Analisis Fisiko-kimia Umbi Terpilih kimpul

37 Dari penghitungan rendemen pati dan uji daya cerna pati pada RS tipe IV, kimpul memiliki hasil yang lebih baik dari kedua umbi lainnya ganyong dan kentang. Oleh karena itu untuk penelitian tahap selanjutnya digunakan pati umbi kimpul.

B. SELEKSI RS

Penelitian tahap kedua meliputi seleksi jenis RS pati kimpul berdasarkan kemampuannya untuk membantu viabilitas BAL serta mempelajari sifat fisiko kimia sebagai pertimbangan untuk aplikasi. Pengujian dilakukan secara in vitro dengan menumbuhkan BAL pada media s-RS RS yang disuspensikan dalam air dan media m-MRSBMRSB tanpa dekstrosa+RS. BAL yang digunakan dalam pengujian ini adalah Lactobacillus casei subsp. rhamnosus, Lactobacillus plantarum , dan Bifidobacterium bifidum. Namun, sebelum melakukan uji viabilitas terlebih dahulu dilakukan analisis fisiko kimia RS tipe III dan tipe IV.

1. Analisis Fisiko-kimia Umbi Terpilih kimpul

Setelah dilakukan pembuatan RS tipe III dan tipe IV dari pati umbi terpilih kimpul, dilakukan analisis fisiknya. Analisis fisiko kimia yang dilakukan meliputi densitas kamba, densitas padat, derajat putih, a w , uji amilograf, kadar amilosa, kadar RS, dan kadar gula pereduksi. Hasil analisis fisiko kimia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Hasil analisis fisiko-kimia umbi kimpul No Parameter Pati RS tipe III RS tipe IV a Densitas kamba gml 0.664 0.600 0.637 Densitas padat gml 0.868 0.788 0.838 b Kelarutan dalam air 4.79 15.25 6.94 c Derajat putih 99.35 81.55 100.85 d a w 0.384 0.367 0.358 38 Tabel 8. Hasil analisis fisiko-kimia umbi kimpul lanjutan No Parameter Pati RS tipe III RS tipe IV e Suhu awal gelatinisasi o C 78 54 75 Suhu puncak gelatinisasi o C 88.5 Tidak bisa dihitung 90 Viskositas BU 140 Tidak bisa dihitung 200 f Kadar amilosa g100g 30.859 31.762 31.435 g Kadar RS 1.7818 8.6711 5.1452 h. Kadar gula pereduksi 0.04 0.20 0.17 a. Densitas kamba dan densitas padat Densitas kamba dan densitas padat merupakan sifat fisik tepung- tepungan yang penting diketahui terutama dikaitkan dengan pengemasan, penyimpanan dan transportasi. Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu tanpa dipadatkan sedangkan densitas padat adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu dengan dipadatkan. Menurut Ainah 2004, densitas kamba dan densitas padat dipengaruhi oleh ukuran bahan dan kadar air. Ukuran bahan dari partikel menunjukkan porositas bahan yaitu jumlah rongga diantara partikel-partikel bahan. 0.66 0.6 0.64 0.87 0.79 0.84 0.2 0.4 0.6 0.8 1 pati RS tipe III RS tipe IV Jenis sampel D e ns it a s g m l densitas kamba densitas padat Gambar 10. Densitas kamba dan densitas padat pati dan RS Kimpul tipe III dan tipe IV 39 Nilai densitas kamba pati, RS tipe III, dan RS tipe IV berturut-turut adalah 0.66 gml, 0.60 gml, dan 0.64 gml. Sedangkan nilai densitas padatnya berturut-turut sebesar 0.87 gml, 0.78 gml, dan 0.84 gml Dapat dilihat pada Gambar 12 bahwa nilai densitas kamba pati, RS tipe III, maupun RS tipe IV hampir sama, begitu juga dengan nilai densitas padat. Densitas kamba dan densitas padat yang besar menunjukkan bahwa pada volume yang sama, produk dengan densitas kamba atau densitas padat lebih besar hanya memerlukan ruang yang lebih kecil. Dengan demikian pati atau RS dengan densitas kamba dan densitas padat yang besar akan menghemat ruang untuk penyimpanan. b. Kelarutan dalam air 4.79 15.25 6.94 2 4 6 8 10 12 14 16 18 pati RS tipe III RS tipe IV Sampel K e la ru ta n da la m a ir Gambar 11. Kelarutan pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul dalam air. Kelarutan pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul dalam air berturut- turut adalah 4.79, 15.25, dan 6.94 seperti dapat dilihat pada Gambar 11. Kelarutan RS tipe III dalam air jauh lebih tinggi daripada kelarutan pati dan RS tipe IV dalam air. Hal ini disebabkan karena pada RS tipe III granula patinya telah tergelatinisasi, sehingga amilosanya bagian pati yang larut air keluar dari granula pati. 40 c. Derajat putih 81.6 99.35 81.55 100.85 20 40 60 80 100 120 standar MgOBaSO4 pati RS tipe III RS tipe IV Sampel D e ra ja t P u tih Gambar 12. Derajat putih pati dan RS Kimpul tipe III dan tipe IV Derajat putih kontrol adalah 81.6, sedangkan derajat putih pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul berturut-turut adalah sebesar 99.35, 81.55, dan 100.85 seperti dapat dilihat pada Gambar 14. Pati dan RS tipe IV kimpul memiliki derajat putih lebih besar dari kontrol, sedangkan RS tipe III kimpul tidak. Menurut Ridal 2003, derajat putih pati kimpul adalah 74.55. Salah satu hal yang menyebabkan perbedaan derajat putih pada produk yang sama adalah kandungan polifenol. Polifenol dapat menyebabkan pencoklatan enzimatis. Analisis derajat putih dilakukan untuk mengetahui warna pati dan RS yang dihasilkan. Analisis ini merupakan salah satu analisis yang biasa dilakukan pada tepung atau pati untuk mengetahui kualitas tepung atau pati tersebut. Analisis ini dilakukan dengan bantuan alat whiteness meter dan kontrol MgO atau BaSO 4 . 41 d. a w 0.384 0.367 0.358 0.345 0.35 0.355 0.36 0.365 0.37 0.375 0.38 0.385 0.39 pati RS tipe III RS tipe IV Jenis sampel akt iv it as ai r a w Gambar 13. Aktivitas air pati dan RS kimpul tipe III dan tipe IV Nilai a w pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul berturut-turut adalah sebesar 0.384, 0.367, dan 0.358 seperti dapat dilihat pada Gambar 13. Aktivitas air a w adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya. Nilai a w yang kecil lebih disukai karena nilai a w yang kecil akan menyulitkan mikroba untuk hidup dan merusak produk pangan. Nilai a w minimal bakteri adalah 0.97 untuk Pseudomonas, 0.96 untuk E. coli, dan 0.95 untuk Bacillus subtilis. Kapang membutuhkan nilai a w yang lebih rendah. Di bawah a w 0.62, semua pertumbuhan kapang dapat dihambat Fardiaz,1992, sehingga diharapkan tidak terjadi pertumbuhan kapang pada pati maupun RS kimpul. e. Uji amilograf Pengukuran amilograf dilakukan dengan menggunakan alat “Brabender visko-amilograf”. Dari pengukuran amilograf ini dapat diketahui suhu awal gelatinisasi, suhu puncak gelatinisasi, waktu awal gelatinisasi, waktu puncak gelatinisasi dan viskositas puncak sampel. Suhu awal gelatinisasi pati, RS tipe III, dan tipe IV berturut-turut adalah 78 C, 54 C, dan 75 C, sedangkan suhu puncak gelatinisasinya berturut- 42 turut adalah 88.5 C, tidak dapat dihitung lebih dari 90 C, dan 90 C. Hasil uji amilograf dapat dilihat pada Lampiran 12. Suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi pati dan RS tipe IV tidak berbeda jauh, sedangkan suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi RS tipe III berbeda dengan kedua sampel lainnya. Hal ini dikarenakan pada RS tipe III telah terjadi gelatinisasi sehingga suhu puncak gelatinisasinya tidak dapat ditentukan. Menurut Pomeranz 1991, sifat amilograf pati dipengaruhi oleh jenis pati, konsentrasi pati yang digunakan, suhu awal terjadinya gelatinisasi, dan pH suspensi. Pada pengukuran sifat amilograf, suhu awal gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai meningkat. Suhu awal gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kurva mulai naik dikalikan dengan kenaikan suhu 1.5 Cmenit kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu puncak gelatinisasi adalah suhu pada saat kurva mencapai puncak atau suhu pada puncak maksimum viskositas yang dicapai. Suhu puncak gelatinisasi ditentukan berdasarkan perhitungan hasil konversi waktu yang dibutuhkan sampai kenaikan kurva mencapai puncak dikalikan dengan kenaikan suhu 1.5 Cmenit kemudian ditambahkan dengan suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran. Suhu awal yang digunakan pada saat pengukuran suhu awal dan suhu puncak gelatinisasi adalah 30 C. Viskositas puncak pati, RS tipe III, dan tipe IV berturut-turut adalah 1140 BU, tidak dapat dihitung, dan 1200 BU. Viskositas berhubungan langsung dengan suhu gelatinisasi. Semakin tinggi suhu gelatinisasi maka semakin lambat granula pati mengembang dan semakin lambat pula waktu viskositas tercapai Winarno, 1988. Viskositas puncak tepung ubi jalar ditentukan dengan satuan Brabender Unit BU pada saat suhu gelatinisasi puncak tercapai. 43 f. Kadar Amilosa 30.86 31.76 31.44 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 pati RS tipe III RS tipe IV Jenis Sampel Kadar Amilo sa Gambar 14. Kadar amilosa pati dan RS kimpul tipe III dan tipe IV Kadar amilosa untuk pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul berturut-turut adalah sebesar 30.86 g100g, 31.76 g100g, dan 31.44 g100g seperti dapat dilihat pada Gambar 14. Dari Gambar 14 dapat terlihat bahwa kadar amilosa pada RS tipe III dan tipe IV tidak berbeda jauh dengankadar amilosa pada pati. Hal ini membuktikan bahwa proses pembuatan RS tipe III dan tipe IV hanya mengubah struktur amilosa dan bukan kadar amilosanya. g. Kadar RS 1.78 5.15 8.67 2 4 6 8 10 pati RS tipe III RS tipe IV Jenis sampel Ka d a r RS Gambar 15. Kadar RS pati dan RS kimpul tipe III dan tipe IV 44 Dari Gambar 15, kadar RS untuk pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul berturut-turut adalah sebesar 1.78, 8.67, dan 5.15. Penelitian yang dilakukan oleh Edmonton dan Saskatoon 1998 pada RS tipe III dari beberapa jenis bahan, memperlihatkan bahwa kandungan RS tipe III mengalami peningkatan seiring dengan pertambahan konsentrasi pati sampai dengan 10 dan setelah itu mengalami penurunan. Meskipun demikian konsentrasi pati sampai dengan 20 masih menghasilkan RS tipe III dalam jumlah yang relatif tidak jauh berbeda dengan konsentrasi 10, yaitu sekitar 6-8, tergantung jenis pati yang digunakan. Hal-hal yang mempengaruhi kadar RS yang dihasilkan adalah: 1 rasio amilosa: amilopektin pada pati dimana amilosa yang lebih besar akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan; 2 rasio pati : air dalam pembuatan RS dimana suspensi terbaik adalah 5 pati dalam air; 3 proses pemanasan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan, dan 4 proses penepungan akan meningkatkan kadar RS yang dihasilkan Sajilata, et al., 2006. Hal lain yang dapat mempengaruhi kadar RS adalah adanya interaksi antara pati dengan komponen lain protein, dietary fiber, dan lipid Escarpa, et al., 1996. Kadar amilosa yang besar akan meningkatkan banyaknya RS yang dihasilkan Sajilata, et al., 2006. Hal ini berhubungan erat dengan rasio pati : air dalam pembuatan RS tipe III. Selama proses pembentukan gel, kandungan air mempengaruhi pembengkakan granula pati dan pelepasan amilosa dari granula pati. Konsentrasi pati yang lebih rendah menyebabkan pembengkakan granula dan pelepasan amilosa yang lebih besar, namun rendahnya konsentrasi amilosa dalam suspensi akan membatasi pembentukan RS tipe III. Sebaliknya, pada konsentrasi pati yang lebih tinggi, keterbatasan jumlah air akan menekan pembengkakan granula dan pelepasan amilosa. Dengan demikian, amilosa tidak akan dibebaskan dengan sempurna dari granula pati. Jadi, pembentukan RS tipe 45 III, tidak hanya dipengaruhi oleh kandungan amilosa, tetapi juga dipengaruhi oleh pembengkakan granula dan pelepasan amilosa. Untuk RS tipe IV, hal-hal yang mempengaruhi yield RS yang terbentuk adalah fosfat yang ditambahkan. RS tipe IV yang dalam pembuatannya ditambahkan fosfat 0.4-0.5 menghasilkan jumlah RS yang optimal Woo, et al., 1999. Pada penelitian, POCl 3 yang digunakan adalah sebesar 0.2. Hal ini menyebabkan kadar RS pada RS tipe IV rendah 5.15. h. Granula pati a b c Gambar 16. a Granula pati kimpul perbesaran 400x; b Granula pati RS tipe III kimpul perbesaran 400x; dan c Granula pati RS tipe IV kimpul perbesaran 200x 46 Pati dalam jaringan tanaman mempunyai bentuk granula yang berbeda-beda. Dengan mikroskop, jenis pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk, ukuran, dan sifat birefringent yang berbeda. Sifat birefringent berarti kemampuan granula pati untuk merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam putih. Pada waktu granula mulai pecah tergelatinisasi sifat birefringent ini akan hilang Winarno, 1995. Tidak terdapat perbedaan antara granula pati kimpul Gambar 16a dengan granula pati RS tipe IV-nya Gambar 16c, keduanya masih memiliki sifat birefringent, sedangkan RS tipe III telah kehilangan sifat birefringent akibat proses gelatinisasi. i. Gula pereduksi Pati, RS tipe III, dan RS tipe IV kimpul mempunyai kadar gula pereduksi berturut-turut sebesar 0.04, 0.20, dan 0.17. Kadar gula pereduksi RS tipe III dan RS tipe IV pada tabel 8 relatif rendah. Hal ini menunjukkan RS dimanfaatkan oleh BAL sebagai sumber karbon untuk mempertahankan pertumbuhannya, setelah gula pereduksi yang sangat jumlahnya terbatas habis. 47

2. Uji Prebiotik secara In Vitro