H e rm e n e u tika H u ku m

Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 30 9 herm en eutika hukum adalah m erekonstruksikan kem bali dari seluruh problem a herm eneutika dan kem udian m em ben tuk kem bali kesatuan herm en eutika secara utuh, di m an a ahli hukum dan teologi bertem u den gan para ahli hum an iora. 422 Tujuan herm en eutika hukum itu ada- lah untuk m enem patkan perdebatan kon tem porer ten - tan g pen afsiran atau interpretasi hukum di dalam ke- ran gka herm en eutika pada um um n ya. 423 Dalam hubun gan den gan pen afsiran atau inter- pretasi, Alexan der Peezenick m enyatakan, “...statem ents are partly a result of the author’s philosophical back- ground, partly a useful tool for political debate”. 424 Pan - dan gan kon vesion al dalam pen afsiran un dan g-undang m en gan ggap bahwa pen gadilan harus berupaya m e- n em ukan tujuan atau m aksud dari pem buat undang- undang the fram ers’ intent. Pen afsiran dem ikian se- jalan den gan pan dangan bahwa proses pem bentukan un dan g-un dan g didom in asi oleh kesepakatan n ilai-n ilai di an tara berbagai kelom pok kepen tin gan . Bagi pem ben - tuk un dang-un dan g, kesepakatan adalah produk tawar m en awar political bargain. Metode serupa juga digun akan dalam pen afsiran perjanjian-perjanjian perdata. Proses penem uan m aksud pem ben tuk undang-un dan g, bagaim an apun , lebih sulit ketim ban g m en em ukan m aksud yan g m elatarbelakan gi kon trak-kon trak perdata, sebab badan pem buat undang m em iliki ciri kem ajem ukan. 425 Pern yataan -pern yataan 422 Ibid., hal. 42. 423 Ibid., hal. 45. 424 Peczenik, Op. Cit. 425 Posner, Op. Cit., hal. 576-577. The conventional view of statutory interpretation is that the court endeavors mengusahakan to discover menemukan and effect to the itentions of the enacting legislature. This is consisten with viewing the legislative process as one dominated by deals kesepakatan among intrest groups; in this view legislative enacment is a bargained sale and the same methods used in the interpretation of ordinary Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 310 pribadi an ggota badan pem ben tuk un dan g-un dan g, tidak bisa otom atis dianggap pen gun gkapan pan dan gan m ayo- ritas yan g palin g m em pen garuhi suatu un dan g-undang. Pen dukun g kelom pok-kelom pok kepen tin gan boleh jadi m en yem bun yikan tujuan yang seben arn ya dari legislasi. Penafsiran konstitusi, di J erm an m isaln ya, m enu- rut Leibholz, Mahkam ah Kon stitusi J erm an adalah m ahkam ah yan g bebas, m em ban tu dengan m em berikan jam inan kebebasan bagi pengadilan dan m en jalan kan fun gsi adm in istrasi hukum dalam pengertian m ateril. 426 Putusan -putusan Mahkam ah Kon stitusi J erm an disebut hukum yan g sesun gguhn ya real law . Keputusan-kepu- tusan nya m erupakan putusan yan g m urn i bersifat hukum , di m ana hakim -hakim tidak m elakukan pen e- m uan-pen em uan di luar batas substansi hukum dasar, m elain kan m en gun gkapkan m akn a esen si hukum seba- gai suatu pen dirian atau sikap. H ukum konstitusi tertulis juga tunduk pada perubahan, dan Mahkam ah Kon stitusi private contracts are appropriate tepat. The process of dicovering legisla- tive intent, however, is more difficult than that of discovering the intent behind an ordinary contract because of the plural nature of enacting body. The statements of individual legislators, even of legislative commitees, can- not automatically be assumed to express the views of the ‘silent majority’ that is necessary for enacment. Furthermore, the proponents pendukung of interest groups legislation may conceal the true objective of the legislation in order to increase the information cost of opponents. Yet to some extent at least, this reticense is self-defeating. What is concealed from the public is likely to be cocealed from the judges, leading the construct a public interest rationale that may blunt the redistributive thrust of the legislation but sometimes exaggerate it-when?. 426 G. Leibholz , Politics and Law, Leiden: A.W. Sythoff, 1965, hal. 271- 276. “The Federal Constitutional Court is called upon to realize law; its decisions are,.., genuine judicial decisions, where the judges do not in their findings go beyond the limits of the content of the Basic Law, but express in their findings the essential meaning of that law, as it already stands. Written constitutional law too is subject to changes, and the Federal Consti- tutional Court is called upon in a special degree to participate in these changes throught he exercise of its judicial functions”. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 311 disebut pada tahap terten tu berperan dalam perubahan - perubahan m elalui pelaksan aan fungsi-fun gsi yudisial- n ya. Apa perlun ya kita m em persoalkan m engen ai pen af- siran konstitusi dan herm eneutika hukum di sini? Saya sen diri berpendapat bahwa ilm u hukum kontem porer se- benarn ya telah m em bawa dalam dirin ya sen diri kele- m ahan -kelem ahaan yan g bersifat bawaan . Kegiatan in - terpretasi atau pen afsiran, m erupakan akitivitas yang inheren terdapat dalam keseluruhan sistem bekerjan ya hukum dan ilm u hukum itu sendiri. Akan tetapi, dalam perkem ban gann ya sejak zam an dahulu sam pai sekarang, ilm u hukum belum juga berusaha m em berikan tem pat yan g khusus kepada kegiatan in terpretasi itu sebagai pusat perhatian yan g utam a. Bagaim an apun juga, ilm u hukum itu berkaitan dengan soal kata-kata, sehingga aktivitas tafsir-m enafsir m enjadi sesuatu yang sangat sen tral di dalam nya. J ika belajar dari pen galam an tradisi sistem hukum Islam , akan didapati bahwa dalam rangka perkem bangan ilm u fiqh dalam pen gertian ilm u hukum Islam , telah berkem ban g luas den gan adan ya ilm u ushul fiqh filsafat hukum Islam . Nam un bersam aan den gan hal itu, berkem ban g pula kegiatan pen afsiran terhadap al-Quran dan al-H adits, sehin gga m em bentuk suatu caban g ilm u pengetahuan yan g tersen diri, di sam ping ilm u bahasa yan g didukun g oleh ilm u m anti ilm u logika, m a’an i, bay an, dan sebagainya. Ilm u Tafsir itu terkait erat dengan aktivitas pen afsiran terhadap al-Quran sebagai ilm u penun jang bagi kegiatan ilm iah di bidang pe- n afsiran hukum . Bahkan , terkait den gan hal in i berkem - bang pula ilm u hadits yang khusus disertai oleh “ilm u m ustholah al-hadits” yan g m em pelajari latar belakang hadits-hadits Nabi Muham m ad SAW. Dalam sejarah, ilm u tafsir itu telah m em berikan sum bangan yang sangat besar bagi perkem bangan sistem Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 312 hukum Islam dalam teori dan praktik sam pai sekarang. Oleh karen a itu, patut dipertan yakan , m en gapa sudah berabad-abad lam anya, ilm u hukum m odern belum juga m engem ban gkan caban g ilm u yang tersendiri di bidang penafsiran hukum . Padahal, cabang dan sub-cabang atau bahkan ran tin g ilm u pengetahuan yan g tim bul atau tum - buh dari ilm u hukum sudah sangat ban yak jum lahn ya. Misaln ya, di bidan g hukum pidan a, telah sejak la- m a m uncul caban g ilm u yan g secara khusus m en gkaji ke- jahatan crim e sebagai fen om en a ilm iah yan g tersen diri, yaitu disebut Crim inology . Dari Crim inology ini bahkan berkem ban g pula caban g ilm u yang secara khusus m en g- kaji korban kejahatan , yaitu disebut Victim ology sebagai caban g ilm u penun jan g hulpw eten schap. Akan tetapi, sam pai sekarang, belum juga berkem bang adanya cabang ilm u yan g khusus m en gkaji m etode-m etode pen afsiran hukum dan kon stitusi. Syukurlah bahwa sejak beberapa dasawarsa terak- hir abad ke-20 , dunia ilm u pen getahuan m ulai m em per- kem bangkan herm en eutics sebagai salah satu cabang fil- safat yang m em usatkan perhatian m en gen ai kegiatan penafsiran. Oleh para ahli hukum , herm en eutics itu di- coba un tuk diterapkan di dun ia ilm u hukum . Saya sen - diri m enyam but baik perkem bangan in i dengan harapan hendaknya ilm u hukum dapat m en gem bangkan kreatifi- tasn ya dalam bidang m etodologi penafsiran. Kegiatan interpretasi atau penafsiran hukum ten tu dapat m e- n gem bangkan epistim ologin ya sendiri un tuk tum buh sebagai suatu caban g ilm u pen getahuan hukum yang tersendiri. Di dalam n ya, bahkan dapat pula dikem - bangkan suatu ran tin g ilm u yan g tersen diri, yaitu ilm u penafsiran konstitusi atau the scien ce of con stitution al in terpretation. Den gan berkem ban gn ya ilm u tafsir hukum dan konstitusi yang tersendiri, para sarjana hukum dapat di- lengkapi den gan pengetahuan dan keteram pilan yang Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 313 dapat dian dalkan dalam bidan g pen afsiran hukum dan kon stitusi. Kegiatan pen afsiran hukum dan interpretasi konstitusi m ungkin saja beraneka ragam m etode dan pola kerjanya, tergan tun g m azhab pem ikiran yang m en - jadi paradigm a konseptual yan g m elan dasin ya atau ka- sus-kasus kon krit yan g dihadapinya. Nam un , berbagai ragam m etode pen afsiran tersebut akan m en yediakan ban yak alternatif yang rasion al dan objektif untuk dipilih dalam m em ecahkan suatu kasus konkrit yan g dihadapi, sehingga perbedaan penafsiran tidak didasarkan han ya atas perbedaan kepen tin gan dari para pen afsir yang ter- libat. J ikalau di antara satu sarjan a hukum dengan sarjan a hukum yang lain berbeda pen dapat dalam m e- m aham i sesuatu n orm a hukum , adalah bukan karena perbedaan kepentingan di antara m ereka, m elainkan karen a perbedaan m azhab atau aliran pem ikiran dan m etodologi penafsiran yan g dian ut. Oleh karen a itu, tidak perlu lagi adan ya adagium yan g bersifat m en - cem ooh seolah-olah, jika terdapat 2 dua oran g sarjan a hukum berdebat, m aka akan m en ghasilkan 3 tiga pendapat. Seolah-olah para sarjan a hukum itu sen diri m em an g tidak m em iliki m etodologi yang jelas dalam m em aham i dan m en afsirkan sesuatu peraturan hukum yan g dikaitkan den gan kasus konkrit yang dihadapi. Oleh karen a itulah, m aka saya m en gusulkan agar para ahli hukum dan ahli hukum tata n egara dapat m en yum ban g ide dan gagasan bagi upaya m en gem bang- kan caban g ilm u yan g tersen diri di bidan g pen afsiran hukum dan konstitusi di m asa yan g akan datang sebagai salah caban g ilm u yang bersifat penun jang hulpw eten- shap. Sebagai cabang ilm u pen un jan g, ilm u pen afsiran hukum itu akan san gat m em ban tu sem akin berkem bang- n ya ilm u hukum pada um um nya, dan ilm u hukum tata n egara pada khususn ya, baik di In donesia sendiri m au- pun di dun ia ilm u hukum pada um um n ya. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 314 Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 315 B AB VI P RAKTIK H U KU M TATA N EGARA

A. P e rge s e ra n Orie n ta s i P o litis ke Te kn is

Selam a lebih dari 50 tahun sejak In don esia m er- deka, atau tepatn ya dari tahun 1945 sam pai tahun 1998 ketika terjadin ya reform asi nasion al 53 tahun sejak kem erdekaan, bidan g ilm u hukum tata n egara atau con - stitutional law agak kuran g m en dapat pasaran di kala- n gan m ahasiswa di Indon esia. Pen yebabnya ialah bahwa selam a kurun waktu tersebut, orientasi bidang studi hu- kum tata n egara in i san gat dekat dengan politik, sehing- ga siapa saja yan g berm in at m en ggelutin ya sebagai bidang kajian yang rasional, kritis, dan objektif, di- hadapkan pada resiko politik dari pihak penguasa yang cen derun g san gat otoritarian . Selam a m asa pem erin - tahan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto, siklus kekuasaan m engalam i stagn asi, sehin gga din am ika de- m okrasi tidak dapat tum buh dengan sewajarnya yang m em ungkin kan berkem ban gn ya pan dan gan -pandangan kritis m engenai persoalan-persoalan politik ketatanega- raan . Akibatn ya, m en jadi sarjana hukum tata n egara bukan lah cita-cita yang tepat bagi keban yakan gen erasi m uda. Resiko kedua adalah bahwa bidang kajian hukum tata negara ini dianggap sebagai lahan yang kerin g, tidak begitu jelas lapangan kerja yang dapat dim asuki. Itulah sebabnya setelah kurikulum fakultas hukum m enyedia- kan program studi hukum ekonom i, rata-rata m ahasiswa fakultas hukum di seluruh In donesia cenderun g m em ilih program studi hukum ekonom i atau hukum perdata um um daripada program studi hukum tata n egara. Di sam pin g kedua resiko tersebut, para dosen dan guru- Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 316 guru di bidan g in i di tingkat sekolah m en en gah juga kuran g berhasil m em ban gun daya tarik keilm uan yang tersendiri, baik karen a penguasaan m ereka terhadap m asalah yan g m em an g kuran g atau karen a ketidakm am - puan ilm u hukum tata negara sen diri un tuk m eyakinkan m en gen ai daya tarik ilm iah dan kebergun aan praktisn ya, m aka studi hukum tata n egara di m ana-m an a m en jadi kuran g dim in ati. Oleh karen a itu, pada bagian terakhir buku in i, perlu digam barkan secara selintas m en genai dim ensi dan lahan praktik bagi ilm u H ukum Tata Negara itu seben ar- n ya. Sebelum m enguraikan hal itu, perlu diketahui pula m en gen ai perubahan orientasi yan g terjadi dalam corak keilm uan bidan g hukum tata n egara dalam perkem ba- ngannya di Indon esia. Sejak sebelum kem erdekaan sam - pai den gan kurun waktu lebih dari 50 tahun sejak kem er- dekaan , bidan g kajian hukum tata n egara telah berkem - bang sedem ikian rupa sehingga m enjadi san gat dipe- n garuhi oleh suasana politik yan g m elingkari aktivitas keilm uannya. Barulah setelah m asa reform asi, orien tasi yan g dem ikian itu dapat dikatakan secara perlahan m ulai m engalam i perubahan yang sign ifikan. Mengapa dem i- kian? Seperti sudah diuraikan di atas, H ukum Tata Nega- ra dapat pula disebut dengan istilah H ukum Konstitusi sebagai terjem ahan dari istilah Constitutional Law da- lam bahasa Inggris. Oleh sebab itu, bidan g kegiatan n ya selalu berkaitan den gan kon stitusi. Nam un dalam prak- tikn ya selam a in i, ben tuk kon krit aktivitas H ukum Tata Negara atau H ukum Kon stitusi itu biasanya selalu ber- hubungan dengan kegiatan-kegiatan politik di sekitar Majelis Perm usyawaratan Rakyat atau di sekitar pem - ben tukan un dan g-un dan g atau kegiatan legislasi yang dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersam a-sam a dengan Presiden . H ukum Tata Negara pada um um nya m em bahas persoalan -persoalan akadem is yan g berkaitan Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 317 dengan undang-un dan g dasar, yan g dalam praktiknya berhubungan erat den gan fun gsi-fungsi legislatif di DPR atau fungsi-fun gsi konstitutif di lem baga MPR. Akibat- n ya, dun ia H ukum Tata Negara itu seolah selalu ber- hubun gan dengan kegiatan -kegiatan yang bersangkut- paut den gan dinam ika politik ketatanegaraan. Teori dan pem ikiran akadem is di perguruan tin ggi berm uara hanya kepada akitivitas politik di DPR dan MPR, dan sangat jaran g berhubun gan dengan praktik di pengadilan. Oleh karena itu, sifat-sifat yang berkem bang dalam perkem bangan ilm u hukum tata n egara m en jadi san gat politis, karen a m em ang selalu berhubungan dengan aktivitas di lem baga-lem baga politik. Para sar- jana hukum tata negara constitutional law y ers juga kebanyakan dipen garuhi pula oleh cara berpikir politis. Norm a hukum cenderun g dilihat dari kacam ata seharus- n ya, bukan yang nyatan ya m en gatur kasus-kasus kon krit yan g dihadapi. Setiap kali oran g m em baca dan m e- n afsirkan undang-un dan g, m aka yang m un cul di pikiran - n ya adalah apa yang seharusnya ada atau apa yan g ia in gin kan ada dalam un dan g-un dan g itu. Akibatnya, para sarjan a hukum tata n egara tak ubahn ya bagaikan para politisi hukum yan g cen derung m en gam bil posisi sebagai oran g yan g m em perjuan gkan n ilai-nilai hukum daripada berpikir sebagai jurist yan g m em aham i dan m encoba untuk m enerapkann ya apa adan ya terhadap kasus kon - krit yang dihadapi. Kecenderun gan yan g dem ikian itu terjadi, karena bidang hukum tata n egara tidak m em iliki lahan praktik selain di lin gkungan lem baga politik. Pokok persoalan yan g m en jadi objek perhatian nya han ya terkait dengan MPR, DPR, dan sekaran g ada pula DPD, fungsi pem e- rin tahan pusat dan daerah, Partai Politik dan Pem ilihan Um um , persoalan kewargan egaraan , dan aspek-aspek kegiatan politik ketatan egaraan lainn ya. Sedan gkan , akti- Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I 318 vitas hukum tata n egara di bidang peradilan kurang m en dapat perhatian yan g utam a. Keadaan yan g dem ikian san gat berbeda dari bidang H ukum Adm inistrasi Negara yan g relatif lebih berkem - bang dinam is sesuai dengan hakikatn ya sebagai bidang hukum yan g m elihat n egara dalam keadaan bergerak staat in bew eging. Di bidang hukum adm inistrasi, sejak lam a telah ada sistem peradilan tata usaha negara. Sehin gga, lahan untuk praktik bagi para sarjan a hukum adm inistrasi negara itu relatif tersedia. Meskipun, per- kem ban gan hukum adm in istrasi n egara itu sendiri se- bagai bidan g ilm u juga tidak m en ggem birakan dengan adan ya pen gadilan tata usaha n egara, tetapi setidak- tidaknya, lahan praktik untuk ilm u hukum adm inistrasi negara itu tersedia dengan baik. Dengan dem ikian , aspek-aspek teori dan praktik hukum adm inistrasi nega- ra itu dapat dikem bangkan secara bersam aan . Sekarang, setelah m asa reform asi, sistem ketata- n egaraan yan g kita an ut berdasarkan Un dan g-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah m e- n galam i perubahan yan g fun dam en tal. Mahkam ah Kon - stitusi telah resm i terbentuk sejak Agustus 20 0 3. 427 Dengan adan ya Mahkam ah Kon stitusi in i berarti tersedia pula lahan praktik di bidang yudisial bagi bidang H ukum Tata Negara di Indon esia. Saatnya sekarang, para sarjana dan para calon sarjana bidan g hukum tata n egara un tuk m engem ban gkan tradisi pem ikiran baru yang lebih ber- sifat juristik . Den gan dem ikian , pen garuh politik dalam kajian H ukum Tata Negara dapat diim ban gi oleh pe- ngaruh cara berpikir yan g lebih juristik itu. Dalam sem ua wilayah kehidupan kita, baik dalam ran ah n egara state m aupun dalam ran ah m asyarakat 427 Pembentukan tersebut setelah disahkannya UU No. 24 Tahun 2003 ten- tang Mahkamah Konstitusi, yang tepatnya jatuh pada tanggal 13 Agustus 2003.