat dengan cepat. c. Pemanfaatan Potensi Permintaan Keluarga Tani Agricultural Demand Led Agroindustry = ADLAI Negara yang sebagian besar penduduknya masih bekerja dan kontribusi terbesar dalam pendapatan nasional dari bodang pertanian, maka potensi permintaan keluarga tani dominan dalam perekonomian tersebut. Dengan memanfaatkan potensi keluarga petani, maka agroindustri yang menghasilkan sandang, pangan dan kebutuhan sehari-hari bagi keluarga petani adalah tepat karena adanya jaminan permintaan pasar yang besar. Strategi ini bisa berhasil dengan syarat tersedia produk pertanian dalam jumlah dan kualitas bahan baku yang memadai serta surplus pendapatan petani digunakan untuk mencipatakan permintaan agroindustri. 23 d. Agroindustri Penggerak Pembangunan Desa Agroindustry Propelled Rural Development = AIPRD Perekonomian pedesaan umumnya ditunjang oleh bidang pertanian karena sumber daya yang ada yaitu tanah dan tenaga kerja lebih banyak menunjang produksi pertanian. Tenaga kerja yang ada umumnya hanya trampil di bidang pertanian, sebagian perdagangan skala kecil dan industri sederhana. Masalah yang timbal karena daya utama yaitu lahan terbatas dan di sisi lain tenaga kerja terus bertambah. Dalam kondisi seperti ini, diversifikasi perekonomian pedesaan, melalui industrialisasi pedesaan menjadi suatu keharusan dan sangat mendesak. 2. Kebijakan Gula Nasional Arah dan tujuan pengembangan gula sejalan dengan arah pengembangan yang ditetapkan oleh Departemen Pertanian Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan. Tujuan yang ditetapkan Ditjen Bina Produksi perkebunan untuk periode 2005-2010 adalah untuk menyelamatkan dan menyehatkan industri gula nasional, sekaligus untuk membangun landasan peningkatan daya saing dan pencapaian swasembada gula nasional Badan Litbang Pertanian, 2005. Beberapa indikator pencapaian sasaran tersebut adalah: i. Produktivitas gula nasional rata-rata 8 ton hablurha. ii. Rata-rata biaya produksi gula nasional dibawah Rp 2.800kg. iii. Minimal 75 kelembagaan petani sudah kuat dan mandiri. iv. Terbangunnya minimal 2 PG di luar Jawa. v. Terbangunnya minimal 2 PG yang sudah mengembangkan PPGT secara terintergrasi. vi. Produksi gula nasional minimal dapat memenuhi 80 konsumsi gula nasional. vii. Pendapatan petani minimal Rp 8 jutaha. Menurut Badan Litbang Pertanian 2005, sejalan dengan visi, misi dan strategi Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan, serta kebijakan umum, maka kebijakan dasar industri gula nasional mencakup : 24 i. Penciptaan medan persaingan yang fair bagi industri gula nasional melalui kebijakan pengendalian impor dan harga di tingkat petani. ii. Penciptaan kebijakan yang mendukung upaya peningkatan efisiensi di tingkat petani dengan bantuan subsidi input yang efektif. iii. Restrukturisasi yang dilaksanakan dalam upaya meningkatkan daya penyesuaian diri dan inovasi pabrik gula, dimana menempatkan inovasi sebagai instrumen utama dalam meningkatkan daya saing. iv. Rasionalisasi yang dilaksanakan dalam upaya menurunkan biaya produksi dalam artian seluas luasnya yaitu bahwa segala biaya yang tidak ada kaitan langsung dengan efisiensi dan produktivitas ditekan semaksimal mungkin. v. Reengineering untuk dapat meningkatkan efisiensi pabrik gula. Menurut Badan Litbang Pertanian 2005, yang menjadi Strategi Dasar dalam kebijakan gula nasional : i. Meningkatkan produktivitas, efisiensi dan daya saing serta memberikan perlindungan yang fair level playing ground kepada usaha dan sistem agribisnis pergulaan berbasis tebu yang secara bertahap bergeser ke diversifikasi industri berbasis tebu. ii. Ekstensifikasi dengan pengembangan industri gula di luar Jawa. Menurut Badan Litbang Pertanian 2005, Program utama difokuskan dalam mendorong pelaksanaan Program Akselarasi Peningkatan Produksi Gula Nasional yang sudah ada yaitu : i. Rehabilitasi atau peremajaan serta perluasan Perkebunan Tebu. ii. Rehabilitasi, konsolidasi dan modernisasi teknologi Pabrik Gula. iii. Peningkatan investasi untuk pengembangan industri gula yang terintegrasi, baik di Jawa maupun di luar Jawa serta pengembangan industri gula baru yang terintegrasi di luar Jawa. Menurut Badan Litbang Pertanian 2005, dengan program pendukungnya sebagai berikut : i. Program perlindungan dan penyediaan fasilitas berproduksi proteksi dan promosi, jaminan keamanan, dan tax holiday untuk angka waktu tertentu ii. Program pengembangan sistem pembiayaan bagi petani tebu dan pelaku usaha pergulaan 25 iii. Program penguatan lembaga penelitian dan pengembangan serta lembaga pendidikan pergulaan, termasuk pengembangan sinergi antar lembaga dimaksud iv. Program pengembangan infrastruktur irigasi, jalan, pelabuhan untuk mendukung pengembangan sistem industri gula terpadu, termasuk spin off pen pembentukan SBU untuk masing-masing PG v. Program penyusunan rencana induk Masterplan pengembangan industri gula berbasis tebu, baik di masing-masing sentra produksi gula maupun keterkaitan antar sentra produksi vi. Program promosi investasi dalam mendukung percepatan pengembangan industri gula terpadu vii. Transparansi penentuan rendemen. Menurut Badan Litbang Pertanian 2005, dalam upaya mendorong investasi pada industri gula berbasis tebu, maka pemerintah perlu menerapkan beberapa kebijakan pendukung sebagai berikut : i. Konsistensi kebijakan pemerintah. Karena investasi pada industri gula memerlukan investasi yang sangat besar, konsistensi kebijakan menjadi salah satu kebijakan kunci. Berbagai kebijakan pergulaan baik itu kebijakan produksi, perdagangan, dan investasi seyogyanya konsisten dijalankan dengan perspektif jangka panjang. ii. Penciptaan medan persaingan yang adil level playing ground. Karena industri dan perdagangan gula di pasar internasional sangat distortif, maka pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang dapat menciptakan medan persaingan yang adil untuk industri gula nasional. Pilihan kebijakan mencakup mempertahankan esensi kebijakan yang kini diterapkan tataniaga impor atau dengan menerapkan kombinasi kebijakan tariff-rate quota yang dikombinasikan dengan kebijakan jaminan harga. iii. Pemberian insentif untuk pengembangan industri di luar jawa dan produk derivatif gula. Karena industri gula memerlukan investasi yang besar dan mempunyai peran penting dalam perekonomian Indonesia, maka pengembangan industri gula di luar Jawa perlu didorong. Hal ini akan terwujud bila pemerintah memberikan insentif dan kemudahan seperti jaminan 26 keamanan dalam berusaha, keringanan perpajakan, kemudahan perijinan, kemudahan dalam memperoleh lahan, dan dukungan infrastruktur. iv. Dukungan pendanaan untuk rehabilitasi atau konsolidasi PG. Keterbatasan dana yang dimiliki PG-PG di Jawa untuk melakukan rehabilitasi dan konsolidasi memerlukan dukungan pendanaan dari pemerintah. Hanya memberikan dukungan pendanaan bagi petani tanpa juga mendukung pendanaan untuk rehabilitasi PG akan membuat upaya peningkatan efisiensi akan tidak optimal. v. Dukungan untuk memudahkan privatisasi. Dengan kondusifnya situasi pergulaan nasional, pihak swasta pada dasarnya berminat untuk menanamkan modalnya, termasuk untuk melakukan rehabiliatsi PG. Swasta akan mengucurkan dana mereka bila dana tersebut langsung untuk merehabilitasi PG, tidak lewat perusahaan holding-nya PTPN. Pemerintah membuat PG menjadi SBU mandiri. 27

III. METODOLOGI