Negara Se bagai Obje k Ilm u Penge tahuan

Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 13 n egara atau state a juristic entity dan state as a politi- cally organ ized society atau state as pow er. Elem en n egara m en urut Kelsen m en cakup: i The Territory of the State, seperti m en gen ai pem bentukan dan pem bu- baran n egara, serta m en gen ai pen gakuan atas n egara dan pem erintahan; 6 ii Tim e Elem ent of the State, yaitu wak- tu pem ben tukan n egara yan g bersan gkutan ; iii The People of the State, yaitu rakyat n egara yang bersang- kutan; iv The Com petence of the State as the M aterial Sphere of Validity of the N ational Legal Order, m isaln ya yan g berkaitan dengan pen gakuan in tern asion al; v Conflict of Law s, perten tangan antar tata hukum ; vi The so-called Fun dam ental R ights and Duties of the States, soal jam in an hak dan kebebasan asasi m an usia; dan vii The Pow er of the State, aspek-aspek m en genai kekuasaan n egara. 7 Negara seben arn ya m erupakan kon struksi yang diciptakan oleh um at m anusia hum an creation ten tang pola hubun gan an tar m an usia dalam kehidupan berm a- syarakat yang diorgan isasikan sedem ikian rupa un tuk m aksud m em en uhi kepen tingan dan m encapai tujuan bersam a. Apabila perkum pulan orang berm asyarakat itu diorgan isasikan un tuk m en capai tujuan sebagai satu un it pem erintahan terten tu, m aka perkum pulan itu dapat dikatakan diorgan isasikan secara politik, dan disebut body politic atau n egara state sebagai a society politi- cally organized. 8 Negara sebagai body politic itu oleh ilm u n egara dan ilm u politik sam a-sam a dijadikan sebagai objek uta- 6 Pengakuan atas suatu negara meliputi persoalan recognition of a community as a state, pengakuan de facto atau de jure, pengakuan dengan kekuatan yang bersifat retroaktif, pengakuan melalui penerimaan oleh organisasi PBB, pengakuan terhadap pemerintahan dan pengakuan terhadap insurgents seba- gai a belligerent power. Ibid. hal. 221-231. 7 Ibid., hal. 207-267. 8 Appadorai, Op. Cit., hal. 3. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 14 m a kajian n ya. Sem en tara, ilm u Hukum Tata Negara m en gkaji aspek hukum yang m em ben tuk dan yan g di- bentuk oleh organ isasi n egara itu. Ilm u politik m elihat n egara sebagai a political society den gan m em usatkan perhatian pada 2 dua bidang kajian, yaitu teori politik political theory dan organisasi politik political organi- zation. Ilm u Politik sebagai bagian dari ilm u sosial lebih m em usatkan perhatian pada n egara sebagai realitas politik. Seperti dikatakan oleh M.G. Clarke: “... politics can on ly be understood through the bahaviour of its participan ts an d that this behaviour is determ in ed by ‘social forces’: social, econom ic, racial factions, etc”. 9 Ilm u politik han ya dapat dim en gerti m elalui peri- laku para partisipann ya yan g diten tukan oleh kekuatan - kekuatan sosial, ekon om i, kelom pok-kelom pok rasial, dan sebagainya. Lebih lan jut, Clarke m en yatakan bahwa legalism e itu bersifat redundant dalam studi ilm u politik, tetapi bahwa the rules of the con stitution dan , lebih pen - tin g lagi, struktur-struktur institution al pem erin tahan n egara, bukan lah hal yan g relevan un tuk dipersoalkan dalam ilm u politik. Struktur kelem bagaan n egara itu, m enurut Clarke, tidak m em punyai pengaruh yan g berarti perilakulah yang m enjadi subjek utam a dalam ilm u po- litik. 10 Oran g boleh m en erim a begitu saja pen dapat Clarke ini dalam keran gka studi ilm u politik, tetapi di lingkungan negara-n egara yang sedang berkem bang, banyak studi ilm u sosial lain n ya yan g justru m en un juk- kan gejala yang sebaliknya, yaitu bahwa peranan institusi 9 Pengantar M.G. Clarke sebagai editor buku C.F. Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their History and Existing Forms, London: Sidgwick Jackson, 1973, hal.xvi. 10 Ibid. “What they are saying is not just that legalism is redundant in the study of politics, but that the rules of the constitution and, more important, the institutional structures of government, are irrelevant because they don’t significantly affect that behaviour which is the only subject worthy of study”. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 15 ken egaraan itu justru san gat sign ifikan pen garuhn ya terhadap perilaku politik warga m asyarakat. Bagi disiplin ilm u politik, pendapat Clarke itu tidak aneh. Bahkan, Robert Dahl dalam bukunya “Pre- face to Dem ocratic Theory ” 1956 juga m en yatakan bahwa bagi para ilm uwan sosial yang lebih pen ting adalah social n ot constitutional. 11 Ilm u politik lebih m en gutakan dinam ika yang terjadi dalam m asyarakat daripada norm a-norm a yan g tertuang dalam konstitusi n egara. H al itu ten tun ya sangat berbeda dari ke- cen derun gan yan g terdapat dalam ilm u hukum , khu- susnya ilm u hukum tata n egara constitutional law . Dalam studi ilm u hukum tata n egara the study of the constitution atau constitutional law , yang lebih di- utam akan justru adalah n orm a hukum konstitusi yang biasan ya tertuang dalam naskah undang-undan g dasar. Di situlah letak perbedaan m en dasar an tara ilm u H ukum Tata Negara dari ilm u politik.

B. Ilm u H ukum Tata Negara

1. Peristilahan

Ilm u H ukum Tata Negara adalah salah satu caban g ilm u hukum yan g secara khusus m en gkaji persoalan hukum dalam konteks kenegaraan. Kita m e- m asuki bidan g hukum tata n egara, m en urut Wirjon o Prodjodikoro, apabila kita m em bahas norm a-n orm a hu- kum yan g m engatur hubungan antara subjek hukum oran g atau bukan oran g den gan sekelom pok orang atau badan hukum yan g berwujud n egara atau bagian dari n egara. 12 Dalam bahasa Perancis, hukum tata negara disebut Droit Con stitution nel atau dalam bahasa Inggris 11 Robert A. Dahl, Preface to Democratic Theory, Chicago: University of Chicago Press, 1956, hal. 83. 12 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Tata Negara di Indonesia, cet. keenam, Jakarta: Dian Rakyat, 1989, hal. 2. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 16 disebut Con stitution al Law . Dalam bahasa Belanda dan J erm an, hukum tata n egara disebut Staatsrecht, tetapi dalam bahasa J erm an sering juga dipakai istilah v erfas- sungsrecht hukum tata n egara sebagai lawan perkataan v erw altungsrecht hukum adm inistrasi n egara. Dalam bahasa Belanda, un tuk perkataan hukum tata n egara juga biasa dipergunakan istilah staatsrecht atau hukum negara state law . Dalam istilah staatsrecht itu terkandung 2 dua pengertian, yaitu staatsrecht in ruim ere zin dalam arti luas, dan staatsrecht in engere zin dalam arti sem pit. Staatsrecht in engere zin atau H ukum Tata Negara dalam arti sem pit itulah yang biasa- n ya disebut H ukum Tata Negara atau Verfassungsrecht yan g dapat dibedakan antara pen gertian yan g luas dan yan g sem pit. H ukum Tata Negara dalam arti luas in ruim ere zin m en cakup H ukum Tata Negara v erfas- sungsrecht dalam arti sem pit dan H ukum Adm inistrasi Negara v erw altungsrecht. 13 Prof. Dr. Djokosoeton o lebih m en yukai peng- gun aan v erfassungslehre daripada v erfassungsrecht. Dalam berbagai kuliahn ya yang dikum pulkan oleh salah seoran g m ahasiswan ya, yaitu H arun Alrasid, pada tahun 1959, 14 dan diterbitkan pertam a kali pada tahun 198 2, Djokosoeton o berusaha m engam bil jalan ten gah an tara Carl Schm itt yang m en ulis buku Verfassungslehre dan H erm an n H eller den gan bukun ya Staatslehre. Istilah yang tepat untuk H ukum Tata Negara sebagai ilm u con - stitutional law adalah Verfassungslehre atau teori kon s- titusi. Verfassungslehre in ilah yang n an tinya akan m en - jadi dasar untuk m em pelajari v erfassungsrecht, teru- 13 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, cet. kelima, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1983, hal. 22. 14 Djokosoetono, Hukum Tata Negara, Himpunan oleh Harun Alrasid, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 17 tam a m engenai hukum tata n egara dalam arti positif, yaitu hukum tata negara In donesia. Istilah “H ukum Tata Negara” dapat dian ggap iden tik den gan pen gertian “H ukum Kon stitusi” yang m erupakan terjem ahan langsun g dari perkataan Con sti- tution al Law Inggris, Droit Constitutionnel Peran cis, Diritto Constitutionale Italia, atau Verfassungsrecht J erm an. Dari segi bahasa, istilah Con stitution al Law dalam bahasa Inggris m em an g biasa diterjem ahkan se- bagai “H ukum Kon stitusi”. Nam un, istilah “H ukum Tata Negara” itu sendiri jika diterjem ahkan ke dalam bahasa In ggris, n iscaya perkataan yan g dipakai adalah Con - stitutional Law . 15 Oleh karen a itu, H ukum Tata Negara dapat dikatakan iden tik atau disebut sebagai istilah lain belaka dari “H ukum Kon stitusi”. 16 Di an tara para ahli hukum , ada pula yang ber- usaha m em bedakan kedua istilah in i dengan m e- n ganggap bahwa istilah H ukum Tata Negara itu lebih luas cakupan pen gertian nya dari pada istilah H ukum Kon stitusi. H ukum Kon stitusi dian ggap lebih sem pit karen a han ya m em bahas hukum dalam perspektif teks un dan g-un dan g dasar, sedan gkan H ukum Tata Negara tidak han ya terbatas pada un dan g-undan g dasar. Pem bedaan ini seben arnya terjadi karen a kesalahan dalam m engartikan perkataan kon stitusi v erfassung itu sendiri yan g seakan -akan diiden tikkan dengan undang- un dan g dasar gerun dgesetz. Karen a kekeliruan ter- 15 Lihat dan bandingkan Sri Soemantri, Susunan Ketatanegaraan Menurut UUD 1945 dalam Ketatanegaraan Indonesia Dalam Kehidupan Politik Indonesia, Jakarta: Sinar Harapan, 1993, hal. 29. Lihat juga dalam Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1992, hal. 95 16 Lihat dan bandingkan pula pendapat dari Bagir Manan yang membedakan antara Konstitusi UUD dengan Hukum Konstitusi Hukum Tata Negara. Lihat Bagir Manan, Perkembangan UUD 1945, Yogyakarta: FH-UII Press, 2004, hal. 5. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 18 sebut, H ukum Kon stitusi dipaham i lebih sem pit daripada H ukum Tata Negara. 17 Perkataan “H ukum Tata Negara” berasal dari per- kataan “hukum ”, “tata”, dan “negara”, yan g di dalam n ya dibahas m en gen ai urusan pen ataan n egara. Tata yang terkait dengan kata “tertib” adalah order yan g biasa juga diterjem ahkan sebagai “tata tertib”. Tata n egara berarti sistem pen ataan n egara, yang berisi keten tuan m en genai struktur ken egaraan dan substan si n orm a ken egaraan . Dengan perkataan lain , ilm u H ukum Tata Negara dapat dikatakan m erupakan cabang ilm u hukum yang m em bahas m engen ai tatanan struktur ken egaraan , m ekan ism e hubun gan an tar struktur-struktur organ atau struktur kenegaraan, serta m ekan ism e hubun gan an tara struktur n egara dengan warga n egara. H an ya saja, yan g dibahas dalam H ukum Tata Negara atau H ukum Kon stitusi itu sendiri hanya terbatas pada hal-hal yan g berken aan den gan aspek hukum n ya saja. Oleh karen a itu, lin gkup bahasan nya lebih sem pit daripada Teori Kon stitusi sebagaim an a yang dianjurkan untuk dipakai oleh Prof. Dr. Djokosoeton o, yaitu Verfas- sungslehre atau Theorie der Verfassung. 18 Istilah Verfas- sungslehre itu, m en urut Djokosoetono lebih luas dari- pada Verfassungsrecht. Theorie der Verfassung lebih luas daripada Theorie der Verfassungsrecht. Un tuk ke- pen tin gan ilm u pen getahuan, Djokosoeton o m en ganggap lebih tepat untuk m en ggun akan istilah “Teori Kon stitusi” daripada “H ukum Kon stitusi” ataupun “H ukum Tata Ne- gara”. Sebab yang dibahas di dalam n ya adalah persoalan kon stitusi dalam arti yan g luas dan tidak han ya terbatas kepada aspek hukum n ya, m aka yan g lebih pen tin g ada- lah Theorie der Verfassung atau Verfassunglehre Teori Kon stitusi, bukan Theorie der Verfassungsrecht, The- 17 Ibid., hal. 23. 18 Djokosoetono, Op. Cit., hal. 45.