Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
9
dan bagi m ereka yan g m em ilikinya m asih tetap dapat m en ggunakann ya sebagai bahan perban din gan .
Misaln ya saja, di lingkungan Fakultas H ukum Un iversitas In don esia, buku karya Moham m ad Kusnardi
dan H arm aily Ibrahim keduan ya sudah alm arhum den gan judul “Pen gan tar H ukum Tata Negara In don esia”
m asih terus dipakai sebagai buku pegangan m ahasiswa sam pai sekarang. Isinya jelas sudah san gat banyak ke-
tin ggalan, tetapi tetap pen tin g untuk dijadikan pegangan bagi dosen dan m ahasiswa. Bahkan , oleh sebab itu, buku
in i juga ditulis dengan berpatokan pada apa yan g ditulis oleh Moh. Kusn ardi dan H arm aily Ibrahim tersebut.
Dengan dem ikian, buku teks yang lam a in i tidak perlu se- luruhn ya dihapuskan , karen a ban yak bagian yang m asih
tetap dapat dipakai sam pai sekarang.
H an ya saja, jika buku teks lam a in i dibaca tan pa dilen gkapi den gan buku baru, pem aham an pem bacan ya
dapat tergelincir kepada kesalahan fatal. Ban yak sekali pengertian -pengertian baru yan g telah berubah secara
fun dam en tal baik karen a pen garuh perubahan global, n asional, region al, m aupun perubahan yang bersifat lo-
kal. Sem ua itu m em erlukan keterangan -keteran gan dan pen jelasan -pen jelasan baru yan g han ya dapat dibaca da-
lam buku-buku yan g baru pula.
Di sam ping itu, pem bahasan dalam buku ini tidak dilakukan sem ata-m ata secara norm atif ataupun m enu-
rut peraturan hukum positif, m elain kan m elalui des- kriptif-analitis. Pem bahasan dilakukan m elalui pen des-
kripsian pen dapat ahli m en gen ai persoalan yan g dibahas dengan con toh-con toh yang dipraktikkan di berbagai ne-
gara. Baru setelah itu, pem bahasan dikaitkan pula de- n gan pen galam an praktik ketatanegaraan di In donesia.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
10
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
11
B AB II D IS IP LIN ILMU H U KU M TATA N EGARA
A. Negara Se bagai Obje k Ilm u Penge tahuan
Negara m erupakan gejala kehidupan um at m a- n usia di sepanjang sejarah um at m anusia. Kon sep n egara
berkem ban g m ulai dari ben tukn ya yan g palin g sederhana sam pai ke yan g palin g kom pleks di zam an sekaran g.
Sebagai ben tuk organ isasi kehidupan bersam a dalam m asyarakat, negara selalu m en jadi pusat perhatian dan
obyek kajian bersam aan dengan berkem ban gn ya ilm u pengetahuan um at m an usia. Ban yak caban g ilm u pen ge-
tahuan yang m enjadikan negara sebagai objek kajian n ya. Misaln ya, ilm u politik, ilm u negara, ilm u hukum ke-
n egaraan , ilm u H ukum Tata Negara, H ukum Ad- m in istrasi Negara, dan ilm u Adm in istrasi Pem erin tahan
Public Adm inistration , sem uan ya m en jadikan n egara sebagai pusat perhatiannya.
Nam un dem ikian , apa seben arnya yan g diartikan orang sebagai negara tentulah tidak m udah untuk di-
defin isikan . Meskipun diakui m erupakan istilah yan g su- lit didefin isikan, O. H ood Phillips, Paul J ackson, dan Pa-
tricia Leopold m en gartikan n egara atau state sebagai:
“An in dependen t political society occupy in g a defined territory , the m em bers of w hich are un ited together for
the purpose of resisting extern al force an d the preser- vation of in tern al order”.
1
Dikatakan pula oleh Phillips, J ackson , dan Leopold:
1
O. Hood Phillips, Paul Jackson and Patricia Leopold, Constitutional and Administrative Law, 8th edition, London: Sweet and Maxwell, 2001, hal. 4.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
12 “N o independent political society can be term ed as state
un less it professes to exercise both these fun ction s; but n o m odern state of an y im portan ce con ten ts itself w ith this
n arrow range of activ ity . As civ ilisation m becom es m ore com plex, population in creases and social conscience
arises, the needs of the governed call for incresed atten tion ; taxes hav e to be liv ied to m eet these needs;
justice m ust be adm inistered, com m erce regulated, educational facilities and m any other social services
provided”.
2
Selanjutn ya dikem ukakan juga oleh ketiga sarjana Inggris tersebut:
“A fully developed m odern state is expected to deal w ith a vast m ass of social problem s, either by direct activ ity or
by superv ision, or regulation. In order to carry out these fun ction s, the state m ust hav e agen ts or organ s through
w hich to operate. The appoin tm en t or establishm en t of these agents or organs, the general nature of their
fun ction s and pow ers, their relation s in ter an d betw een them an d the priv ate citizen , form a large part of the
con stitution of a state”.
3
Secara sederhana, oleh para sarjan a serin g diurai- kan adan ya 4 em pat un sur pokok dalam setiap n egara,
4
yaitu i a definite territory , ii population , iii a Gov ern m en t, dan iv Sov ereign ity .
Nam un dem ikian , untuk m en guraikan pen gertian n egara dalam tataran
yan g lebih filosofis, dapat pula m erujuk kepada pen dapat Hans Kelsen dalam bukunya “Gen eral Theory of Law
and State”.
5
yang m en guraikan pan dan gan n ya ten tang
2
Ibid., hal. 4-5.
3
Ibid., hal. 5.
4
A. Appadorai, The Substance of Politics, India: Oxford University Press, 2005, hal. 11.
5
Hans Kelsen, General Theory of Law and State, New York: Russel and Russel, 1961, hal. 188-191.
Pengantar I lmu Hukum Tata Negara Jilid I
13
n egara atau state a juristic entity dan state as a politi- cally organ ized society atau state as pow er. Elem en
n egara m en urut Kelsen m en cakup: i The Territory of the State, seperti m en gen ai pem bentukan dan pem bu-
baran n egara, serta m en gen ai pen gakuan atas n egara dan pem erintahan;
6
ii Tim e Elem ent of the State, yaitu wak- tu pem ben tukan n egara yan g bersan gkutan ; iii The
People of the State, yaitu rakyat n egara yang bersang- kutan; iv The Com petence of the State as the M aterial
Sphere of Validity of the N ational Legal Order, m isaln ya yan g berkaitan dengan pen gakuan in tern asion al; v
Conflict of Law s, perten tangan antar tata hukum ; vi The so-called Fun dam ental R ights and Duties of the
States, soal jam in an hak dan kebebasan asasi m an usia; dan vii The Pow er of the State, aspek-aspek m en genai
kekuasaan n egara.
7
Negara seben arn ya m erupakan kon struksi yang diciptakan oleh um at m anusia hum an creation ten tang
pola hubun gan an tar m an usia dalam kehidupan berm a- syarakat yang diorgan isasikan sedem ikian rupa un tuk
m aksud m em en uhi kepen tingan dan m encapai tujuan bersam a. Apabila perkum pulan orang berm asyarakat itu
diorgan isasikan un tuk m en capai tujuan sebagai satu un it pem erintahan terten tu, m aka perkum pulan itu dapat
dikatakan diorgan isasikan secara politik, dan disebut body politic atau n egara state sebagai a society politi-
cally organized.
8
Negara sebagai body politic itu oleh ilm u n egara dan ilm u politik sam a-sam a dijadikan sebagai objek uta-
6
Pengakuan atas suatu negara meliputi persoalan recognition of a community as a state, pengakuan de facto atau de jure, pengakuan dengan kekuatan
yang bersifat retroaktif, pengakuan melalui penerimaan oleh organisasi PBB, pengakuan terhadap pemerintahan dan pengakuan terhadap insurgents seba-
gai a belligerent power. Ibid. hal. 221-231.
7
Ibid., hal. 207-267.
8
Appadorai, Op. Cit., hal. 3. Pengantar I lmu Hukum Tata Negara
Jilid I
14
m a kajian n ya. Sem en tara, ilm u Hukum Tata Negara m en gkaji aspek hukum yang m em ben tuk dan yan g di-
bentuk oleh organ isasi n egara itu. Ilm u politik m elihat n egara sebagai a political society den gan m em usatkan
perhatian pada 2 dua bidang kajian, yaitu teori politik political theory dan organisasi politik political organi-
zation. Ilm u Politik sebagai bagian dari ilm u sosial lebih m em usatkan perhatian pada n egara sebagai realitas
politik. Seperti dikatakan oleh M.G. Clarke:
“... politics can on ly be understood through the bahaviour of its participan ts an d that this behaviour is determ in ed
by ‘social forces’: social, econom ic, racial factions, etc”.
9
Ilm u politik han ya dapat dim en gerti m elalui peri- laku para partisipann ya yan g diten tukan oleh kekuatan -
kekuatan sosial, ekon om i, kelom pok-kelom pok rasial, dan sebagainya. Lebih lan jut, Clarke m en yatakan bahwa
legalism e itu bersifat redundant dalam studi ilm u politik, tetapi bahwa the rules of the con stitution dan , lebih pen -
tin g lagi, struktur-struktur institution al pem erin tahan n egara, bukan lah hal yan g relevan un tuk dipersoalkan
dalam ilm u politik. Struktur kelem bagaan n egara itu, m enurut Clarke, tidak m em punyai pengaruh yan g berarti
perilakulah yang m enjadi subjek utam a dalam ilm u po- litik.
10
Oran g boleh m en erim a begitu saja pen dapat Clarke ini dalam keran gka studi ilm u politik, tetapi di
lingkungan negara-n egara yang sedang berkem bang, banyak studi ilm u sosial lain n ya yan g justru m en un juk-
kan gejala yang sebaliknya, yaitu bahwa peranan institusi
9
Pengantar M.G. Clarke sebagai editor buku C.F. Strong, Modern Political Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their History
and Existing Forms, London: Sidgwick Jackson, 1973, hal.xvi.
10
Ibid. “What they are saying is not just that legalism is redundant in the study of politics, but that the rules of the constitution and, more important,
the institutional structures of government, are irrelevant because they don’t significantly affect that behaviour which is the only subject worthy of study”.